Di Indonesia, terdapat perbedaan mindset antara pribumi dan keturunan Tionghoa (Chinese), terutama dalam hal bisnis, keuangan, dan cara menjalani kehidupan. Perbedaan ini bukan berarti satu lebih baik dari yang lain, tetapi lebih kepada perbedaan budaya, nilai-nilai yang dianut, dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.
Salah satu perbedaan paling mencolok adalah dalam hal bisnis.
-
Mindset Pribumi: Umumnya, masyarakat pribumi lebih cenderung memilih pekerjaan yang stabil seperti menjadi pegawai negeri, karyawan swasta, atau pekerja kantoran. Budaya kerja keras tetap ada, tetapi sering kali ada pola pikir bahwa yang penting adalah mendapat gaji tetap setiap bulan. Beberapa orang juga masih memiliki pola pikir "yang penting cukup," sehingga kurang memiliki dorongan untuk mengambil risiko besar dalam bisnis.
Mindset Chinese: Masyarakat keturunan Tionghoa lebih cenderung berorientasi pada bisnis. Mereka diajarkan sejak kecil bahwa berbisnis adalah cara untuk mencapai kebebasan finansial. Dalam keluarga, sering kali anak-anak sudah dilibatkan dalam usaha keluarga, sehingga mereka tumbuh dengan pemahaman tentang manajemen bisnis, pemasaran, dan pentingnya modal.
2. Mindset dalam Keuangan
Cara mengelola uang juga menunjukkan perbedaan pola pikir yang cukup signifikan.
Pribumi: Kebanyakan pribumi memiliki pola pikir konsumtif, di mana penghasilan lebih sering dihabiskan untuk kebutuhan sehari-hari, gaya hidup, atau bahkan hal-hal yang kurang produktif. Tidak sedikit yang kurang memperhatikan investasi atau perencanaan keuangan jangka panjang.
Chinese: Masyarakat keturunan Tionghoa lebih menekankan pentingnya menabung, berhemat, dan berinvestasi. Mereka lebih memilih mengalokasikan pendapatan ke dalam aset produktif seperti properti, emas, atau bisnis daripada sekadar gaya hidup. Filosofi "lebih baik hidup sederhana sekarang demi masa depan yang lebih baik" sering diterapkan.
3. Mindset dalam Pendidikan dan Kedisiplinan
Pendidikan juga menjadi faktor yang membedakan cara berpikir kedua kelompok ini.