Mohon tunggu...
Putri Zahra Alifah
Putri Zahra Alifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - hallo

hallo everyone, selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Globalisasi Budaya dan Masuknya "Korean Wave" dalam Bidang Fashion di Indonesia saat Pandemi COVID-19

8 Desember 2021   10:16 Diperbarui: 8 Desember 2021   10:35 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Globalisasi yang pada saat ini membuat masyarakat di seluruh dunia dapat terhubung satu sama lain. Hal tersebut sesuai dengan konsep globalisasi yang berarti perkembangan ideologi dunia, perjuangan untuk menegakkan ketertiban dunia, menaiknya pengaruh organisasi internasional, berkembangnya perusahaan transnasional, tumbuhnya perdagangan internasional, migrasi masal dan pembentukan komunitas multikultural, perluasan budaya barat (Sadykova Raikhan et al., 2014). Jika ditinjau dari aspek budaya, maka asal usul kata “Globalization of Culture” atau globalisasi budaya muncul sekitar tahun 1980an yang ditandai dengan maraknya relasi budaya satu sama lain.

Perkembangan dari globalisasi tidak luput dari peran media masa. Teknologi media seperti televisi dan internet membuat arus gambar, video yang berisi budaya negara luar dapat diakses dengan penonton yang lebih luas atau cakupannya dunia (Sultana, 2015). Keberadaan globalisasi budaya ini tentunya memberikan banyak perspektif. Di satu sisi, memberikan komunikasi untuk mempelajari satu sama lain dengan adanya kontak di dunia yang modern. Tetapi, dapat juga menghilangkan identitas kultural. Generasi muda di suatu negara dapat mencontoh budaya luar dalam bidang fashion, kebiasaan dan tingkah laku (Sadikova Raikhan et al., 2014).

Untuk meningkatkan hegemoni atau eksistensi sebuah negara, maka diperlukan cara yakni menyebarkan power. Sebagaimana Joseph Nye katakan bahwa terdapat 2 cara yakni hard power dan soft power (Nye, 1990). Tetapi, di pembahasan globalisasi budaya ini akan sangat erat kaitannya dengan soft power. Salah satu penyebaran soft power adalah Korean Wave. Bahkan menurut majalah Monocle dalam Oh (2013 p. 390) bahwa Korean Wave merupakan perubahan soft power yang paling sukses di Asia bahkan menuju dunia dengan membawa budaya pop Korea Selatan dari mulai musik, drama,  fashion, kuliner, dsb. Misalnya “Gangnam Style” yang dipopulerkan oleh Psy meraih peringkat satu dalam youtube dan mendapat 1.7 miliar  penonton yang populer pada 21 Juli 2013. Tidak hanya Psy, tetapi terdapat juga Girls Generation, Big Bang, 2PM.

Korean wave yang mulai meningkat eksistensinya di abad 21 ini dikarenakan ekonomi korea yang saat itu dikategorikan “semi peri peri”, imigrasi masal masyarakat Korea kepada negara negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Secara tidak langsung memberikan budaya kepada masyarakat di negara tempat tinggalnya. Serta menaiknya industri musik di dunia (Oh, 2013). Keberadaan Korean Wave ini memang hanya terfokus pada industri musik dan drama di Indonesia bahkan di dunia. Tetapi, tidak sering orang menyadari bahwa budaya berpakaian masyarakat Indonesia secara perlahan dipengaruhi oleh budaya Korea Selatan yang dikenal estetik dan berwarna pastel kian digemari remaja terutama remaja perempuan berumur 18-24 tahun (Drianda et al., 2021).

Intensitas perkembangan budaya berpakaian ini semakin melonjak ketika pandemi COVID-19 melanda dunia yang membuat masyarakat harus menjalani kebijakan seperti “karantina” atau “isolasi” untuk berdiam diri dirumah. Remaja Indonesia yang melihat atau menonton film dan drama Korea semakin besar saat Pandemi COVID-19. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut semakin membuat remaja Indonesia menyukai fashion Korea untuk dipakai dengan mencontoh fashion idolanya melalui video clip atau drama. Bahkan banyak sekali online shop menjual fashion yang sama dengan salah satu idol Korea yang sedang terkenal atau ramai diperbincangkan untuk memperkuat strategi pasar (Zuryani, 2015).

Beralih pada situasi di Korea, bahwa sejak tahun 1970an perusahaan Korea semakin memberikan perhatian dalam bentuk tekstil kepada negara lain untuk dijadikan pasar (Oh, 2013). Keberadaan fashion Korea di Indonesia juga dipengaruhi oleh pemasaran digital. Pemasaran digital menjadi salah satu strategi yang baik untuk diterapkan karena jangkauan yang sangat luas dan fleksibel. Permintaan mengenai pakaian di masyarakat juga meningkat, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa produksi pakaian jadi di Indonesia tumbuh sebesar 29.19% per tahun 2019 (Kemenperin, 2019). Permintaan yang meningkat, membuat produsen kian memproduksi barang dan memasarkan produk salah satunya melalui pemasaran digital. Hal tersebut juga semakin mempermudah konsumen terutama remaja yang menyukai fashion Korea mendapatkan produk yang diinginkan. Tentunya, hal tersebut lebih efektif dilakukan antara penjual dan pembeli saat Pandemi COVID-19. Mengingat lebih banyak waktu untuk berdiam diri dirumah.

Tentunya hal tersebut mengakibatkan banyaknya keberadaan budaya Korea di Indonesia sebagai akibat dari Globalisasi budaya dan didukung dengan adanya Pandemi COVID-19. Terdapat beberapa dampak baik dan buruk dari fenomena Korean Wave ini. Sisi baiknya, masyarakat akan selalu terlihat percaya diri ketika memakai sesuatu terutama ketika memakai fashion ala Korea. Bahkan, Korean Wave dapat menjadi contoh bagi Indonesia untuk menyebarkan budaya Indonesia untuk semakin dikenal dalam kancah global. Dalam hal ini seperti strategi yang digunakan atau karakteristiknya. Tidak hanya itu, banyaknya produsen di Indonesia terutama di bidang fashion Korea memiliki banyak keuntungan akan fenomena Korean Wave yang berdampak pada pendapatan nasional meningkat dan pengangguran berkurang.

Di sisi lain, terdapat juga sisi buruk yakni pakaian khas Indonesia semakin tidak dikenal oleh masyarakat lokal. Sebab, masyarakat terutama remaja sebagai generasi muda akan selalu mencari tahu tentang budaya luar khususnya Korea. Hal ini akan sama dirasakan seperti adanya westernisasi di Indonesia yang semakin melemahkan budaya lokal. Tetapi, berbagai fenomena tersebut merupakan dampak dari Globalisasi yang tidak bisa dihindari ketika adanya interaksi budaya.

Dapat dipahami bahwa keberadaan Pandemi COVID-19 semakin meningkatkan eksistensi Korean Wave di Indonesia terutama tren fashion ala Korea. Masyarakat yang sangat menyukai budaya Korea dalam hal perfilman dan drama cenderung membuat ketertarikan terhadap tren fashion. Tetapi jika dilihat lebih dalam lagi, tidak hanya drama dan musik saja. Globalisasi yang juga berperan dalam hal interaksi jual beli fashion Korea di Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut mencerminkan bahwa globalisasi budaya yang dilakukan oleh Korea atau yang lebih dikenal dengan Korean Wave memengaruhi budaya Indonesia khususnya dalam fashion yang digunakan.

 

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun