Mohon tunggu...
si qoqon
si qoqon Mohon Tunggu... -

pengembara yang tak bisa berhenti belajar. pernah tinggal di jabodetabek dan dipanggil si qoqon. masa itu banyak mengenal berbagai manusia dari seluruh indonesia. masa kini sesekali bercuit di @siqoqon :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Taman Nasional pun tak Bebas dari Sampah

27 Agustus 2015   13:28 Diperbarui: 27 Agustus 2015   13:28 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sampai curhat kepada para petugas TN Baluran tentang banyaknya sampah di hutan. Bapak petugas yang rajin menyapu di pantai malah beralasan bahwa sampah itu datang dari laut, bukan dari darat. Padahal saya bukan lagi menyalahkan dia untuk urusan pengelolaan sampah. Saya justru menyayangkan kalau pekerjaan bapak ini harus dibebani dengan menyapu begitu banyak sampah, sementara pengunjung bisa buang sampah sendiri!

Waktu curhat ke bapak petugas di daerah savana, saya mendapat pengetahuan baru. Ternyata, penyebab utama monyet-monyet menjadi beringas adalah para pengunjung juga. Mereka terbiasa diberi makanan manusia, sehingga monyet-monyet ini tidak lagi betah dengan buah-buahan di hutan maupun hewan kecil yang ditemukan di pantai. Mereka lebih suka makanan ala manusia mulai dari kerupuk sampai ayam goreng. Mereka juga overpopulasi, alias berkembang biak sangat banyak.

Sampai di pintu gerbang, sebelum kami pulang, curhat saya juga sampai ke salah satu bapak petugas. Masalah monyet beringas inilah yang sedang menjadi masalah utama. Monyet-monyet menjadi semakin mencari makanan manusia, sehingga banyak dari mereka sudah keluar ke pinggir jalan raya Situbondo-Banyuwangi, dan meminta makan pada manusia. Saya yang bukan ahli lingkungan, pernah membaca bahwa perkembangbiakan monyet itu tergantung dari ketersediaan makanan juga. Monyet yang kelaparan akan lebih jarang melakukan kegiatan prokreasi (mirip manusia juga, ya?). Para petugas berencana mengganti tulisan di papan pengumuman di pintu masuk dengan poster besar "dilarang memberi makan hewan". Taman nasional adalah tempat hewan hidup sesuai habitatnya, dan TN Baluran sudah menunjukkan bukti akibat campur tangan manusia.

Ketika curhat saya berlanjut tentang sampah yang banyak, bapak petugas menyebutkan bahwa pada saat libur Lebaran memang pengunjung membludak dan kebanyakan memang pengunjung lokal yang hanya untuk piknik sejenak. Mereka meninggalkan sampah yang begitu banyak. Saya berusaha mencari tahu jenis perilaku manusia pengunjung TN Baluran, karena sungguh penasaran, bagaimana caranya supaya mereka bisa buang sampah pada tempatnya?

Bapak petugas melanjutkan kisah pada saat dia memboncengkan turis bule dengan motor untuk masuk ke dalam taman nasional. Saat itu, di depan mereka ada mobil mewah yang tiba-tiba berhenti dan membuang sampah begitu saja di jalan di tengah hutan itu. Si turis minta si bapak menghentikan motornya, dan berlari mengejar si mobil yang baru beranjak. Si turis mengambil sampah tersebut, dan dengan tegas meminta si pemilik mobil untuk membawanya lagi dan membuangnya kalau ada tempat sampah.

Para petugas berencana akan membagikan kantong sampah untuk setiap pengunjung yang masuk. Sungguh miris, kalau yang punya mobil saja ogah menyimpan sisa makanannya sendiri di dalam mobilnya. Apalagi tong sampahnya sangat terjangkau kalau naik mobil! Daerah yang tidak ada tong sampahnya hanya di hutan sepanjang 12km antara pintu masuk dan savana Bekol, dan di jalan kering sepanjang 3km antara savana Bekol dan pantai Bama. Jalan tersebut tidak nyaman untuk dijadikan tempat piknik keluarga, sehingga sudah wajar tong sampah disediakan di savana dan pantai, di mana ada penginapan dan tempat piknik.

[caption caption="Botolnya kok dibuang begitu saja di pinggir gubuk piknik?"]

[/caption]

Hari itu saya amati, pengunjung tempat piknik (foto di atas) bukan keluarga melainkan sekelompok anak muda yang semuanya laki-laki. Setelah nongkrong di situ pada jam makan siang, mereka melanjutkan perjalanan dengan mobilnya dan lalu berfoto-foto di savana. Belum tentu mereka pelaku pembuangan botol plastik itu, tapi saya bisa ngamuk kalau melihat mereka melakukannya!

Para petugas juga akan membuat pengumuman dengan loudspeaker kalau pengunjung membludak lagi kelak. Mereka akan membuat peringatan berkali-kali bagi pengunjung untuk tidak memberi makan hewan. Mungkin juga berguna untuk memperingatkan mereka supaya membuang sampah pada tempatnya. Saya masih penasaran. Kenapa kita perlu diperingatkan berkali-kali untuk membuang sampah pada tempatnya? Kenapa kesadaran itu tidak timbul sendiri?

Sebagai penutup, mungkin ada baiknya kita juga perlu menyadarkan masyarakat pada umumnya, bahwa taman nasional bukanlah tempat piknik sembarangan. Bukan tempat seperti di tengah kota di mana kita manusia bebas jadi raja penguasa kawasan. Taman nasional adalah tempat di mana alam perlu sesedikit mungkin diutak-atik oleh manusia. Di bawah Departemen Kehutanan RI, semua taman nasional di Indonesia diawasi kelestarian ekosistemnya, dan difasilitasi untuk jadi tempat wisata. Taman nasional terbuka untuk umum, sehingga kita bisa menikmati alam segar tanpa polusi dengan membayar biaya masuk yang akan berguna untuk biaya operasional mereka. 

Di tengah kota saja kita tidak bisa memaklumi yang buang sampah sembarangan di antara banyaknya tong sampah umum yang disediakan. Apalagi di tengah hutan, di sebuah kawasan taman nasional?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun