Seringkali kita mendapat kutipan yang disebar lewat WAG yang menjanjikan pahala sebagai tujuan akhir dari suatu ibadah. Sehingga pahala ibarat jumlah target yang dicanangkan oleh seorang buruh pekerja. Seakan-akan keutamaan seseorang dimata Allah SWT dihitung dari banyaknya tabungan pahala. Karena itu, kemudian tergiur melakukan amalan yang pahalanya dilipatgandakan sekian puluh/ ratus kali lipat atau dihargai setara dengan sekian tahun ibadah dan seterusnya. Bahkan kemudian hitungan pahala itu menjadikan kita terlupa pada bagaimana menjaga esensi ibadah yaitu mencari keridhoan Allah SWT.
Tidak ada yang salah dengan ibadah berharap pahala. Namun, ibadah mestinya harus karena motivasi cinta yang berbuah kesyukuran, berharap ridho Allah SWT. Sebagaimana para Nabi beribadah dengan roghbah (harap) dan rohaba (cemas/takut) tidak mendapat ridhoNya. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” QS. Al Anbiya (90):2.
Demikian juga orang beriman, beribadah dengan khouf (takut) dan roja (harap). Allah Ta’ala berfirman, أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” QS. Al Israa’ (17):57.
Sesungguhnya Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Allah Maha Tahu apa yang ada di lubuk hati hambaNYA. Allah SWT pula yang menilai niat dari seseorang. Dari niatnya itu pula Allah SWT akan ridho atau tidak terhadap ibadah yang dilakukan hambaNYA.
Adapun nanti akan masuk pahala surga atau siksa neraka, bukan semata-mata sekedar dihitung dari banyaknya pahala saja. Sebagaimana ilustrasinya, apakah benar orang yang dimudahkan rezekinya, sehingga ia bisa berzakat, berinfak, dan sebagainya dapat pahalanya lebih besar daripada orang yang selalu bersusah payah kepanasan, kehujanan, menapaki jalan terjal setiap hari dari mulai terbit matahari hingga larut malam mencari rezekinya, dan berzikir, namun yang didapatnya hanya sebatas bisa menutupi laparnya saja dan pahalanya kecil?
Semoga kita tidak melakukan suatu amalan atau ibadah hanya karena tergiur iming-iming pahala yang dijanjikan dilipatgandakan. Karena orang yang beribadah hanya karena mengharap pahala, oleh Imam al-Ghazali disebut "kategori pedagang". Seperti pedagang yang menjual barang apa saja, fokus mereka hanya keuntungan belaka. Amal mereka bukan berdasar pada pilihan hatinya, tapi karena ia suka dengan keuntungan yang telah dijanjikan.
Dan seperti lagunya almarhun Chrisye yang judulnya “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada”, maka:
Apakah kita semua
Benar-benar tulus
Menyembah pada-Nya?
Atau mungkin kita hanya