Mohon tunggu...
Putri Insani Chaniago
Putri Insani Chaniago Mohon Tunggu... Guru - ESSAI

Ade Aisah Putri Insani Chaniago. Tanggal 8 November 1996 adalah pertama kalinya saya menghirup udara di bumi. Tepatnya di salah satu sudut kota Jayapura, Papua. kota paling timur Republik Indonesia. Di kota inilah saya lahir dan besar, menghabiskan sebagian besar masa hidup saya dari timur Indonesia. Saya mengaku orang Papua, meski saya bukan berasal dari salah satu suku asli pulau Papua. Kulit dan rambut saya pun sama sekali berbeda dengan mereka yang adalah orang asli Papua. Tapi, saya lahir dan besar di tanah Papua sehingga saya merasa, Papua adalah tanah tumpah darah saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Mengajarkan Arti Sebuah Toleransi

7 Juni 2020   14:42 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:16 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan, deskriminasi. Agama dikenal sebagai alat sebuah kehancuran, peperangan, dan permusuhan. Benarkah demikian ? Perbedaan merupakan suatu anugerah indah yang diberikan oleh Tuhan, sebuah taman akan indah karena terdiri dari komponen beberapa macam bunga dan warna.

Indonesia tidak terdiri dari satu suku, sukupun tidak dipisah antar pulau, antar provinsi, bahkan antar kabupaten dan kota. Lantas apakah karena alasan itu kita saling membenci saling menindas, seling mencurigai.

Tidak sadarkah kita perbedaan membuat dinamika kehidupan menjadi berirama tidak kaku, membuat dinamis bukan malah statis. Dalam Agama Islam sendiri dikatakan bahwa Allah SWT tidak memandang seseorang itu karena hartanya, etnisnya, warna kulitnya, bahasanya, namun memandang seseorang itu karena ketakwaannya.

Semua agama mengajarkan kebaikan, dan kasih sayang. Penganut suatu agama meyakini bahwa agama yang dianutnya adalah Agama yang terbaik, oleh karena itu toleransi dan rasa saling menghargai seharusnya dihadirkan dalam beragama. Agamalah yang menjadi pemersatu bukan malah pemecah.

Berbeda Agama lantas menjadi alasan untuk menjadi saling membenci dan membunuh? Hal itu kekeliruan yang sangat berbahaya.  Sungguh mudah bagi Tuhan untuk menjadikan kita satu, namun ternyata kenapa saat ini kita malah beragam suku, beragam Agama atau keyakinan, beragama warna kulit? Apakah Tuhan tidak bisa melakukan itu, jelas bukan karena itu. Kerana Tuhan menginginkan kehidupan kita berdinamika.

Dalam sebuah realita kehidupan yang terjadi bagaimana Agama bukanlah sebuah alasan untuk melakukan ekstrimisme dan tindak kekerasan, di kampung Skow tepatnya di Papua contohnya, masyarakat skow yang didalamnya terdiri dari berbagai suku mereka bisa hidup berdampingan, dalam lingkungan terdapat masjid dan gereja yang bisa berdiri secara harmonis. Sikap toleransi yang tinggi yang membuat masyarakat kampung skow hidup dengan kenyamanan tanpa permusuhan.

Indonesia merdeka bukan karena orang sumatera, orang Jawa, Orang Madura dan suku lainnya tapi karena masyarakat nusantara yang bersatu. Kita mudah ditaklukan karena kita terpecah belah. Sikap egaliter dan moderatlah yang mampu membakar sikap egois antar kelompok etnis maupun kelompok Agama. Kita beruntung di Indonesia tidak krisis sikap kemanusiaan, yang memandang manusia bukan manusia, tidak kekeringan mengenai kerukunan beragama.

Ibadah kepada Tuhan tetap dilakukan namun hubungan sesama manusia juga tetap dijaga secara hormoni. Selain dari pada sikap egaliter dan moderat maka sikap Inklusif juga penting dalam kehidupan beragama dan bernegara yakni pandangan yang menganggap semua orang sebagai bagian dari dirinya sendiri sekalipun di antara mereka terdapat banyak perbedaan sosiologis, bersikap terbuka menerima saran dari orang lain baik dari laki-laki maupun perempuan, satu agama maupun beda agama yang dalam Agama Islam dikenal istilah “ Unzur ma qola wa la tanzhur man qola “ yang maknanya “lihatlah apa yang disampaikannya dan jangan melihat siapa yang menyampaikannya”.

Terkadang kita sadar bahwa banyak kekerasan, banyak sikap yang tidak manusiawi yang terjadi di lingkungan sekitar kita, lalu apakah kita terpanggil untuk membawa misi perdamaian? Tentunya banyak cara untuk menjaga perdamaian menjaga kerukunan di atas perbedaan, dengan memulai dari kita sendiri dan dimulai dari sekarang.

Cintailah cinta itu sendiri dan musuhilah permusuhan itu sendiri. Ketika ingin mengajak pada kebaikan tentunya memiliki etika dan cara yang baik bukan dengan kasar dan kekerasan, dan ketika teroris dianggap jihad maka ubahlah pola pikir kita, mari kita berjihad dalam porsi kita masing-masing, jika sebagai pelajar marilah kita berjihad dengan belajar bersungguh-sungguh, jika kita sebagai pemimpin maka marilah kita berjihad dengan melaksanakan amanah sebaik-baiknya, melaksanakan tugas dengan adil.

Jika kita memahami arti perbedaan dan memahami perdamaian dengan baik maka saya yakin Indonesia yang kita cintai bisa mempertahankan kerukunannya bahkan lebih baik lagi, atau bisa saja menjadi contoh dari negara lain mengenai kerukunan beragama dan saling menghargai antar suku dan etnis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun