Mohon tunggu...
Perempuan
Perempuan Mohon Tunggu... Buruh - Mencintai adalah bentuk baktiku

Menulis akan selalu hadir sebagai karya hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketiadaanmu

9 April 2018   15:26 Diperbarui: 9 April 2018   15:38 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://wildan-ahmadi.blogspot.co.id


Kamu duduk manis dengan penuh senyuman. Setiap orang yang tak sengaja bertatap denganmu, kamu spontan melepaskan senyuman. Kamu tak tahu pasti sejak kapan kamu mulai senyum bahkan ketika kamu seorang diri. Kamu tak tahu pasti alasan apa yang membuat kamu mudah tersenyum.  

Ya selagi ini kamu bangun pagi sekali. Bergegas mandi dan berpakaian hingga meminta supirmu mengantarkanmu ke stasiun Tebet yang tak jauh dari rumahmu. Dengan penuh senyuman kamu duduk di sebuah kereta yang sesak. Kamu duduk di prioritas. Wangimu dan wajah cantikmu tak seimbang dengan umurmu. Kamu dengan percaya diri selalu menjelaskan "Maaf saya sudah berumur, boleh saya duduk?". Kamu tak mempedulikan reaksi para penumpang ketika kamu berkata itu. Padahal mereka menggerutu dan menyindirmu. Ya kamu hanya tersenyum manis.

Kamu selalu melakukan rutinitas menaiki kereta setiap hari. Entah pagi atau siang. Sesampai stasiun terakhir, dengan sigap kamu menelepon seorang driver taksi online. 

"Pak saya di Jakarta Kota, jemput ya" 

Terdengar kata "siap" dibalik Ponselmu. Tak lama taksi online sudah menjemputmu. Kamu langsung memberikan senyuman manis pada supir taksi online tersebut.

"Kemana bu?"

"Villa saya di Puncak"

Sepanjang perjalanan ke puncak, kamu bercerita dengan cerita yang sama. Kamu bercerita tentang suamimu yang sangat sukses menjadi walikota bahkan suamimu sekarang sedang sibuk mencalonkan gubernur di salah satu daerah. Namun supir selalu mengatakan kalimat "Kok tak ada  ibu bersama suami ibu di media?"

Kamu langsung terdiam. Matamu memerah dan tak sadar air mata terus menetes. Ya supir online itu sengaja mengatakan kalimat itu supaya kamu berhenti bercerita dan tersenyum. Sepanjang perjalanan ke puncak, sendu di matamu tak berhenti. Sesampainya di Villa, kamu langsung masuk kamar dan berbaring hingga menangis kencang. Supir online itu menghampiri dan memberikan sesuatu yang sering kamu minum. Kamu terdiam dan meminumnya dan setelah itu memeluk si supir online itu. 

Hari yang semakin menanjak ke kegelapan, kamu duduk menatap langit. Sesekali merentangkan badan seksimu dengan busana tidur. Senyum yang mengembang terus terpancar. Supir online itu menemani dengan penuh kebosanan. Dia prihatin denganmu yang tak pernah bangun dari mimpimu. Dia prihatin atas cerita suamimu yang tak pernah mengakuimu kepada publik bahwa kamu adalah istrinya. Dia prihatin atas hatimu yang begitu tersayat-sayat saat kamu memandang suamimu dengan wanita lain di setiap media. Ya dia sangat prihatin padamu. Terselipkan doa agar kamu tersadar dalam mimpimu yang semakin lama merenggut nyawamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun