Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Saat (Musimnya) Buaya & Kepiting Masuk Jakarta

7 Desember 2015   14:08 Diperbarui: 7 Desember 2015   14:08 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasanya, saat musim penghujan telah tiba, --atau selepas bulan Muharram/Suro (tahun baru dalam penanggalan Islam)-- Buaya dan Kepiting akan banyak masuk ke Jakarta. Kok bisa? Ya, bisa. Namun, perlu kiat khusus dan trik canggih untuk melihat kemunculannya. Hanya orang-orang yang sering bergaul dengan komunitas anak Jakarta (Betawi), atau punya kerabat berdarah Jakarta lah yang bisa melihat kedua hewan melata tersebut. Cirinya, bila di setiap gang dan jalan di pelosok Jakarta ada terjuntai bambu dengan hiasan janur kuning, maka akan tiba lah saat dimana buaya dan kepiting besar akan bermunculan.

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang multi etnis, kita dikenalkan dengan berbagai macam  cara dan kebiasaan unik dalam melaksanakan upacara atau prosesi pernikahan, baik pada saat prosesi menjelang, saat, dan sesudah pernikahan. Walau demikian, hampir semua etnis yang ada di Indonesia mempunyai kesamaan dalam mengiringi mempelai pria kepada mempelai wanita saat prosesi akad nikah atau menuju altar upacara pernikahan yakni selalu membawa hantaran atau serah-serahan. Biasanya keluarga mempelai pria membawa beraneka makanan, barang, dan cinderamata yang khusus dipersembahkan kepada mempelai atau keluarga mempelai wanita.

Menyaksikan prosesi hantaran saat menjelang acara ijab kabul atau pemberkatan pernikahan niscaya kita akan menemukan keramaian dalam suasana khas kecerian dan keunikan di masing-masing adat budaya. Ada yang mengusung hasil panen bumi, seperti jagung, umbi-umbian dan sayur mayur. Ada yang menyertakan hasil tangkapan laut, seperti ikan. Ada pula yang membawa kerajianan tangan khas kampung halamannya, Bahkan ada yang membawa hewan ternak seperti babi atau kambing dan ayam yang dibawa dengan dibuatkan kerangkeng khusus dari bambu atau anyaman kelapa. Melihat semuanya membuat kita tersenyum geli. Ada-ada saja.

Bagi masyarakat Jakarta (Betawi) tentu mempunyai tradisi dan cara unik dalam prosesi hantaran penganten. Keberbedaan ini tampak dari hantaran yang dibawa. Disamping aneka makanan, buahan, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga dan cenderamata lainnya, Mereka kerap membawa sepasang roti ukuran besar sekitar 50 hingga 100 cm, yang berbentuk buaya. Roti ini merupakan bawaan wajib bagi setiap hantaran. Boleh saja mereka tidak membawa buah atau penganan lainnya. Tapi, khusus untuk roti buaya, harus disertakan. Kenapa harus roti besar berbentuk buaya? Kenapa tidak roti macan atau roti beruang, misalnya.

Menurut kepercayaan para tetua Betawi, binatang buaya diyakini adalah perlambang kesetiaaan. Roti buaya adalah simbol bagi kesetiaan pasangan. Konon, buaya hanya kawin sekali seumur hidupnya. Walau di masyarakat buaya sering kali diidentikkan dengan perilaku negatif suka bermain wanita, seperti dalam umpatan “buaya darat”, namun khusus untuk roti buaya dalam hantaran perkawinan mempunyai makna sebaliknya. Ia adalah simbol kesetiaan pasangan untuk mengarungi mahligai rumah tangga sehidup semati.

Disamping roti buaya, roti ukuran besar lainnya yang kerap dibawa adalah roti kepiting. Kalau buaya lambang kesetiaan, maka kepiting adalah lambang silaturahmi. Sekali lagi, menurut para tetua adat betawi, kepiting adalah hewan yang unik. Ia jika berjalan akan terlihat miring. Diharapkan kedua mempelai jika berkunjung atau bersilaturahmi ke rumah orang tua atau kerabat selalu dapat berjalan ‘miring’ seperti jalannya kepiting. Tentu bukan miring sesungguhnya, tapi maksudnya adalah kalau datang berkunjung sebaiknya membawa buah tangan (oleh-oleh) yang dipersembahkan pada orang tua atau kerabat. Datang dengan lenggang kangkung alias tidak membawa apa-apa sangat ditabukan. Cukup kreatif dan menarik juga perumpamaan itu.

Walau disetiap hantaran untuk prosesi pernikahan adat Betawi selalu di’wajib’kan kehadiran roti buaya, namun sayangnya, tidak semua toko roti di Jakarta menjual roti buaya. Hanya toko roti tertentu saja yang dapat membuat dan menyajikan roti buaya, Ini dikarenakan bentuk dan ukurannya yang khas, tidak asal roti yang berbentuk buaya, namun sudah mempunyai pola, corak dan pakem tertentu. Disamping itu, tidak setiap saat roti buaya yang kita ingini dapat kita beli secara langsung, namun harus dipesan terlebih dahulu. Pasalnya harga sepasang roti buaya cukup mahal, sekitar 400 hingga 600 ribu rupiah.

Ingin melihat dan menyicipi roti buaya dan kepiting? tunggu saja prosesi pernikahan adat betawi yang mungkin kita saksikan di Jakarta. Dan saat itulah masa dimana para ‘buaya dan kepiting’ masuk ke dalam kota..

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun