Mohon tunggu...
Putri Anisa Damayanti
Putri Anisa Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Pernikahan Dini Dan Problematika Hukumnya

1 Desember 2022   06:49 Diperbarui: 1 Desember 2022   06:59 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama                 : Putri Anisa Damayanti

NIM                    : 212111150

Prodi/Kelas     : Hukum Ekonomi Syariah / 5A

Mata Kuliah    : Sosiologi Hukum

DAMPAK PERNIKAHAN DINI DAN PROBLEMATIKA HUKUMNYA

Pernikahan adalah anugerah yang harus disyukuri oleh setiap pasangan. Tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, menghasilkan keturunan, mencegah maksiat, dan mewujudkan rumah tangga yang tenteram dan damai. Pernikahan yang baik menghasilkan keturunan yang baik, yang mempengaruhi bangsa untuk generasi yang akan datang. Sebaliknya, pernikahan yang dilakukan antara dua pihak yang belum matang secara intelektual dan mental dapat berdampak buruk pada kehidupan sosial dan pribadinya.

Pernikahan dini pada hakekatnya juga meresmikan ikatan pernikahan, namun dilakukan oleh pasangan yang masih muda atau masih di bawah umur. Menurut data, tahun 2011 terjadi 40 kasus pernikahan dini yang relatif tinggi di lereng Merapi, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sebagian besar merupakan pelajar SMA yang akan menikah, kata Samsul Bakri, Camat Cangkringan. Merujuk informasi dari kantor Kementerian Agama, Ahmad Farid mengatakan rata-rata ada 10.000 hingga 11.000 akad nikah setiap tahunnya di Wonogiri. Dari jumlah tersebut, angka perceraian mencapai 8 hingga 9 persen.

Di Indonesia sendiri, hasil sensus tahun 2010 menunjukkan bahwa satu dari empat penduduk Indonesia adalah kaum muda berusia antara 10 hingga 24 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan jumlah kaum muda akan meningkat menjadi 62,6 juta pada tahun 2013. Jika hal ini terus berlanjut, jumlah kelahiran ibu di bawah usia 15 tahun akan meningkat menjadi 3 juta per tahun pada tahun 2030. Indonesia telah memberlakukan peraturan tentang batas usia untuk menikah. Di bawah UU Perkawinan, usia minimal adalah 16 tahun. Sedangkan, UU Perlindungan Anak menetapkan usia 18 tahun, dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan 21 tahun sebagai usia menikah bagi perempuan. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun, dari dilaksanakannya pernikahan dini akan menimbulkan dampak negatif, diantaranya:

  • Dari segi medis, pernikahan di bawah umur sangat berisiko karena ketidaksiapan fisik dan ketakutan akan berdampak pada calon istri dan anaknya kelak.
  • Kurangnya pemahaman tentang pernikahan dan melemahnya mental anak yang melakukan pernikahan dini, sehingga ketika terjadi masalah mereka tidak mampu mengatasinya dan belum mampu mengendalikan emosi yang akhirnya menyebabkan terjadinya KDRT.

Padahal fungsi pernikahan itu sendiri, antara lain:

  • Agar kehidupan rumah tangga bernilai ibadah harus menaati Allah dan Rasul, karena pernikahan yang dilandasi iman dan takwa kepada Allah adalah ibadah
  • Supaya dapat menyalurkan nafsu dengan baik dan mendapatkan ridha Allah serta mendapatkan keturunan yang saleh dan salehah
  • Membina kehidupan yang tertib, rukun, tenang, sentosa, dan bahagia
  • Agar hidup menjadi bermakna, dunia menjadi damai, kejahatan seksual dan akibatnya dapat dihindarkan

Adapun pilar-pilar utama keluarga Sakinah, yaitu:

  • Calon pengantin merupakan bibit unggul, yang keunggulannya hanya berdasarkan empat kriteria, yakni agama, rupa, harta dan jabatan
  • Managemen keluarga diatur oleh kepentingan pasangan, dipandu oleh kesetiaan dan kepatuhan istri
  • Selalu bertahkim pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, terutama dalam menyelesaikan perselisihan dan selalu berpikir positif dari segala sesuatu, bukan sebaliknya
  • Berlomba-lomba dalam kebajikan, memaafkan dan siap mengakui kesalahan ketika salah
  • Pasangan harus menjadi pendidikan dasar dan teladan serta idola bagi anak, karena anak lahir dalam keadaan fitrah, sedangkan orang tua dan lingkungan mempengaruhi pembentukan karakter dan kepribadian anak
  • Menghidupi keluarga dengan rezeki yang halal serta menghiasi rumah dengan shalat, doa, dzikir, membaca Al Qur'an, puasa, zakat, infaq, sadaqah, waqaf, membaca dan mengembangkan ilmu
  • Pemilihan lembaga pendidikan anak yang menghadirkan dan menjanjikan keimanan, ilmu dan cinta, serta seminimal mungkin pengaruh lingkungan yang negatif

Analisis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun