Mohon tunggu...
qadja amarullah
qadja amarullah Mohon Tunggu... Freelancer - college student

on my 20th year attempt of being a good person.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Modern Slavery, Truth Behind The Hidden Crime

13 Maret 2020   15:02 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:28 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo by Lisa Kristine

If you think slavery is all in the past, maybe you should think again. Modern slavery is real and it's happening right in front of our eyes.

Perbudakan. Kata yang tidak asing di telinga, namun terdengar sangat ancient, bukan? Perbudakan muncul ribuan tahun sebelum kehidupan modern. Pada zaman Mesopotamia, 10.000 tahun yang lalu, budak laki – laki dijual seharga kebun kurma dan perempuan diperjualbelikan untuk memenuhi kegiatan seksual sang majikan, dimana kebebasan hanya bisa didapatkan jika sang majikan meninggal dunia. Perbudakan juga terjadi di belahan bumi lain, India, Afrika, China, Timur – Tengah, hingga negara – negara Eropa dan Amerika (Soeprapto & Soeprapto, 2003).

Pada 10 Desember 1948, Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mengadopsi Universal Declaration of Human Rights sebagai standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan negara, yang memberikan dan menjamin pengakuan atas hak – hak dan kebebasan – kebebasan setiap manusia. Isu perbudakan tercantum jelas dalam Pasal 4,

“Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun harus dilarang.”

 Walaupun sekarang perbudakan sudah dilarang secara universal, dibawah perlindungan organisasi dan hukum internasional, eksistensi perbudakan saat ini masih banyak ditemui. 

Perbudakan tidak hilang, namun berubah wujud dan terus membahayakan jutaan hidup di seluruh dunia. Dalam era modern, perbudakan muncul di medan perang Syria dan Iraq, perempuan yang terpaksa melakukan prostitusi, pengeksploitasian anak – anak dalam perang di Republik Demokratik Kongo, dan mereka yang kehidupannya dikontrol oleh para pengambil keuntungan.

Menurut ILO, sekitar 40 juta orang di seluruh dunia kini sedang diperbudak dan setidaknya 10 juta dari mereka adalah anak – anak. Praktik perbudakan modern bukan lagi tentang seseorang yang ‘memiliki’ orang lain secara harfiah, namun cenderung mengarah ke pengeksploitasian dan perampasan kemerdekaan seseorang untuk mengambil keuntungan. 

Perbudakan modern biasanya berupa kerja paksa, perdagangan manusia, eksploitasi seksual, pernikahan paksa dan perbudakan rumah tangga. Dari semua bentuk perbudakan modern, kerja paksa dan eksploitasi seksual merupakan praktik perbudakan yang paling sering ditemui. 

photo by Lisa Kristine
photo by Lisa Kristine

Perbudakan bisa terjadi pada siapapun dan dimanapun, di negara maju maupun negara berkembang. Perbudakan biasanya masuk di lingkungan yang sangat rentan, seperti mereka yang hidup dalam kemiskinan dan rela untuk melakukan kerja apapun untuk menghasilkan nafkah, that way it’s easier for the profiteers to take advantage of them

Dalam indeks tahun 2016, Walk Free Foundation mengurutkan 10 negara dengan jumlah perbudakan paling banyak di dunia: Korea Utara, Uzbekistan, Kamboja, India, Qatar, Afrika Tengah, Mauritania, Haiti, Myanmar, dan Bangladesh 

image: Global Slavery Index
image: Global Slavery Index

Kevin Bales, ekspert dalam perbudakan modern menjelaskan bahwa isu perbudakan adalah sebuah kejahatan ekonomi, “Mereka memperbudak orang lain bukan hanya semata – mata ingin berbuat jahat, tapi demi mendapat keuntungan.” 

Setiap tahun, para traffickers mendapatkan keuntungan hingga 150 miliar dollar AS (International Labor Organization, 2017). Hampir semua produk yang kita konsumsi, dari pakaian, gadgets, hingga makanan, memiliki unsur kerja paksa dan eksploitasi dalam proses pembuatannya. 

Industri kopi, tembakau, kapas, tambang, agrikultur dan manufaktur merupakan beberapa industri besar yang berkaitan dengan kerja paksa. Most of us, maybe including the factories who make the products, got little to zero clue on when or where it actually happens. 

So how do we end modern day slavery? Penegakan hukum yang lebih ketat, pembuatan kebijakan perusahaan dengan tanggung jawab sosial, name and shame para pelaku, dan yang terakhir spread the word!  

“There is a security imperative to make sure that slavery as an institution does not take hold and grow. We must stand against it and roll it back.” - E. Benjamin Skinner, Transparentem

References:

Soeprapto, P., & Soeprapto, S. (2003, June 17). VOA Indonesia. Retrieved March 11, 2020, from VOA Web site: voaindonesia.com

International Labor Organization. (2017, September 19). International Labor Organization. Retrieved March 12, 2020, from International Labor Organization web site: ilo.org

Komnas HAM. (1948, December 10). Komnas HAM. Retrieved March 12, 2020, from Komnas HAM RI: komnasham.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun