Mohon tunggu...
Perempuan
Perempuan Mohon Tunggu... Buruh - Mencintai adalah bentuk baktiku

Menulis akan selalu hadir sebagai karya hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyumlah Untukku, Ibu!

27 Agustus 2019   13:09 Diperbarui: 27 Agustus 2019   13:43 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku ingin cepet tinggi bu,!" Ayu kaget mendengar anaknya yang masih enam tahun mengagetkannya di tengah cucuran air matanya ketika sholat. 

"Sini, sayang! Berdoa sama-sama. Apa maumu? Minta sama Allah!" Saka menganggukan kepalanya dan duduk di atas pangkuan  ibunya.

"Ya Allah, Saka ingin cepet tinggi. Ingin mengerti kenapa Ibuselalu menangis kalo sholat!" Tiba-tiba saja Ayu meronta hatinya hingga air matanya semakin mengalir. Dalam hatinya, Ayu ingin sekali memeluk Allah dan megiba agar dadanya lapang  dan  tak ada lagi sesak di hatinya. 

Ayu memeluk Saka sangat erat dan menyembunyikan air matanya yang semakin mengalir. 

Kemudian Ayu mengajak Saka untuk tidur kembali karena masih jam 3 dini hari. Saka pun tertidur kembali di samping kakak-kakakya. Sudah tiga bulan ini, mereka tidak ingindipisahkan. Ya, mereka tidur dalam satu kamar. Berlima. Entahlah bahwa mereka merasa tak ingin dipisahkan. Ayu duduk termenung dan menatap keempat anaknya. Mata Ayu tertuju pada sebuah buku tulis bergambar matahari. Ayu yakin itu kepunyaan  Randi. Ayu membuka buku tersebut dan Ayu mulai membaca tulisan-tulisan penuh coretan kata-kata yang sengaja diperbaiki. Randi  sudah berumur tiga belas namun dewasa dan sangat perhatiaan pada keluarga. Allah memang Maha Baik menjadikan Randi tumbuh begitu dewasa.

Kepada Ibu dan Ayah...

Ibu, jangan teriak padaku. Kau tak perlu teriak ketika memarahiku. Aku mendengar dan sangat memahami apa maumu. Jangan buang energimu untuk nasihat itu. Bukan hanya ibu yang sakit hatinya dengan keadaan ini. Aku pun sakit. Aku hampa bu. Tatapanku kosong. Jantungku seringkali tiba-tiba berhenti melihat ibu marah dan bersedih. Berikan senyuman itu padaku. Senyuman ibu yang dulu. Senyuman yang penuh harapan. Aku tahu ayah pergi tapi aku tidak mau juga ibu perlahan hilang sosok ibu yang dulu. Aku tahu ibu kuat tapi tunjukkan itu padaku. Ibu tegar dan tak boleh berubah demi kami. Aku siap menjaga ibu. Aku siap menjaga adik-adikku. Aku siap  tumbuh menjadi anak yang sholeh tapi itu butuh ibu yang tegar dan penuh senyum. Ibu jangan kalah pada keadaan. Allah bersama kita bu. Lihat Bunga yang ceria walau tak bisa membanggakan ibu. Lihat Nadine yang selalu membantu pekerjaan rumah  tanpa marah-marah. Lihat Saka yang selalu ingin memeluk ibu sebelum dan datangnya ibu bekerja. Ayolah bu, senyuum. Tunjukkan pada kami, ibu yang dulu. Tenang saja, kami akan jadi anak-anak yang kuat dan saling menolong. I love you ibu.

Ayah, hampir setiap malam, kudengar ibu menangis dalam doanya. Aku tahu, Ibu tak pernah putus mendoakanmu agar kau kembali memeluk kami. Aku tahu ayah memilih wanita itu bukan Kami. Entahlah aku tak mengerti. Mungkin wanita itu lebih segalanya  dari ibu. Ayah mungkin sudah lupa bagaimana perjuangan ibu untukmu. Tapi ya sudahlah, ayah nanti akan bilang bahwa ibu mendramatisir keadaan. Mungkin bagi ayah kami adalah sepele. Aku hanya ingin ayah tetap menyapa dan memeluk  kami walau ada wanita lain di belakangmu. Tahukah Ayah, aku hampa tanpamu. Ada yang hilang dalam perkembangan hidupku. Ada yang hilang sosok di hadapanku. Saka, selalu meniru kata-katamu. Itu bikin aku kangen sama Ayah. Kembalilah Ayah untuk kami. Kami butuh ayah ada di hadapan kami. Aku tak mau sepertimu, Ayah, aKu tak mau seringkali membuat perempuan menangis. Aku tak mau sepertimu  ayah, yang memalingkan wajah tampanmu. Aku tak mau sepertimu, ayah!

Ayu tersungkur membacanya. "Ampuni  aku, ya Allah," lirih Ayu. Suara tangisnya semakin lama semakin memudar ketika anak-anaknya terbangun dan memeluk Ayu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun