Mohon tunggu...
Devika Putri
Devika Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Writting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prespektif Teori Hijau dan Analisis Implementasi Upaya oleh Negara

17 Januari 2022   01:26 Diperbarui: 17 Januari 2022   01:37 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Topik mengenai isu lingkungan kian banyak menjadi bahan perbincangan dalam agenda internasional selama tiga dekade terakhir, masyarakat semakin mempercayai bahwa aktivitas dan tindakan ekonomi serta sosial yang manusia lakukan mengancam presensi kehidupan lingkungan (Jackson & Sorensen, 1999). Green Theory atau Teori Hijau merupakan teori alternatif dalam studi Hubungan Internasional. Dalam tulisan An Introduction to International Relations Theory oleh Steans, et al. (2001: 210-211) bahwa pemikiran hijau berorientasi pada ekosentris,lingkungan merupakan aspek penting, dunia tengah menghadapi permasalahan lingkungan yang serius karena adanya ancaman lingkungan, dan permasalahan mengenai lingkungan yang ada dapat ditangani secara global mengingat isu ancaman lingkungan sudah bersifat global.

Ada beberapa asumsi dasar dari Teori Hijau yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Salah satunya asumsi bahwa  negara bukanlah aktor yang mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan tetapi bahkan membuat permasalahan lingkungan dengan aktivitas yang dilakukan, mereka lebih mempercayai bahwa aktor yang dapat menangani permasalahan lingkungan yang ada adalah aktor non-negara yakni pada level domestik atau lokal baik masyarakat maupun komunitas. Masyarakat atau komunitas dianggap lebih sensitif dikarenakan berhubungan langsung dengan permasalahan lingkungan dan bukan melalui laporan yang dilaporkan seperti pada level kalangan elit politik.

Ajaran dan kepercayaan Shinto yang berasal dari Jepang merupakan salah satu bentuk dari cerminan asumsi diatas. Shinto adalah suatu norma domestik dimana salah satu nilai ajarannya menekankan pada keharmonisan hubungan manusia dengan alam. Mereka mempercayai mengenai adanya pelindung atau penjaga yang disebut sebagai 'kami' yang beberapa dianggap sebagai personifikasi alam, ada juga yang dianggap sebagai roh yang menghidupkan fitur alam seperti air terjun, pohon besar atau gunung (Puspaningrum, https://amp.kompas.com/internasional/read/2021/11/13/120000070/mengenal-shinto-dan-buddhisme-dalam-masyarakat-jepang, akses 15 Januari 2022). Shinto tetap terkait erat dengan sistem dan nilai-nilai yang ada di Jepang serta cara berpikir dan bertindak orang Jepang. Shinto kemudian mendapat dukungan secara publik dan diupayakan untuk dipromosikan dalam lokal maupun nasional tanpa menganggu kebebasan beragama (Hirai, https://www.britannica.com/topic/Shinto, akses 15 Januari 2022). Kita dapat melihat bahwa ajaran Shinto yang berasal dari norma dan tradisional dapat kemudian membentuk sebuah perilaku atau tindakan masyarakat bahkan identitas negara terkait lingkungan. Adanya kepercayaan bahwa setiap hal memiliki 'kami' yang dapat direpresentasikan dengan unsur-unsur yang ada di alam, membuat masyarakat lebih menjaga tindakan mereka terhadap alam atau lingkungan.

Kita dapat melihat upaya-upaya Jepang dalam memelihara lingkungan, Jepang sendiri mengakui bahwa pelestarian lingkungan global adalah tanggung jawab generasi masa kini. Jepang juga telah memimpin upaya untuk menangani masalah lingkungan global dengan membantu negara berkembang di sektor lingkungan melalui ODA (Official Development Assistance) atau Bantuan Pembangunan Pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi dan sosial negara berkembang, Pemerintah Jepang  berkontribusi dalam berbagai dukungan bantuan, seperti bantuan aliran dana, teknologi, dan bantuan darurat korban bencana alam (Sistim Bantuan ODA Jepang di Indonesia, https://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_01.htm, akses 15 Januari 2022). Tidak hanya itu, Jepang yang menjabat sebagai ketua KTT Hokaido Toyako yang diselenggarakan pada Juli 2008 juga mengidentifikasikan perubahan iklim serta lingkungan sebagai salah satu topik utama diskusi KTT untuk mempromosikan mengenai negosiasi kerangka kerja masa depan untuk menangani perubahan iklim dan membantu upaya terkait keanekaragaman hayati, deforestasi, 3R, serta Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Japan's Efforts to Address Global Issues and International Cooperation, https://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2009/html/h3/h3_02.html, akses 15 Januari 2022).

Selain norma domestik yang dimiliki oleh Jepang, ada salah satu komunitas yang berhasil meluaskan kiprahnya dan pada level global mengenai isu lingkungan yaitu Greenpeace. Greenpeace merupakan sebuah organisasi atau komunitas yang bergerak dalam ranah lingkungan, organisasi ini merupakan organisasi independen berasal dari masyarakat dan tidak terikat pada kalangan politik manapun, tetapi Greenpeace mengupayakan isu permasalahan lingkungan agar menjadi atensi publik dan dapat ditangani secara global. Greenpeace telah banyak melakukan perubahan positif untuk lingkungan dunia melalui aksi kampanye independen yang dilakukan (Greenpeace, https://www.greenpeace.org/indonesia/tentang-kami/, akses 15 Januari 2022). Adanya NGO (Non-Governmental Organization) Greenpeace yang dapat menjadikan isu lingkungan menjadi perhatian masyarakat global dan berhasil melakukan beberapa progres positif terkait kelestarian dan keselamatan lingkungan secara global dapat dikatakan sebagai bentuk dari asusmsi yang dituliskan sebelumnya.

Dari adanya uraian mengenai peran signifikan norma domestik dari masyarakat dan komunitas yang berhasil membawa topik mengenai lingkungan pada level nasional dan bahkan secara transnasional merupakan refleksi dari asumsi bahwa masyarakat domestik atau komunitas masyarakat akan lebih sensitif mengenai permasalahan lingkungan dan dapat menyelesaikannya dalam ranah global.

Masih dalam buku An Introduction to International Relations Theory karya Steans, et al. (2001: 210-211) mengenai ekosentris yang menyatakan bahwa alam atau lingkungan sebagai pusat, beberapa pemegang prespektif ekosentris berargumen bahwa harus terciptanya keseimbangan antar manusia dengan alam. Bahwa dalam pembangunan dan pertumbuhan nasional serta kegiatan ekonomi sosial manusia harus mempertimbangkan terkait kelestarian dan keselamatan lingkungan. Dengan adanya prespektif ekosentris, tidak sedikit negara yang berorientasi terhadap lingkungan bahkan dalam pembangunan infrastruktur nasional serta mengeluarkan kebijakan yang bersifat ekosentris,banyak negara-negara Eropa yang memprioritaskan keseimbangan alam dan manusia dalam kebijakannya maupun pengimplementasiannya, salah satunya adalah Denmark.

Denmark merupakan salah satu negara di Benua Eropa yang terletak di Skandinavia, Eropa Utara dan wilayahnya berbatasan langsung dengan Negara Swedia dan Norwegia (Akbar, https://dunia.tempo.co/read/1495758/mengenal-negeri-victor-exelsen-denmark-negeri-yang-tak-pernah-dijajah, akses 15 Januari 2022). Denmark menjadi salah satu negara yang sangat memedulikan kondisi lingkungannya disamping menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi lebih baik, hal tersebut tercermin dari pengimplementasian kebijakan yang berorientasi pada lingkungan serta cara pemerintah Denmark mengatasi permasalahan lingkungan. Denmark juga menjadi salah satu negara yang begitu merasakan dampak perubahan iklim dan pemanasan global dikarenakan kondisi fisik geografis yang dimiliki, karena hal tersebut Denmark banyak memprioritaskan lingkungan sebagai masalah yang harus ditangani dan menjadi salah satu negara yang sangat aktif berperan dalam menyelesaikan isu lingkungan di lingkup Uni Eropa, PBB, maupun lembaga atau badan yang berfokus pada lingkungan lainnya.

Denmark mengalami perkembangan dan transformasi kebijakan juga strategi terkait lingkungan. Pada 1990, Denmark merubah perencanaan energinya beralih pada sumber daya energi terbarukan yaitu energi yang dihasilkan oleh sinar matahari, angin, hujan, ombak, dan sumber daya alam lainnya (Lund, 2010) dan membuat rancangan kebijakan energi baru. Salah satunya strategi Energy 2000 dengan target mengurangi 20% emisi CO2, menekan konsumsi energi bruto sedikit di bawah 15%, mengurangi 60% emisi SO2 dan 50% emisi NOx pada tahun 2005. Kadar emisi gas rumah kaca juga telah mengalami penurunan sekitar 20 % sejak pertengahan 1990 (Yiwananda, http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/adaptasi-kebijakan-lingkungan-denmark, akses 15 Januari 2022). Kemudian pada tahun 2020 Denmark menerapkan kebijakan lingkungan dalam rangka guna menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Denmark menjadi negara yang menduduki peringkat pertama di dunia dalam Environmental Performance Index (EPI), dimana Denmark unggul dalam environmental performance dan  penanganan perubahan iklim berdasarkan skor total EPI, yaitu 82.5 dari 100 (EPI, https://www.sginetwork.org/2020/Policy_Performance/Environmental_Policies, 2020).  Denmark juga terus mengerahkan upaya dan strategi serta target pada tahun 2030 antara lain,mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 70 %, komitmen Denmark memproduksi 100% listrik yang berasalkan dari sumber daya energi terbarukan, menghentikan mobil bertenaga diesel dan bensin, Denmark juga tengah mengerjakan proyek membangun pulau buatan di Laut Utara sebagai pusat energi angin yang di masa depan akan menghubungkan ratusan turbin angin guna menyalurkan listrik yang cukup bagi jutaan rumah tangga dan hidrogen hijau yang akan digunakan dalam bidang pengiriman,  penerbangan, industri, dan transportasi berat (Yiwananda, http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/adaptasi-kebijakan-lingkungan-denmark-terhadap-sumber-daya-energi-terbarukan.html, akses 15 Januari 2022).

Selain beberapa kebijakan dan strategi Denmark diatas mengenai lingkungan, saat ini dapat kita lihat bahwa Denmark memiliki banyak ruang terbuka hijau di setiap kotanya, Denmark juga memiliki solusi yang baik dan relevan mengenai permasalahan lingkungan yanga ada seperti permasalahan limbah dan sampah, polusi, serta perubahan iklim. Sifat ekosentris dalam kebijakan Denmark menunjukkan bahwa Denmark merupakan negara ekosentris yang mengedepankan keadaan alam dan lingkungan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup.

Keamanan merupakan salah satu bidang yang krusial dalam studi Hubungan Internasional. Isu keamanan dalam ranah global mengalami dinamika dan transformasi seiring dengan perkembangan zaman dan keadaan terlebih setelah era Perang Dingin berakhir. Didorong oleh faktor globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi informasi (Alami, Jurnal ISJD LIPI,  2015: 88) membuat permasalahan dan ancaman di berbagai aspek atau bidang selain kekerasan atau non-militer bermunculan, seperti ekonomi, kesehatan, kemanusiaan, ideologi, teknologi dan lingkungan, dimana ancaman non-militer tersebut kemudian menjadi atensi masyarakat global. Kemanan tradisional yang berfokus pada ancaman militer, kekerasan, kejahatan, perang kemudian berkembang menjadi isu keamanan modern atau non-militer yang lebih menekankan pada aspek ancaman diluar militer. Contohnya dewasa ini terkait wabah virus Covid-19 yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia menjadi permasalahan global dan termasuk ancaman non-militer di bidang kesehatan. Dari contoh yang telah disebutkan mengenai ancaman non-militer,hal tersebut dapat dikategorikan sebagai ancaman dikarenakan mengancam keselamatan penduduk nasional maupun global.    Tak terkecuali ancaman non-militer dalam aspek lingkungan, dewasa ini dunia sedang dihadapkan oleh ancaman lingkungan yaitu permasalahan terkait pemanasan global serta perubahan iklim. Munculnya ancaman lingkungan membuat para pemimpin negara menyadari adanya krisis lingkungan global  yang meradang sehingga harus segera ditangani dan kemudian berinisiasi membentuk kerja sama terkait keamanan lingkungan untuk mencari solusi melalui beberapa norma dan regulasi yang telah disepakati dan dipublikasikan untuk kemudian diimplementasikan. Isu ancaman lingkungan telah lama dikaitkan dengan studi keamanan, hal demikian memunculkan sebuah pandangan mengenai Green Security atau Keamanan Hijau yakni bahwa keamanan tidak hanya mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan manusia, namun njuga makhluk hidup lainnya seperti keberlangsungan hidup flora dan fauna dan alam lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun