Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pilih Mana, Punya Bos Pria atau Bos Wanita?

14 November 2017   12:47 Diperbarui: 14 November 2017   12:57 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.today.com/money/women-clam-meetings-study-finds-1C9005484

Bagi yang pernah jadi bawahan, tentu merasakan suka dukanya punya pimpinan, dengan beragam tipe, pembawaan, dan sifat yang berbeda. Kalau kebetulan dapat bos yang enak, tentu kerja kita akan nyaman. Tidur nyenyak, gaji lancar. Sialnya, kita tak dapat memilih bos, sedangkan bos dapat memilih (kita) anak buah. Tidak fair memang, namun begitulah hukum tak tertulis dari dunia kerja. Kalau kerja kita oke, tentu kita akan dipakai oleh bos manapun. Namun cilakanya, kalau bos gak becus kerja, kita tak dapat mengganti bos, yang ada hanya dapat menggerutu: Kok nasib gw apes banget ya, dapat bos o'on, hehhe..

Selama saya bekerja di kantoran dan jadi bawahan, ada belasan orang yang pernah menyuruh-nyuruhsaya. Merekalah atasan langsung saya. Resiko jadi bawahan tentu harus siap untuk disuruh-suruh. Dari mulai yang kerenan, seperti di suruh hadir rapat atau mewakili pimpinan, hingga yang terkesan di'nista'kan, seperti diperintah untuk nyupirin bos, manakala bos meminta saya untuk sekalian menemaninya rapat. Begitulah umumnya nasib para bawahan, kadang diperlakukan enak, kadang pula tak di orangkan.

Nah, meski saya bukan seorang psikolog, namun lantaran sudah lama bekerja sebagai (pegawai) bawahan, maka saya jadi tahu karakter, sifat, dan sikap bos-bos saya. Ada yang baik, ada pula yang jutek. Ada yang ngayomi, ada pula yang masa bodoh. Ada yang enak, ada pula yang tidak, it's depend on his/her character, dan bagaimana kita ngadepin bos dengan karakter yang --masing-masing-- tentu punya keunikan.

Karena saya pria, tadinya saya pikir punya bos wanita, apalagi cantik, tentu akan menyenangkan. Ya, ketertarikan dengan lawan jenis tentu hal yang manusiawi bagi pria normal seperti saya. Namun diluar hal itu, ternyata punya bos wanita lebih banyak 'sengsara'-nya ketimbang senangnya. Pengalaman saya tentu berbeda dengan anda. Bisa jadi, anda merasakan sebaliknya. Saya pribadi, kalau boleh milih, tentu lebih nyaman dipimpin oleh pimpinan pria ketimbang wanita. Preferensi saya tentu berbeda dengan anda. Namun yang saya alami, setelah gonta ganti pimpinan, saya jadi tahu kelebihan dan kekurangan dari bos wanita dan bos pria. Mau tahu ulasannya? Begini.

Kodrat (kebanyakan) wanita adalah penakut. Sebaliknya, pria (kebanyakan) adalah pemberani.  Nah, lantaranpunya sifat penakut inilah bos wanita tak berani atau lamban dalam mengambil keputusan. Kurang tegas, dan cenderung bermain aman. Kita, yang menjadi anak buahnya kadang gregetan dengan sifat bos (wanita) kayak gini. Akibatnya, seringkali keputusan-keputusan yang sifatnya strategis dan harus diputuskan dengan sesegera mungkin menjadi tertunda lantaran si bos seringkali menunggu arahan dari pimpinan di atasnya. Ia tidak berani memutuskan sendiri.

Oh ya, karena (banyakan) takut, akibatnya bila dihadapkan pada suatu masalah atau tantangan yang butuh pemecahan, ia (bos wanita) gampangpanikan. Sifat panikan ini bisa juga diakibatkan karena ia tak punya kompetensi dalam bidang atau urusan yang ia tangani atau pimpin. Apalagi kelemahan ini diperparah dengan ketidakbecusannya dalam hal leadershipatau kepemimpinan. Jadilah kita, yang jadi anak buah pontang panting kerja. Ia bisanya hanya 'meneror' kerja bawahannya. Menyiapkan kegiatan A, misalnya, si bos wanita akan men-direct kita, harus ini, harus itu. Harus begini, harus begitu. Akhirnya, pekerjaan tak bisa dibawa nyantai.

Sifat panikan inilah yang selalu saya temui tatkala dipimpin oleh wanita. Entah mengapa sifat panik itu selalu muncul, terlebih bila si bos wanita ini di push oleh atasannya untuk memenuhi target kerja. Oh ya, satu lagi. Sifat (kebanyakan) wanita yang penurut dan tak ngeyel-an atau protes-an ketimbang pria. Maka, begitu ia menerima arahan dari atasannya yang lebih tinggi, ia akan selalu berkata "yes", tanpa pernah berani berkata "No!". Akibatnya, karena tak berani protes, maka ketika bekerja dan menemui hambatan, akan timbul (sifat) kepanikan lagi. Begitu seterusnya.

Adapun pria, (kebanyakan) suka tantangan. Mereka selalu berani menerima tantangan, evenpekerjaan sesulit apapun akan dianggap mudah olehnya. Karena sudah terbiasa menerima tantangan, maka sesulit apapun tantangan kerja, bukan merupakan beban. Irama kerja pun lebih bisa dibuat 'nyantai'. Nyantai disini bukan berarti kita malas atau asal kerja, namun kerja kita tidak melulu diburu deadline. Selain itu, karena saya pria, maka bila mendapatkan bos pria, ia bisa menjadi partner atau rekan dalam segala hal. Teman diskusi, hobby, bahkan bisa diajak asik.

Terlepas dari itu semua, tentu masing-masing kita bebas berimajinasi. Membayangkan punya bos idaman yang ganteng/cantik, ngayomi, punya leadership, enak, bisa diajak asik, dan tentu membuat para anak buahnya nyaman dalam bekerja. Dan, jangan sampai imajinasi kita rusak gara-gara mendapatkan pimpinan yang tidak hanya lemah leadership-nya namun juga minim kapabilitas. Ibaratnya, bagaimana ia akan mengarahkan anak buah yang sering mondar-mandir Jakarta-London, jika pergi ke Singapura saja ia belum pernah, misalnya. Kalau itu sampai terjadi, hanya ada dua pilihan, anda resign atau terima nasib. Kasian dech loe! hehe..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun