Mohon tunggu...
Ki Putusemar
Ki Putusemar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

now, here I stand, a man among many... who's believe one man, one mouth, one keyboard, one idea, one click, one touch can change the world #GerilyawanCyber

Selanjutnya

Tutup

Politik

Esensi Demokrasi : "The Open Games"

14 Juni 2011   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_113996" align="alignleft" width="300" caption="big thing"][/caption] Esensi dasar kita memilih Demokrasi adalah mengajarkan bahwa siapapun termasuk penguasa harus bermain terbuka, oposisi mengamati dan memberikan punihsmen atas tindakan penguasa right or wrong melalui aturan-aturan yang diterapkan secara transparan, melalui sistem yang terbuka. Jadi dalam era itu open system, open management adalah suatu kewajiban yang harus diterapkan. Ibaratnya kalau penguasa pengen beli gorengan di pinggir jalan sekalipun harus dilakukan secara terbuka, kelihatan oleh rakyatnya. Siapa yang disuruh beli gorengan itu. Berapa buah gorengan yang dibeli. Belinya ditawar apa tidak. Siapa yang jual gorengan. Dikasih bonus atau potongan harga apa tidak. Gorengannya dimakan bareng siapa, dalam rangka apa, apa manfaatnya penguasa makan gorengan. Apa dampak gorengan yang dimakan penguasa terhadap rakyatnya, makin lalim atau tidak. Atau rakyat jadi sejahtera bila penguasanya beli gorengan itu? Dan yang penting rakyat rela ngga penguasa beli gorengan itu? Di Arena Laga demokrasi, siapa bermain cantik, elegant, siapa yang mengedepankan fairness, siapa yang curang harus ditampilkan apa adanya. Tanpa make up. Para gladiator yang bermain harus pandai-pandai membawa diri. Jadi dalam lelaku ini, akan ketahuan siapa yang senang "diving", pura-pura jatuh kesakitan tapi sebenarnya acting, merupakan kelicikan yang tidak ditolerir dan akan memukul balik. Pencitraan seperti itu hukumannya akan sangat fatal di arena ini, bisa dikartu merah atau dikenai hukuman larangan ikut bertanding seumur hidup atau dihabisi ditengah arena pertandingan. Kenapa demikian? Jawabnya sederhana! Rakyat lah yang telah memilih kita menganut Demokrasi! Bukan partai politik. Bukan penguasa, bukan SBY, dan bukan Demokrat yang sangat korup tapi Arogan itu! Jadi semua aturan main, semua permainan dilakukan secara terbuka, rakyat yang mengatur, rakyat yang menikmati pertandingan bukan penguasa. Kalau rakyat bosen atau tidak berkenan apa yan dilakukan penguasa yang act sebagai gladiator incumbent di lapangan, adalah sah bila rakyat sendiri yang menghentikan permainan. Atau kalau sebel, rakyat sah dan halal memenggal kepala gladiator arogan, nyelebin, korup, mbosenin, njengkelin.itu. Gampangannya yang berhak arogan adalah rakyat, bukan penguasa! Jadi sederhananya, kalau rakyat pengen penggal tuh penguasa arogan karena alasan ngeliat mukanya yang nyebelin, itu adalah sah dan halal sesuai aturan Demokrasi. Itu pilihan Demokrasi! Dan itu yang telah dipilih negeri ini sebagai pranata dalam mengatur aturan main bernegara kita. Itu pilihan rakyat, bukan pilihan penguasa! Ingat, Reformasi 98 adalah pilihan rakyat saat itu! Dan pilihan Soeharto sang Penguasa ORBA itu, adalah lengser keprabon dengan ngedumel "Ora Pateken." Itu salah satu rules of the games dari Demokrasi. Itu esensi transparansi. Bermain terbuka. Open system. Open management. Open Sources! Dan itulah pilihan rakyat NKRI, bukan penguasa !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun