Mohon tunggu...
RACHMAD YULIADI NASIR
RACHMAD YULIADI NASIR Mohon Tunggu... -

ARTIKEL TERBARU :\r\nwww.kompasiana.com/gelandanganpolitik\r\n\r\nPenulis Lepas, Saya Orang Biasa.\r\nBerasal dari tanah dan akan kembali lagi kedalam tanah.\r\n\r\nSalam untuk semua Penulis kompasiana, \r\nRachmad Yuliadi Nasir, \r\nINDEPENDENT, \r\n\r\nwww.facebook.com/rachmad.bacakoran,\r\nEmail:rbacakoran(at) yahoo (dot) com,\r\nwww.kompasiananews.blogspot.com,\r\nwww.facebook.com (Grup:RACHMAD YULIADI NASIR), \r\n(Grup:Gerakan Facebookers Berantas Korupsi Tangkap Dan Adili Para koruptor),\r\n(Grup:Gerakan Facebookers 1.000.000 Orang Visit Kilometer Nol Sabang Aceh)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Instrospeksi Kemerdekaan 65 Tahun Republik Indonesia

18 Agustus 2010   04:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Kompasiana.com-JAKARTA) Bulan Agustus adalah bulan keramat bagi bangsa Indonesia karena kita memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2010 ini Republik Indonesia tepat berusia 65 tahun.

Di sana-sini Republik Indonesia masih paradoks. Mungkin itu sebutan yang paling tepat untuk Indonesia. Republik ini didirikan berdasarkan semangat anti kolonialisme, anti eksploitasi satu bangsa oleh bangsa lain. kolonialisme baru diam-diam sudah masuk jauh ke dalam batas kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan kita. Semangat kemandirian yang dihembuskan para pendiri bangsa pun kendur di tangan rejim yang lebih peduli kepentingan asing dibanding rakyatnya sendiri.

Berbagai aturan dibuat justru untuk meleluasakan investasi asing dan melemahkan kemandirian ekonomi bangsa. Seorang pejabat tinggi negara bahkan mengatakan bahwa pembatasan waktu buka supermarket-supermarket asing tidak diperlukan. Proteksi terhadap pasar tradisional bukan sesuatu yang dianggap penting. Mal-mal terus dibangun di tengah-tengah perkotaan dan membuat mati suri pasar tradisional. Politik anggaran kita juga tidak menunjukkan sesuatu yang menggembirakan. Defisit anggaran ditutup dengan penjualan aset-aset strategis kepada pihak asing. Basis pungutan pajak pun diperluas, sementara berbagai insentif perpajakan diberikan kepada investor besar. Tingginya anggaran pendidikan (20%) juga belum menampakkan kontribusi nyata pada peningkatan daya saing di tingkat global. Ini semua bukti bahwa demokrasi kita sudah berubah menjadi (meminjam istilah Paul Krugman) plutokrasi ketika keterwakilan demos (rakyat) digantikan oleh pemodal yang sebagian besar asing.

Pasar pangan domestik juga sudah dibanjiri impor mulai dari daging sapi (30% kebutuhan nasional), susu (90%), garam (60%) padahal sebagian besar wilayah kita 70% adalah lautan bisa-bisanya garam impor, kedelai (60%), bawang putih hingga gula tebu (40%). Dari kekayaan migas yang dimiliki Indonesia, 80% diantaranya diproduksi oleh perusahaan asing seperti Chevron, Exxon, ConocoPhillips, BP dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) melalui kontrak produksi sharing yang sebagian besar merugikan Indonesia.

Seperti kasus penjualan gas alam LNG Tangguh Papua yang dijual dibawah standar internasional. Harga jual USS 3.3/mmbtu (million metric british thermal unit) dengan perbandingan harga internasional 20 USS per MMBTU. Sebelumnya harga kontrak LNG Tangguh Tahun 2002 : USS 2,4 per mmbtu . Setelah negosiasi ulang Tahun 2006 : USS 3.8.

Harga jual LNG Tangguh saat kontrak disepakati pada awal tahun 2000 hanya USD 2,4 per mmbtu (million metric british thermal unit) dengan patokan harga minyak mentah USD 25 per barel, sedangkan harga saat ini ditetapkan berdasarkan patokan harga minyak mentah USD 38 per barel.

Padahal, saat ini harga jual gas (seperti LNG Bontang yang dijual ke Jepang) mencapai USD 20 per MMBTU dengan harga patokan minyak di kisaran USD 120 per barel. Kita akan kehilangan potensi keuntungan sebesar USD 75 miliard atau 650 Triliun rupiah. Sementara itu menurut data ICW terhitung dari tahun 2001-2007 terdeteksi data dugaan korupsi  penerimaan GAS dari kajian sumber BPK yaitu sebesar 30 Triliun. Sebagai pemilik sah  sumber daya alam, posisi tawar Indonesia sangat lemah di hadapan pemilik modal asing.

kita sekarang adalah sekadar konsumen bagi produk-produk asing. Bangsa kita bukan lagi bangsa produsen melainkan konsumen.Tidak ada strategi kebudayaan yang sistematis dan terencana guna menegakkan kembali kepala bangsa ini di hadapan bangsa lain. Bangsa kita hanya menjadi kuli di perusahaan-perusahaan asing. Pendidikan sebagai instrumen utama dalam proyek strategi kebudayaan pun semakin jauh dari rakyat kebanyakan.

Akibat tekanan industrialisasi, pendidikan sekarang tak ubahnya pabrik yang sekadar mereproduksi sumber daya manusia dan bukan intelektual yang berkepribadian. Struktur kurikulum dibuat sedemikian rupa guna memangkas waktu kuliah dan memadatkannya sesuai dengan akselerasi kebutuhan industri. Kita terus terang tidak dapat berharap banyak pada pendidikan sebagai strategi kebudayaan di tengah himpitan industrialisasi pendidikan yang digenapi oleh rejim yang miskin gagasan soal kebudayaan.

Hendaknya kita introspeksi diri karena 65 tahun kemerdekaan RI masih banyak pekerjaan yang harus kita benahi untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bangsa...Merdeka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun