Mohon tunggu...
si qoqon
si qoqon Mohon Tunggu... -

pengembara yang tak bisa berhenti belajar. pernah tinggal di jabodetabek dan dipanggil si qoqon. masa itu banyak mengenal berbagai manusia dari seluruh indonesia. masa kini sesekali bercuit di @siqoqon :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seperti Apakah Buta Huruf Fungsional?

2 Januari 2019   13:47 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:59 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana UN siswa SMP (Foto: Dok. SMP 3 Gianyar)

Beberapa waktu yang lalu, jagad media sosial ribut karena kata-kata capres Prabowo Subianto tentang 55% orang Indonesia buta huruf fungsional. Referensi datanya berasal dari Bank Dunia, namun Bank Dunia merujuk pada data PISA (Programme International School Assessment). 

PISA adalah program yang diselenggarakan oleh OECD (organisasi negara-negara ekonomi kuat untuk pengembangan ekonomi dunia). Pada umumnya, program-program OECD bertujuan mengevaluasi kemajuan berbagai negara baik anggota maupun bukan (seperti Indonesia).

Tes PISA berisi soal-soal matematika, IPA, dan membaca (reading literacy) yang diikuti oleh berbagai negara di dunia dalam bahasa negara masing-masing. Tes yang menguji anak-anak umur 15 tahun ini diadakan 3 tahun sekali sejak tahun 2000. 

Saat ini, data tes 2018 baru akan dirilis akhir 2019. Sedangkan yang terdapat dalam laporan Bank Dunia merupakan hasil tes tahun 2015 yang baru dipublikasikan akhir 2016. Bayangkan adik/anak kita seumuran anak-anak di foto di atas mengalami buta huruf fungsional?

Alih-alih ikut ribut di jagad media sosial, saya jadi ingat sudah pernah membaca hasil tes PISA ini beberapa tahun yang lalu. Data tahun 2013 (hasil tes 2012) dan 2016 (hasil tes 2015) saya baca di blog penulis buku "Indonesia Etc", Elizabeth Pisani.  Di situ disebutkan bahwa hanya 25% peserta tes dari Indonesia yang mampu mengerjakan soal Matematika level 2 ke atas. Level 1 dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mari kita lihat contoh soalnya:

"Empat mobil memiliki kapasitas mesin yang berbeda-beda: Alpha: 1.79, Bolte: 1.796, Castel: 1.82, Dezal: 1.783.  Mobil manakah yang memiliki kapasitas mesin terkecil?" 

Soal level 2 tersebut tidak bisa dijawab oleh 75% peserta tes dari Indonesia!

Menurut ulasan Tirto, definisi "buta huruf fungsional" PISA adalah ketidakmampuan mengerjakan soal-soal membaca level 2 ke atas. Saya jadi buka-buka laporan PISA tahun 2012 untuk mencari tahu soalnya. Salah satunya adalah seperti di bawah ini.

Foto: cuplikan dari dokumen resmi PISA (www.oecd.org/pisa)
Foto: cuplikan dari dokumen resmi PISA (www.oecd.org/pisa)
Contoh soal ini adalah tentang penerbangan balon udara oleh Singhania, yang dikisahkan dalam bentuk infografis. Dari potongan infografisnya, ada gambar balon dengan tinggi 49 m dan balon kecil dengan tulisan "ukuran balon udara pada umumnya". Pertanyaannya adalah "Mengapa gambar tersebut menunjukkan dua balon?" Jawabannya adalah memilih salah satu di bawah ini. 

"A. Untuk membandingkan ukuran balon Singhania sebelum dan sesudah dikembangkan | B. Untuk membandingkan ukuran balon Singhania dengan balon udara yang lain | C. Untuk menunjukkan bahwa balon Singhania terlihat kecil dari bawah | D. Untuk menunjukkan bahwa balon Singhania hampir bertabrakan dengan balon lain"

Soal seperti itu tidak bisa dijawab oleh 55% peserta tes dari Indonesia!

Dari laporan PISA 2015 khusus Indonesia (PDF), ditemukan beberapa fakta yang bisa kita pertimbangkan:

1. Sejak 2006, pada umumnya skor Indonesia terus meningkat. Walaupun peningkatannya cukup sedikit, hal ini menunjukkan ada perbaikan pada sistem pendidikan di Indonesia.

2. Untuk bidang IPA, siswa kelas 10 SMA lebih bagus skornya daripada siswa kelas 9 SMP. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan rendahnya skor disebabkan karena sebagian besar peserta tes dari Indonesia adalah kelas 9 SMP.

Definisi buta huruf fungsional sudah dibahas oleh tulisan lain di Kompasiana, yaitu salah satunya adalah bisa membaca teks namun tidak bisa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks itu. Hal ini membuat saya berpikir bahwa pendidikan Indonesia zaman sekarang masih seperti zaman saya umur 15 dahulu. 

Saat itu tahun 1994, pelajaran Bahasa Indonesia kebanyakan membahas kosa kata. Untuk bidang sastra, lebih banyak menghafal nama sastrawan, karya-karyanya, tokoh-tokohnya, dan tahun-tahun angkatannya dibanding benar-benar membaca karya-karya sastra itu. Alangkah lebih baiknya jika kami dipinjami buku Sitti Nurbaya karya Marah Roesli dan dijatah membaca beberapa halaman per minggu, dan dibimbing untuk diskusi pengalaman subyektif tokoh-tokohnya dan mempelajari bagaimana penulis menyajikan karakter tiap tokohnya. 

Setelah mengintip isi buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas 9 SMP melalui situs Buku Sekolah Digital kurikulum 2013, saya jadi optimis. Buku tersebut menekankan bahwa Bahasa Indonesia adalah Wahana Pengetahuan. Sesuai dengan makna reading literacy menurut PISA.

Bahasa Indonesia tidak ada artinya jika tidak digunakan untuk kegiatan memperoleh pengetahuan. Bagian pertama buku itu adalah membaca teks yang berupa ilustrasi kisah dan lalu belajar menuliskan hasil investigasi layaknya wartawan. Bagian kedua membaca teks yang berisi opini dan lalu belajar bagaimana menyampaikan pendapat secara kritis. Bagian ketiga membaca laporan eksperimen dan lalu belajar menuliskan hasil eksperimen. Buku itu penuh berisi teks demi teks saja, tanpa hafalan kosa kata satu pun!

Sepertinya, orang-orang dewasa hasil didikan kurikulum zaman lampau perlu ikut belajar lagi bersama adik/anak kita di kelas 9 SMP saat ini. Tujuannya supaya tidak lagi mudah termakan hoax, tidak lagi reaksioner berlebihan di media sosial, dan lebih bijak mengolah pendapat yang berbeda-beda.

Semoga hasil PISA tahun 2018 ini akan ada perkembangan lagi. Kita tunggu akhir 2019!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun