Mohon tunggu...
R ANGGOROWIJAYANTO
R ANGGOROWIJAYANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru Tetap Yayasan di SMP Santo Borromeus Purbalingga

Saya adalah seorang Guru Swasta yang menyukai dunia tulis menulis dan tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka Tanpa Merdeka Administrasi

13 Desember 2022   10:00 Diperbarui: 13 Desember 2022   10:03 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Digulirkannya Kurikulum Merdeka oleh Pemerintah pada Tahun Pelajaran 2022/2023 membawa banyak perubahan besar dalam dunia pendidikan di tanah air. Peluncurannya yang tanpa adanya piloting sekolah menjadikan semua harus belajar secara mandiri lewat konten Merdeka Belajar yang dikelola oleh Kemendibud. Alih-alih akan lebih mudah memahami tapi justru membuat prosentase kepersertaan guru dalam mengikuti konten Merdeka Belajar kurang dari target yang diharapkan. Niat baiknya sebenarnya ada untuk menghemat anggaran pelatihan offline yang banyak memakan biaya tetapi efektifitasnya kurang akibat kurangnya contoh dari tindakan yang diharapkan dari Kurikulum Merdeka.

Sebenarnya Kurikulum Merdeka adalah sebuah kemajuan dalam dunia pendidikan kalau dilihat dari paradigma cara mendidik siswa yang jauh dari cara konvensional yang selama ini menjadi zona nyaman bagi para pendidik. Kreativitas dalam mendidik dituntut ada dalam proses pembelajaran. Apalagi yang dihadapi adalah generasi Z yang sudah tidak berminat lagi mendengarkan guru berceramah tanpa polesan digitalisasi semenarik mereka bermain game online. Tentu tantangannya menjadi semakin besar untuk mengaplikasikan tuntutan pembelajaran. Namun yang menjadi aneh justru administrasi guru menjadi semakin rumit karena tidak ada pemangkasan yang berarti dalam mengerjakan administrasi pembelajaran. 

Alih-alih akan berkreasi dan berinovasi justru terbeban dengan administrasi pembelajaran. Target Kurikulum yang konon katanya tidak ada tetapi faktanya di lapangan tetap ada Penilaian Tengah Semester dan Sumatif Akhir Semester bersama se Kabupaten / Kota tetap ada. Kalau memang benar-benar merdeka harusnya sekolah diberi kebebasan dalam capaian materi bagi peserta didiknya secara jujur dan akuntabel sesuai potensi peserta didiknya masing-masing.

Lebih sulit lagi dalam hal penerimaan Tunjangan Profesi Guru bagi guru Swasta di sekolah kecil yang sangat berharap dengan adanya kurikulum Merdeka akan benar-benar memerdekakan meraka untuk memperoleh Tunjangan Profesi Guru. Namun yang terjadi justru semakin sulit karena perhitungan jam mengajar dan pembatasan minimal rombel serta pembatasan mencari jam diluar sekolah induk menjadikan semakin sulit menerima TPG. 

Seharusnya Kurikulum Merdeka benar-benar bisa memerdekakan semua insan pendidikan tak terkecuali guru sebagai aktor dalam pembelajaran. Administrasi yang terlalu birokratif harusnya disertai intensif yang mudah untuk didapatkan  ( TPG), pelatihan secara offline harus tetap diselenggarakan beriringan dengan online, piloting sekolah harus disediakan untuk bisa melihat secara langasung keberhasilan aplikasi Kurikulum Merdeka, dan yang lebih penting kejujuran dalam pembelajaran tidak hanya untuk menyenangkan atasan maka output penilaian siswa tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Tentunya pembinaan dari Pemerintah sangat diperlukan agar sekolah mampu menjalankan Kurikulum Merdeka secara lebih profesional dan akuntabel. Yang paling penting jangan membuat proyek yang justru keluar dari makna Kurikulum Medeka yaitu Test Bersama. Salam sehat !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun