Mohon tunggu...
Qusyaini Hasan
Qusyaini Hasan Mohon Tunggu... Editor - Content writer, Editor, dan CEO aruscomm.id

Content writer, Editor, dan CEO aruscomm.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menanti Jakarta Bebas Banjir, Realistiskah?

18 November 2022   22:03 Diperbarui: 18 November 2022   22:30 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Banjir masih menjadi persoalan yang tak kunjung teratasi di Jakarta. Dari tahun ke tahun, bahkan saat pemimpin daerah silih berganti, banjir masih saja menjadi hantu bagi warga Jakarta. Karena itu, ada baiknya Pemprov DKI Jakarta menempuh berbagai langkah strategis dalam mengendalikan banjir.

Pemprov DKI Jakarta dapat melakukan naturalisasi sungai dan waduk sesuai amanat Pergub No. 31 Tahun 2019. Dengan adanya Pergub ini, pembangunan prasarana dan sarana sumber daya air dituntut untuk memperhatikan penataan ruang terbuka hijau, penyediaan sarana prasarana umum, ekologi lingkungan pengelolaan sampah dan kualitas air, ekonomi, serta pemberdayaan masyarakat.

Salah satu upaya yang tengah digalakkan Pemprov DKI Jakarta adalah program yang tidak berorientasi pada betonisasi, seperti program Gerebek Lumpur dengan mengintensifkan pengerukan pada selokan, kali, situ, waduk, lalu membuat olakan-olakan, hingga memperbaiki saluran air.

Keberadaan Ruang Limpah Sungai (RLS) di tiga sungai di Jakarta bisa menjadi salah satu upaya penanganan banjir dengan pendekatan berbasis alam. Inilah wujud konsep baru dalam mengendalikan air yang berlimpah di sungai, untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sudah menahun di Jakarta.

Konsep yang digunakan dalam RLS ini adalah menampung air sungai yang volumenya meningkat saat banjir dan hujan lebat. Sementara, ketika air sungai surut, ruangan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat.

Infrastruktur yang dibangun dalam RLS ini dapat menjadi kombinasi yang tepat antara ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru, selanjutnya diharapkan dapat mengembalikan ekosistem sungai seperti sedia kala.

Begitu juga dengan pembangunan tanggul maupun pembangunan peningkatan kapasitas sungai yang tengah digalakkan belakangan ini. Pembangunan tersebut diharapkan mampu meminimalisir potensi genangan yang terjadi di sejumlah kawasan di Jakarta.

Hal ini patut diapresiasi karena langkah ini dapat mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.

Penyiagaaan pompa sepanjang tahun juga menjadi keniscayaan, tepatnya dengan memperbanyak lokasi rumah pompa. Sejauh ini , terdapat 457 pompa stasioner di dekat sungai, waduk, maupun pintu air. Ada pula 282 unit pompa mobile atau portabel yang tersebar di lima Kota Administrasi. Pemprov DKI Jakarta juga mendatangkan tambahan pompa mobile sebanyak 40 unit.

Pemprov DKI Jakarta juga harus menambah keberadaan ruang terbuka hijau yang turut menjadi kawasan serapan air hujan. Taman-taman baru hendaknya terus diupayakan untuk melengkapi 57 Taman Maju Bersama (TMB) yang sudah ada.

Kurangnya daerah tangkapan hujan dan penurunan muka tanah (land subsidence) juga perlu diantisipasi, misalnya dengan membuat drainase vertikal untuk membantu penyerapan air ke tanah dan menampung cadangan air bersih secara masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun