Mohon tunggu...
Sholehat Putri Endarti
Sholehat Putri Endarti Mohon Tunggu... -

mahasiswi :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Aku Nggak Mau Sakit, Aku Nggak Mau Minum Obat

20 Maret 2012   15:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:42 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13322565761296907362

Tiba-tiba terpikir menulis tentang obat. Kalau cerita tentang obat sebenarnya memang tidak begitu suka tapi cukup menarik mengetahui fakta-faktanya. Berawal dari ketidaksukaanku dengan obat. Mungkin banyak juga orang yang menyebut dirinya ‘anti obat’ dengan berbagai macam alasan pribadi mereka. Kalau aku sendiri menyebutnya bukan anti tapi ‘menghindari’. Bukan karena apa-apa tapi memang disebabkan aku tidak berbakat minum obat...(emang minum obat bakat ?) hahaha :D maksudnya kalau minum obat aku harus memakai perantara buah pisang atau roti supaya bisa tertelan. Kadang aku merasa orang yang bisa minum obat dengan menenggak air itu ‘keren’. Aku pernah mencobanya berkali-kali dan selalu gagal (emang gak berbakat). Alasan selanjutnya adalah aku tidak betah dengan yang namanya sakit apalagi flu, batuk yang menyebabkan efek muntah. Nah, waktu aku tau ada obat penghilang rasa mual dan muntah aku sedikit lega karena aku hanya butuh itu, “aku takut muntah.” Sejak saat itu aku selalu takut kalau tiba-tiba badanku menunjukkan gejala-gejala flu pasti langsung stres dan kalau sudah terlanjur terkena flu ya cuma mau satu obatnya ‘obat biar nggak muntah’. Dan parahnya lagi kalau diberi resep obat banyak pasti aku berpura-pura meminumnya padahal dibuang di tempat sampah. Dan hal itu berlangsung sampai aku duduk di kelas 1 SMA.

Suatu hari kakakku datang dari Jakarta dan tidak seperti biasanya dia membelikan buku untukku dan ibuku. Salah satu diantaranya berjudul “The Miracle of Enzyme” yang ditulis oleh Hiromi Sinya, MD seorang Guru Besar Kedokteran Albert Einstein College of Medicine, AS. Dari judulnya saja aku tidak tertarik untuk membacanya tapi berhubung masa liburan aku memutuskan untuk membacanya. Tapi ternyata dari situ dimulailah fase hidupku yang baru yang memantapkan diriku bahwa obat bukanlah jalan satu-satunya untuk sembuh dari suatu penyakit.

Pertama kalimat di buku itu yang membuatku tertarik adalah “Semua obat asing bagi tubuh.” Faktanya adalah kedua orang tuaku ketika merasa sakit sedikit saja langsunglah mereka mengonsumsi obat-obatan dan mungkin tidak hanya mereka saja tapi di luar sana banyak juga yang seperti itu. Meskipun obat itu menyembuhkan tapi konsumsinya pada tubuh pada dasarnya berbahaya dalam jangka panjang. Dalam bukunya penulis mengatakan bahwa, “Semakin cepat muncul efek suatu obat, semakin kuat pula racun yang dikandungnya.” Nah...

Yang kedua adalah “Obat-obatan menguras sejumlah besar enzim pangkal; yang paling keras adalah obat antikanker.” Enzim pangkal itu apa ya ? kurang mengerti sih tapi kalimat berikutnya menanyakan begini, “Mengapa obat antikanker tidak menyembuhkan kanker ?” Nah, kalau tidak menyembuhkan kenapa diberi obat ?, pikirku. Tapi kalimat itulah yang menekankan kalimat sebelumnya. Dalam praktik kedokteran saat ini, obat-obatan kemoterapi digunakan dalam jangka pendek setelah pembedahan kanker untuk mencegah penyebaran kanker, bahkan jika tidak ada bukti bahwa kanker itu telah menyebar. Obat-obatan kemoterapi bekerja dengan meracuni banyak sel dalam tubuh, baik yang normal maupun yang berbahaya, dengan harapan tubuh akan menumbuhkan kembali sel-sel normal sementara sel-sel yang abnormal, yaitu yang berbahaya seluruhnya mati. Oleh karena itu, obat-obatan kemoterapi adalah racun yang mematikan.

Obat-obatan antikanker, seperti kemoterapi, beracun karena saat memasuki tubuh melepaskan radikal bebas yang sangat beracun dalam jumlah besar. Dengan melakukan hal ini, obat-obatan itu membunuh sel-sel kanker di seluruh tubuh. Namun, sel-sel kanker bukan satu-satunya yang terbunuh. Banyak sel normal yang juga mati selama proses itu berlangsung. Pada saat yang sama, obat-obatan kemoterapi juga dapat dianggap karsinogenik, atau dapat menyebabkan kanker.

Berhubung aku lebih menekuni bidang sosial sebenarnya pusing juga membaca istilah-istilah kedokteran di buku itu tapi inti dari semua itu penulis menekankan bahwa “pada tingkat yang paling mendasar sebagian besar obat-obatan tidak menyembuhkan penyakit. Obat-obatan bisa berguna jika terasa sakit yang tak tertahankan atau terjadi pendarahan atau dalam keadaan darurat untuk menekan gejala-gejala yang harus diredakan. Satu-satunya cara mendasar untuk menyembuhkan penyakit apa pun terletak dalam gaya hidup kita sehari-hari.”

Setelah membaca buku tersebut aku menjadi sangat sadar bahwa pola hidup yang baik itu penting. Dari konsumsi apa yang masuk ke tubuh kita sehari-hari seharusnya kita bisa lebih aware untuk melindungi diri kita. Dengan makanan yang sehat atau aku lebih menyebutnya bernutrisi seperti membiasakan memakan sayuran, minum jus, dan mengganti camilan dengan buah. Selanjutnya adalah olahraga. Olahraga adalah hal yang penting untuk dilakukan setidaknya untuk membakar lemak kita dan diubahnya menjadi energi. Selain itu menjaga diri kita agar selalu bahagia sangat penting untuk menghindarkan diri kita dari resiko stres. Orang yang gampang stres lebih mudah terkena penyakit. Walaupun itu semua belum keseluruhan aku lakukan tapi sampai saat ini aku masih selalu berusaha karena kembali lagi seperti diawal tadi aku nggak mau sakit, aku nggak mau minum obat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun