Mohon tunggu...
Rachmad Oky
Rachmad Oky Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara)

Penulis merupakan Direktur sekaligus Peneliti pada Lembaga Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara) HP : 085271202050, Email : rachmadoky02@gmail.com IG : rachmad_oky

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keputusan Bersama Menteri Melarang Jilbab?

23 Maret 2021   06:59 Diperbarui: 23 Maret 2021   15:43 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Rachmad Oky

Dilatar belakangi viralnya video terkait  peraturan sekolah negeri yang mewajibkan seluruh siswa perempuan memakai jilbab padahal diketahui ada orang tua siswa yang menolak aturan sekolah tersebut dengan alasan anaknya bukanlah beragama islam yang harus tunduk kepada aturan syariah dan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah negeri yang tidak harus mewajibkan siswa tunduk kepada hukum agama tertentu.

Tak berselang lama setelah video beredar, timbul perdebatan yang teramat klasik yakni "intoleransi dan radikalisme", tema itu seketika menjadi objek pembahasan di forum-forum  diskusi. Melihat itu Nadiem selaku Menteri Pendidikan tentu tidak tinggal diam, beliau menjawab dengan kebijakan yang melibatkan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan menerbitkan Keputusan Bersama Tiga Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik dilingkungan sekolah.

Materi keputusan bersama itu adalah siswa berhak dan diberikan kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakan pakaian berdasarkan agama tertentu dan juga menekankan agar mencabut setiap aturan maupun instruksi kepala daerah dan/atau kepala sekolah yang bertentangan  dengan keputusan bersama tersebut.

Dari itu kita dapat melihat betapa responnya ketiga menteri itu untuk mengeluarkan kebijakan terkait intoleran di Padang namun sekedar perbandingan pada tahun 2019 di Manokwari ada pula peristiwa yang melarang siswa untuk memakai jilbab, lagi-lagi orang tua memprotes aturan sekolah tersebut namun pihak sekolah berdalih bahwa aturan itu diambil atas nama toleransi dimana  semua agama sama dan  anggapan sekolah jika memakai jilbab maka akan mempertegas mana yang Islam dan mana yang Kristen, maka kejadian seperti itu perlu dihindari pada lingkungan sekolah.

Berbeda dari yang di Padang, pasca pelarangan jilbab di Manokwari tidak satupun "beleid" pemerintah yang terbit untuk menyudahi persepsi subjektif terkait intoleran tersebut namun yang ada hanya bentuk kepedulian Ombudsman Papua Barat dalam bentuk mengklarifikasi kejadian yang cukup menyita perhatian masyarakat Manokwari.

Terbitnya keputusan bersama membawa angin segar untuk menyelamatkan eksistensi toleransi di lembaga pendidikan, namun tidak sedikit yang mengkritiknya. Memang jika dilihat  persoalan pemakaian jilbab saat ini sudah diserahkan kepada masing-masing individu tanpa ada paksaan pihak sekolah dan sebaliknya tidak ada lagi halangan apabila siswa ingin mengenakan jilbab di lingkungan sekolah.

Ketika ajaran agama yang menyatu dalam kultur maka kekuatan agama yang dirasakan akan terasa sangat mengakar. Misalnya ekspresi keislaman di Indonesia memang sejak lama sudah masuk keruang publik. Lihatlah bagaimana adzan lima waktu dalam sehari mampu menembus ruang publik dan siapapun dapat mendengarnya, tidak peduli apakah yang mendengarkan islam ataupun bukan. Di Bali perayaan nyepi mampu membuat ruang publik menjadi hening tanpa kegiatan sama sekali dan umat diluar hindu juga harus mengikuti fase nyepi itu sendiri diruang publik untuk tidak melakukan aktivitas apapun.

Pada dasarnya pemakaian jilbab adalah  pelaksanaan ibadah yang bisa memasuki ruang publik. Perempuan yang memakai jilbab dapat menunjukkan ekspresi keislamannya dimanapun dia berada. Artinya pengenaan jilbab diruang publik bisa masuk ketempat manapun semisal kantoran, gedung sekolah, atau transportasi umum. Namun sebaliknya perempuan yang tidak memakai jilbab juga harus diperlakukan sama agar bebas masuk keruang publik semisal kantor maupun gedung sekolah. Kedua tipe tersebut harus dijamin hak dan kebebasannya untuk memilih.

Dalam aspek general, bahwa ekspresi agama di Indonesia tidak hanya diajarkan dan dipraktikkan dirumah atau diruang ibadah saja namun dalam bentuk simbol agama tertentu juga dapat hadir diruang publik, misalnya bentuk peribadatan maupun ceramah yang ditayangkan di televisi nasional, informasi keagamaan yang muncul di surat kabar, tabloid dan ekspresi hari besar agama tertentu dipusat perbelanjaan hingga ajakan beribadah melalui baliho maupun spanduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun