Mohon tunggu...
Rasinah Abdul Igit
Rasinah Abdul Igit Mohon Tunggu... Lainnya - Mengalir...

Tinggal di Lombok NTB, pulau paling indah di dunia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Wakil

13 Februari 2014   23:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Namanya saja wakil; orang yang didelegasikan mengurus sesuatu oleh yang diwakilinya. Rakyat terlalu banyak pekerjaan mulai dari mengurus sawah, mengurus kios pasar, mengurus sekolah dan lain-lain. Karena rakyat sibuk, rakyat menunjuk wakil untuk mengurus segala keperluan yang bersinggungan dengan kekuasaan negara. Atau barangkali rakyat terlali sibuk susah, sibuk dengan terus naiknya harga tanah, langkanya pupuk setiap musim tanam padi. Karena kesibukan ini, rakyat menunjuk walil yang bertugas mencari tau apakah susah mereka itu disebabkan institusi negara tidak beres mengurus hajat hidup rakyat atau penyebab lain.

Wakil tidak boleh berbeda dengan yang diwakilinya. Lebih tepatnya wakil adalah pesuruh yang diupah dengan gaji dan jangka waktu kerja tertentu. Wakil tidak diperkenankan melebihkan atau mengurangi pekerjaan diluar batas fungsinya sebagai wakil. Wakil bukanlah pemberi mandat, karena itu jika ada wakil yang lebih gaya dan seolah-olah menjadi bos dihadapan konstituen, membagi sembako layaknya eksekutif, maka ini sudah diluar ketentuan. Jika ada calon wakil yang berjanji akan membangun jembatan desa setelah terpilih nanti, maka sebenarnya si calon sedang belajar memberontak terhadap si pemberi mandat sejak awal.

Pola hubungan pemberi mandat dengan wakil itu bersifat langsung, tidak meliuk-liuk melewati partai politik, ekanisme-mekanisme prosedural dan sebagainya. Hubungan kedunya seharusnya diatas hubungan-hubungan formal semata. Rakyat seharusnya bisa menghukum langsung wakilnya jika terbukti tidak bisa menjadi wakil yang baik sebagaimana mereka dulunya langsung-langsungan menawarkan diri sebagai wakil. Rakyak seharusnya berdauat menyusun daftar keinginan yang wajib disampaikan oleh si wakil.

Wakil diperlukan oleh orang yang tidak bisa mengerjakan banyak hal dalam waktu yang hampir yang bersamaan. Jika mereka merasa mampu melakukannya, mereka tidak membutuhkan wakil. Dari sini muncul istilah golongan putih, Golput, mereka yang secara sengaja tidak mau menunjuk wakil. Mereka merasa bisa melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan wakil sebatas pengertian mereka. Misalnya, mereka bisa langsung mendemo bupati jika jalan kampung mereka tak kunjung diperbaiki. Mereka juga bisa membuat sarana air bersih secara swadaya karena saban tahun diperjuangkan wakil tidak juga terwujud.

Mereka yang tidak memerlukan wakil bisa jadi karen a dulunya sering ditipu wakil. Wakil sudah tidak penting karena suka bohong, tidak amanah, tidak menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Wakil sudah tidak penting karena setelah ditunjuk mereka malas, jarang ikut rapat anggaran, doyan berzinah, menggarong dan banyak keburukan lainnya.

Tugas wakil demikian kompleks. Selain dibebankan pekerjaan, mereka juga mewakili wajah serta bagian-bagian personal dan sosial pemberi mandat. Seseorang tidak akan serta merta menunjuk wakil sebelum ia mengenal betul latar belakangnya. Ini yang namanya track record, catatan hidup. Catatan hidup tidak bisa dikibulin dengan teknik-teknik kamuflase semu. Calon akan cepat dibaca sebagai orang yang tidak sungguh-sungguh berniat menjadi wakil jika mulai dekat hanya menjelang Pemilu saja. Calon mengelebui pemberi mandat dengan merubah diri menjadi dermawan, padahal catatan hidupnya bercerita ia seorang kikir.Calon mendustakan catatan hidupnya sebagai jongos dengan berpura-pura menjadi oposan sejati. Demikianlah seterusnya.

Meski bernama wakil, nyatanya ini pekerjaan seksi dan prestisius. Di jalanan, di batang pohon dan tiang listrik, di sudut-sudut gang kampung, orang riuh berlomba mendapat kepercayaan si pemberi mandat. Stiker dan jargon mereka bersaing ketat dengan iklan jasa kuras WC, selebaran jaminan BPKB atau selebaran-selebaran lainnya. Wakil itu status terhormat yang karenanya calon melengkapi baliho mereka dengan foto leluhur, posisi sosial yang sedang disandang plus bumbu-bumbu semboyan. Kesombongan dihalalkan, tidak peduli yang nyalon itu kyai atau preman pasar. Hanya satu yang diinginkan; ketertarikan pember mandat. Aha. Jika wakil itu penerima mandat pekerjaan, lalu apa pula maksudnya mereka merubah diri menjadi artis bertabur titel kehormatan seperti itu?

Baiklah. Baik buruk wakil juga ditentukan oleh seberapa bagus ukuran-ukuruan yang dipakai pemberi mandat melakukan pemilahan. Entah karena ujung pangkalnya seperti apa, posisi kuasa pemberi mandat terjungkir balik. Mereka dikepung banyak pelamar. Mereka dikitari banyak tawaran dan iming-iming. Satu calon menawarkan Rp 50 ribu per suara, calon lain menawarkan lebih banyak dari itu. Calon A menawarkan model prabayar, calon B menjanjikan pasca bayar yang lebih gede. Logika ideal ”wakil-diwakili”menjadi kabur. Wallahu a’lamu bissawab

Gerung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun