Mohon tunggu...
Quenela Mutiara Cantika
Quenela Mutiara Cantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Reguler Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2019

loves to write with evidence based

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stigma Masyarakat, Berpengaruhkah terhadap Angka Kasus HIV/AIDS?

19 Oktober 2021   00:26 Diperbarui: 19 Oktober 2021   00:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Stigma buruk dan diskriminasi terhadap ODHA masih marak terjadi di masyarakat. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) cenderung diasingkan dan tidak mendapatkan perlakuan positif dari masyarakat yang akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan dan kesehatan mental ODHA. Hingga saat ini, kasus HIV/AIDS pun masih terbilang cukup tinggi. Terdapat sebanyak 37,9 juta individu di dunia yang terinfeksi HIV dan 770 ribu jiwa diantaranya meninggal karena AIDS (UNAIDS, 2018). Di Indonesia sendiri, per Maret 2019, jumlah kumulatif kasus HIV mencapai 338.363 jiwa dan jumlah kumulatif AIDS mencapai 115.601 jiwa (Kemenkes RI, 2019).

Menurut WHO, Human Immunodeficiency Virus (HIV) didefinisikan sebagai virus yang mengganggu sistem kekebalan tubuh individu dan membuat pertahanan individu tersebut menjadi lemah sehingga mudah untuk terinfeksi penyakit. Jika tidak melakukan pengobatan selama bertahun-tahun, maka HIV akan bermanifestasi menjadi Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Umumnya kondisi tersebut berbeda-beda pada tiap individu. 

Mirisnya, banyak orang yang terinfeksi HIV namun enggan untuk melakukan pengobatan karena adanya palabelan negatif terhadap ODHA yang diyakini tidak dapat diterima secara sosial. Masyarakat cenderung beranggapan bahwa hanya kelompok tertentu yang dapat terkena HIV dan hal itu merupakan akibat dari perbuatan yang dilakukan, selain itu masyarakat juga merasa bahwa membuat penilaian moral tentang ODHA dapat menjadi langkah pencegahan penularan HIV (CDC, 2021). Adanya stigma menyebabkan ODHA takut untuk menungkapkan status mereka dan cenderung menimbulkan “self-stigma”, yaitu keadaan dimana seseorang menerima gagasan dan stereotip negatif tentang ODHA lalu mulai menerapkan hal tersebut pada dirinya. 

Stigma masyarakat yang terlontarkan kepada ODHA dipengaruhi oleh beberapa asumsi dari masyarakat sekitar seperti, penyakit yang sudah tidak dapat dicegah maupun dikendalikan, orang yang memiliki penyakit ini adalah “orang yang tidak memiliki moral”. Selain itu, munculnya ketakutan dalam diri yang juga dapat resistansi terhadap tes HIV, kemudian rasa malu untuk menjalani proses pengobatan HIV, serta ada rasa enggan dalam diri untuk menerima beberapa pendidikan yang layak mengenai HIV. Dalam hal ini, self-stigma dapat menyebabkan perasaan malu, terisolasi, dan putus asa. Perasaan tersebut yang dapat menghalangi orang untuk melaksanakan tes dan pengobatan untuk HIV. Dengan kata lain, stigma terhadap ODHA berdampak terhadap peningkatan angka kasus HIV/AIDS.

Oleh karena itu, stigma terhadap ODHA berakar dari ketakutan seseorang untuk terinfeksi HIV. Masih terdapat kesalahpahaman di lingkungan masyarakat terkait HIV/AIDS, seperti bagaimana HIV ditularkan dan apa artinya hidup dengan HIV. Kurangnya informasi dan kesadaran menjadi faktor munculnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Bentuk nyata dari hal tersebut dapat dilihat dari beberapa peristiwa di lapangan, seperti seorang perawat kesehatan profesional yang menolak untuk memberikan pelayanan kepada ODHA, individu yang menolak melakukan kontak dengan ODHA, mengisolasi secara sosial anggota komunitas yang terinfeksi HIV, hingga perlakuan mencemooh orang dengan HIV/AIDS. Perlakuan negatif tersebut muncul karena seseorang enggan untuk bersentuhan dengan ODHA maupun berbagai macam benda yang telah dipakai oleh ODHA karena perasaan takut tertular. 

Padahal kenyataannya HIV tidak dapat ditularkan melalui kontak fisik seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, menggunakan benda pribadi, dan berbagi makanan maupun minuman. Penularan HIV hanya dapat terjadi melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi, seperti air susu ibu, air mani, darah, serta cairan vagina (WHO, 2021). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stigma terhadap ODHA memiliki hubungan erat dengan tingkat pengetahuan, yaitu semakin rendah tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS maka semakin besar potensi memiliki stigma terhadap ODHA. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pembenahan terkait stigma dan diskriminasi terhadap ODHA yang dapat dilakukan melalui pemberian edukasi kesehatan kepada masyarakat mengenai HIV/AIDS, optimalisasi peran tokoh masyarakat, serta menciptakan lingkungan yang ramah dengan memberi dukungan sosial terhadap ODHA.


Disusun oleh
Kristiara Amalia & Quenela Mutiara

Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Nuwa, M., 2019. Penanganan Terhadap Stigma Masyarakat tentang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Komunitas. [online] Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Available at: <https://www.researchgate.net/publication/333357239_Penanganan_Terhadap_Stigma_Masyarakat_tentang_Orang_Dengan_HIVAIDS_ODHA_di_Komunitas> [Accessed 8 October 2021].

Rizki, S., Sutiaputri, L. and Heryana, W., 2020. STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (HIV DAN AIDS) DI KOTA BANDUNG. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun