Mohon tunggu...
Ra Dewa
Ra Dewa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Indonesia "Zaman Now"

1 Maret 2018   18:38 Diperbarui: 1 Maret 2018   18:47 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkenalkan namaku Ra Dewa, usia sudah hampir setengah abad, sudah berkeluarga dan punya anak yang sudah besar-besar.

Aku menulis ini karena prihatin dengan kondisi pendidikan Indonesia yang aku nilai mengalami kemunduran yang tidak sedikit, aku tidak tahu apakah kemunduran itu karena faktor kemajuan jaman yaitu dengan berkembangnya gadget-gadget yang super canggih ataukah dengan mudahnya orang tua memanjakan anak yaitu menuruti segala keinginan anak atau memberi hadiah kepada si anak yang mungkin belum saatnya untuk memiliki hadiah tersebut ( maaf aku sendiri juga seperti itu ) ataukah kesalahan pemerintah dengan mengeluarkan Kurikulum 2013 / K 13.

Aku mencoba Flashback ( kilas balik ) sewaktu aku masih sekolah SD, SMP maupum SMA. Waktu SD aku termasuk murid yang pintar tetapi juga nakal, aku masih ingat sewaktu aku dicubit oleh guruku perempuan ( nyubitnya di dada lagi ) sampai biru, memang aku tidak nangis tapi sakitnya minta ampun. Pulang sekolah sampai dirumah lapor kepada emak sama bapak sambil memperlihatkan dadaku yang biru bekas cubitan guru.

Coba anda tebak reaksi orang tua aku, apakah marah ?. Begitu melihat dadaku biru bekas cubitan, serempak emak dan bapakku bilang " Syukuuurrr....!!!! Kalau kamu gak nakal gak mungkin seperti ini "

Waktu SD kelas 6 aku pernah dipukul dengan rotan bersama lima temanku yang lain ( anda tahu kalau orang menjemur kasur terus di pukul-pukul ), nah seperti itu kerasnya pukulan guruku. Coba-coba lapor lagi pada emak dan bapak tapi lagi-lagi jawabannya sama.

Anda bayangkan dengan kondisi pendidikan saat ini ( Jaman Now ).

Para orang tua khususnya, begitu mendengar atau mendapat laporan bahwa anaknya di cubit bukannya menanyakan kepada si anak apa kesalahannya tapi langsung memvonis gurunya yang salah, esok harinya langsung melabrak ke sekolahan si anak. Apalagi guru memukul anaknya, bisa-bisa si orang tua anak langsung lapor polisi.

Padahal guru menghukum murid itu dengan melihat seberapa besar kecilnya kesalahan murid, ada hukuman disuruh berdiri didepan kelas, disuruh menulis " Saya tidak akan mengulangi lagi " sebanyak satu halaman, hukuman cubit sampai hukuman di pukul. Semua hukuman tersebut semata-mata untuk mendisiplinkan si murid ( rasa sayang guru kepada murid yang tidak ingin muridnya menjadi orang yang gak benar ). Tugas seorang guru bukan untuk mengajarkan murid menjadi pandai membaca dan berhitung tetapi juga memberi pendidikan moral sejak dini yang saat ini sudah terkikis dan terkalahkan oleh tekhnologi.

Apalagi di era sekarang ini banyak orang tua yang memanjakan anak secara berlebihan, masih TK sudah dibelikan HP yang katanya biar gak ketinggalan dengan yang lain, SD di ajari naik sepeda motor, katanya seperti diatas biar gak ketinggalan jaman. Orang tua menjawab begitu dengan wajah sumringah dan bangga.

Kalau si anak tidak bisa membaca atau berhitung atau ketinggalan pelajaran di sekolah, yang disalahkan gurunya, yang katanya tidak becus mengajar, yang tidak memberi perhatian kepada si anak dan lain sebagainya. Dan kalau si anak nakal, berani sama orang tua atau guru yang disalahkan juga gurunya, di bilang gak bisa mendidik atau apalah.

Disini aku tidak membela guru atau orang tua ( aku sendiri juga sebagai orang tua ), tapi setidak-tidaknya peran orang tua harus ada. Di sekolah yang menjadi orang tua adalah guru, sedangkan di rumah yang menjadi orang tua adalah ayah dan ibu. Coba anda bandingkan prosentase nya lebih banyak mana, di sekolah atau di rumah. Di sekolah anak yang dididik berjumlah 20 -- 40 anak, sedang di rumah yang dididik paling 2 -- 6 anak. ( Bisa dibayangkan kan peran mana yang lebih penting ). Orang tua tidak boleh lepas tangan begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun