Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ditugaskan di Pulau, Kalian Takkan Kuat!

10 Juli 2018   10:54 Diperbarui: 10 Juli 2018   10:52 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski badan basan terkena ombak, tak surut dalam bertugas

Malam hari, selepas isya' biasanya istri bertanya, "Ayah besok ke pulau gak?" Bagi istri yang care, pertanyaan itu harus diutarakan mengingat ia harus menyiapkan keperluan kerja suaminya. Bila suaminya dinas ke pulau, tentu ia akan menyiapkan minimal baju salin dan handuk kecil lengkap dengan odol-nya. Sebaliknya, bila suami tak pergi ke pulau, ia tentu akan belanja ke warung sebelah, membeli sayuran untuk dimasak sebagai makan malam suami.

Semenjak saya bertugas di pulau, tampaknya istri telah mempunyai SOP tersendiri. Ia sungguh-sungguh secara teliti mempersiapkan segala kebutuhanvsaya. Tak ada yang luput dari perhatiannya. Kantong kresek kecil untuk menampung 'muntahan' dari perut. Kantong plastik bening ukuran sekilo, untuk menaruh hape, cincin kawin, dan jam tangan, jaga-jaga bila... (tak tega saya menulisnya). Ya, bekerja di pulau, tentu berbeda dengan suasana kerja di darat. Sebagai istri, ia tahu resiko kerja sang suami. Nyawa taruhannya!

Suasana mencekam dalam kapal
Suasana mencekam dalam kapal
Sebagai suami, saya tanamkan ke dia untuk selalu mempersiapkan kemungkinan terburuk. Banyak hal-hal yang diluar kendali kami. Kami tak pernah tahu apakah sore nanti, besok atau lusa dapat balik ke darat, berkumpul bersama keluarga. 

Pernah, saya janji padanya untuk pulang ke rumah dan makan malam bersama, namun tatkala hendak balik ke darat (Marina, Ancol) cuaca di pulau tak bersahabat. Ombak sedang-tinggi-tingginya. Nahkoda tak mau ambil resiko untuk berlayar mengarungi ombak. Jadilah, kami bermalam di pulau, acara makan malam di restoran ternama dengan istri dan anak-anakpun gagal. Akhirnya, hari itu kami tak bisa kembali ke darat.

Bila jadwal kerja di pulau full kegiatan, maka selepas subuh kami sudah harus meninggalkan rumah masing-masing menuju ke dermaga Marina, tempat dimana kapal milik Pemprov DKI Jakarta berlabuh. 

Di Marina, terdapat beberapa kapal milik berbagai instansi pemerintah, mulai dari yang berukuran kecil, sedang sampai kapal yang ukurannya besar. Pagi itu misalnya, agenda kami adalah kegiatan Safari Ramadhan bersama Bupati mengunjungi pulau-pulau yang ada di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau yang pertama kami datangi adalah Pulau Kelapa 2, kemudian lanjut ke Pulau Kelapa, dan berakhir di Pulau Harapan. Sekali lempar sauh, tiga pulau terkunjungi.

Bupati Irmansyah terpaksa pindah kapal, lantaran kapal yang ia tumpangi mogok di tengah lautan
Bupati Irmansyah terpaksa pindah kapal, lantaran kapal yang ia tumpangi mogok di tengah lautan
Beberapa hari setelahnya, giliran pulau-pulau di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan yang kami tuju. Setelah itu, esoknya dilanjut dengan upacara hari lahir Pancasila di Pulau Karya. Oh ya, Pulau Karya ini adalah salah satu pusat pemerintahan pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu selain Pulau Pramuka.

Di pulau yang letaknya sekitar 500 meter sebelah utara Pulau Panggang ini terdapat lapangan luas, seukuran lapangan sepakbola. Biasanya, upacara bendera hari-hari besar nasional selalu ditempatkan disini. Selain lapangan yang luas, disini juga terdapat beberapa mess untuk karyawan dan gedung perkantoran.

Apel hari lahir Jakarta di pulau Karya
Apel hari lahir Jakarta di pulau Karya
Begitulah yang terjadi, meski hari itu dengan jelas tertoreh angka merah di kalender, sebagai hari libur nasional, namun tidak bagi kami. Kami harus masuk untuk mengikuti apel hari kelahiran Pancasila. 

Untuk kegiatan apel itu, bila rekan kami yang bekerja di Balaikota (darat) melaksanakannya di Monas atau di kantor walikota, kebalikannya dengan mereka, kami harus menempuh gelombang dan badai hanya untuk melaksanakan apel yang berlangsung 1,5 jam itu. Saat berangkat, di sekitaran Ancol cuaca memang cerah dan bersahabat. 

Namun begitu kapal sudah berada di tengah lautan, mendung dan awan gelap langsung menyelimuti langit sekitar. Ombak dan gelombang tiba-tiba meninggi. Kapalpun oleng ke kiri dan kanan, dipermainkan ombak. Tiba-tiba, rasa pusing pun muncul akibat ayunan gelombang. Beberapa dari kami ada yang 'nembak' (istilah bagi mereka yang muntah). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun