Mohon tunggu...
Putri Kayla
Putri Kayla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ghosting Protocol: Not Even an Option

23 Juni 2022   19:24 Diperbarui: 23 Juni 2022   19:45 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Are you a Ghoster or a Ghostee?

Siapa diantara kalian yang pernah menjadi korban ghosting? Atau jangan-jangan, kalian pelaku ghosting? Ghosting merupakan perilaku menarik diri dari kehidupan seseorang tanpa penjelasan, mengabaikan, serta menghindari orang tersebut. Orang yang melakukan ghosting disebut sebagai Ghoster, sedangkan korban ghosting adalah Ghostee. Sebagian dari kita mungkin mengaitkan ghosting dengan romantic relationship yang berakhir karena salah satu pihak tiba-tiba menghilang tanpa alasan. Tidak ada kabar, tidak ada pesan, tidak ada respon, seakan semua berakhir begitu saja tanpa adanya penjelasan. Kalau kalian mengalami hal seperti itu, sudah jelas kalau kalian adalah Ghostee.

Namun, apa kalian sadar kalau sebenarnya ghosting adalah hal yang biasa terjadi pada setiap orang dalam kehidupan sehari-hari? Misalnya, seperti dalam lingkup pertemanan, hingga hubungan professional dalam pekerjaan. Eits, meski kita sering mendapati perilaku ghosting, bukan berarti kita menormalisasikannya, ya! Bagi seorang Ghostee, perilaku ini meninggalkan respon psikologis yang negatif. Bahkan, ada yang menyebutkan ghosting sebagai salah satu bentuk kekejaman emosional karena perilaku 'penolakan sosial' melalui silent treatment. Lagipula, kenapa seseorang memilih ghosting sebagai jalan akhir dari suatu hubungan daripada mengkomunikasikannya, atau setidaknya mengucapkan perpisahan?

Ghoster Traits: Gone and Haunt

Ghosting mirip dengan strategi untuk menghindari kedekatan emosional dengan orang lain. Orang yang tidak suka memiliki kedekatan emosional dalam suatu hubungan adalah salah satu ciri dari Ghoster. Studi yang diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships tahun 2018, menyebutkan bahwa orang yang memiliki pola pikir mengenai takdir adalah sesuatu yang mutlak akan cenderung berpikir bahwa ghosting mungkin cara yang dapat diterima untuk mengakhiri suatu hubungan. Mereka menganggap bahwa ketika hubungan tidak berjalan dengan baik, maka melakukan ghosting bukanlah sesuatu yang salah. Mereka memilih untuk menghilang daripada ditinggalkan lebih dulu. Pada beberapa penelitian, orang yang memiliki trust issue dan menghindari keterikatan dengan orang lain akan menggunakan Ghosting Protocol sebagai opsi untuk mengakhiri hubungan. 

'We don't even need closure and goodbye is just pointless. I would rather leave.' -- Ghoster tries to be reasonable.

Bagi Ghoster, menjauh dari suatu hungan adalah jalan keluar yang mudah. Tidak ada pertanyaan yang diajukan, tidak perlu memberi jawaban, tidak perlu berurusan dengan perasaan orang lain, tanpa drama, dan tanpa masalah baru. Ghoster tidak perlu memberi effort lebih untuk membicarakan hubungan mereka dan mengindari situasi yang tidak nyaman.

Namun, bagaimana dampaknya pada Ghostee?

 

Ghosting Protocol: Not Even an Option 

'What's going on? What's wrong with me? What's wrong with us? Why is this happening? How didn't I see it coming?' -- Vulnerable Ghostee 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun