Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Strategi Grab "Menjilat" Kemenhub untuk Monopoli Ojol di Indonesia

6 Mei 2019   11:32 Diperbarui: 6 Mei 2019   12:37 11842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi Industri 4.0 ini semakin tak terbendung, dinamika paling nyata ada di angkutan daring atau ride hailing alias ojol. Dinamika terjadi karena kompleksnya isu baik pada persaingan pasar ataupun "cawe-cawe" pemerintah yang memang seharusnya ada (wong namanya pemerintah). Regulasi harus jelas dan tepat tentunya, supaya mitra driver terlindungi keberlangsungan usaha dan pekerjaannya.

Gojek dan Grab adalah sebuah persaingan, prestise dan juga menjadi sebuah kajian yang menarik bagi awam. Dimulai dari munculnya Gojek sebagai Karya Anak Bangsa di Indonesia yang kemudian sangat booming bahkan menarik hati startup asing seperti Uber dan Grab. 

Dengan konsep yang sama yaitu ride hailing, Uber dan Grab ikut menjamur dan jadi pilihan masyarakat karena kemudahan yang ditawarkan. 

Awalnya tidak ada perhatian dari pemerintah selain membuka kesempatan seluas-luasnya dan didukung penuh untuk berkembang oleh Presiden Jokowi.

Masih ingat wacana penghapusan ojek online karena tidak ada regulasi dan payung hukum untuk moda tersebut? Ketika itu Menteri Perhubungan Jonan mengumumkan akan menghapus sampai keluar produk hukum terkait ojol. 

Masyarakat (pengguna jasa dan mitra driver) protes keras dan selang sehari Presiden Jokowi sendiri yang memastikan ojol tidak dilarang dan biar terus berkembang. 

Kebutuhan akan ride hailing alias ojol memang sangat tinggi tanpa ada survey atau kajian, keluar rumah dan nikmati Jakarta pasti ijo-ijo bersliweran mengantar penumpang dan pesanan.

Persaingan bisnis selalu menajam ketika bisnis mulai berjalan dengan prospek yang cerah kedepan, Uber jadi korban dan akhirnya menghilang dan dimerger oleh Grab. 

Walaupun drivernya saat itu justru ribuan pindah ke Gojek karena terkait sistem rekrut, validasi dan juga keamanan bagi ce-es (konsumen pemakai jasa). 

Saat itu ex driver Uber pindah ke Gojek karena sekali daftar langsung bisa "ngebid" sedangkan jika ke Grab harus ribet proses mutasi perusahaan.

Muncul 2 pemain besar, yang pertama adalah Gojek sebagai Karya Anak Bangsa dan Grab yang asli Malaysia. Persaingan mereka seru untuk disimak baik ditataran driver ataupun konsumen, mulai dari pelayanan dimana Gojek lebih sedikit kasus yang merugikan penumpang dibanding Grab yang hampir tiap bulan terjadi serangan dan pelecehan seksual sampai akhirnya Grab meluncurkan tombol darurat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun