Mohon tunggu...
Putriana Supriatin
Putriana Supriatin Mohon Tunggu... Guru - Guru Lintas Mata Pelajaran

saya menyukai tantangan dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Belajar

9 Desember 2022   06:01 Diperbarui: 9 Desember 2022   06:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Essay

Tema               : Merdeka Belajar

Penulis             : Putriana Supriatin

Pendidikan yang merdeka adalah impian bagi sebagian besar anak-anak khususnya yang masih susah untuk mendapatkan akses untuk memperolehnya, contohnya adalah mereka yang berasal dari kalangan keluarga menengah kebawah atau bahkan yang berada dibawah garis kemiskinan. Namun bagi sebagian lain kata ini tentu sangat familiar dan dimaknai dengan biasa-biasa saja, khususnya bagi anak-anak usia sekolah yang gampang memperolehnya, contohnya adalah fenomena anak-anak kota besar yang bersaing memperoleh pendidikan dilembaga dengan biaya mandiri dan berlomba meraih rating teratas, entah karena dorongan keluarga ataupun diri mereka sendiri.  Lain lagi dengan golongan yang justru dipaksa untuk memperoleh pendidikan. Berbagai upaya akan dilakukan oleh para orang tua agar anaknya mau mengenyam pendidikan. Contohnya adalah pelajar yang dengan sengaja menyatakan bahwa motivasi mereka sekolah hanya agar mendapat uang jajan dan dibelikan motor baru.

Penggolongan yang saya jabarkan diatas adalah berdasarkan dari apa yang saya lihat dan saya baca. Miris memang menerima kenyataan bahwa di negeri kita Indonesia ini yang dari dulu alamnya dikenal kaya raya. Sumber rempah-rempah yang menjadi primadona bangsa Eropa selama berabad-abad. Negeri yang konon memiliki hasil bumi yang sangat melimpah. Tapi apa yang kita dapat. Apakah sudah cukup bekal yang ditinggalkan generasi sebelumnya untuk generasi yang akan datang? Apakah kita sudah benar benar merdeka? Ataukah kemerdekaan hanya untuk kalangan tertentu saja?

Baik kita mulai dari gagasan pendidikan yang dicanangkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia Soewardi Soerjaningrat atau yang biasa kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Pemuda yang dahulunya berjuang demi pendidikan di negerinya ini berasal dari kalangan bangsawan atau yang biasa disebut dengan kalangan priyayi. Melansir laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia merupakan cucu dari Sri Paku Alam III dan anak dari GPH Soerjaningrat. Terlahir sebagai bangsawan Jawa, Suwardi Suryaningrat mengenyam Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar Belanda. Setelah tamat dari ELS, dia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dokter Jawa di Jakarta atau STOVIA (School tot Opleiding Van Indische Artsen, sekolah calon dokter yang sekarang dikenal dengan Unversitas Indonesia. Namun perjuangan pendidikannya harus selesai tanpa mendapatkan gelar dokter karena kondisinya pada saat itu sedang sakit.

Ki Hadjar Dewantara dianggap ancaman oleh Pemerintah Hindia Belanda karena selalu menyuarakan tentang semangat pendidikan untuk masyarakat pribumi. Belanda berencana akan mengasingkan Suwardi ketempat yang jauh sehingga tidak dapat menebarkan semangat positifnya ke seluruh anak negeri. Namun, bukannya takut atau gentar. Suwardi justru mengajukan permohonan agar dia diasingkan ke negeri kincir angin atau Belanda. Ternyata pemuda ini memliki rencana agar dapat mengembangkan ilmunya di negeri asal para penjajah. Beliau ingin tahu kenapa pendidikan Eropa berpengaruh dalam revolusi industri. Pada saat diasingkan di negeri kincir angin, Suwardi bersama beberapa rekannya belajar untuk memperoleh sertifkat agar dapat mendirikan sekolah di negeri sendiri. Setelah lepas dari pengasingan Ki Hajar Dewantara lalu mendirikan sekolah pertamanya untuk anak negeri yaitu Perguruan Nasional Taman Siswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa).

Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan di Indonesia memang berproses dari mulai cikal bakal yang kecil hingga akhirnya muncul beragam metode pendidikan zaman sekarang. Belajar dari cara Ki Hajar Berjuang demi pendidikan kita jadi paham mengapa pendidkan pantas diperjuangkan. Bahkan saat negeri ini masih berstatus sebagai wilayah jajahan, Ki Hajar dan teman-temannya tidak gentar untuk melawan arus dan menentang rezim yang pada saat itu melarang anak negeri untuk belajar.

Bangsa Eropa sejatinya telah membangun sekolah-sekolah dan mengembangkan pendidikan di daerah jajahannya Indonesia. Namun, pada masa kolonial sekolah-sekolah yang didirikan Belanda hanya dapat dimasuki oleh beberapa lapisan masyrakat saja. Yang pertama adalah sekolah yang didirikan hanya untuk anak-anak keturunan Belanda tulen yang ayah dan ibunya adalah orang Belanda. Tipe yang kedua adalah sekolah yang hanya boleh dimasuki oleh anak-anak keturunan Belanda-Indonesia, atau anak yang berasal dari pernikahan campuran. Tipe yang ketiga adalah sekolah-sekolah Belanda untuk anak-anak Belanda dan anak-anak pribumi yang orang tuanya adalah bangsawan. Ini pun konon anak pribumi yang masuk kesekolah Belanda umumnya mereka berasal dari kalangan bangsawan (priyayi) namun, mereka tetap akan menghadapi tindak perundungan dari teman-teman Belandanya. Misalnya, mereka akan ditanya apa nama belakang mereka, apakah ada keturunan orang tua mereka yang orang Belanda dan serba-serbi tentang Belanda lainnya. Anak-anak Belanda ini sangat bersifat etnosentris. Mereka sangat menjunjung tinggi budaya, adat istiadat, cara hidup, bahasa dan semua hal yang berasal dari negaranya saja. Mereka cenderung menganggap pribumi sebagai musuh dan tidak pantas sekolah bersama dengan mereka.

Masalah kesenjangan sosial ini selama berabad-abad terjadi di Indonesia pada saat pendudukan Pemerintah Hindia Belanda. Berbekal pengalaman dan kenyataan yang ada di dalam negeri. Maka, pada masa itu para pemuda Indonesia yang mengenyam pendidikan di Belanda berkumpul untuk membuat suatu perhimpunan. Lalu dibentuklah Perhimpunan Indonesia atau dalam bahasa Belanda disebut  Indische Vereeniging. Perhimpunan ini berisiskan para pemuda terpelajar yang menempuh pendidikan di Netherlands tapi tetap memiliki jiwa nasionalisme yang kuat dalam dirinya. Ini terbukti dari anggota-anggota PI yang pada akhirnya pulang ke tanah air dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh muda yang menjabat sebagai ketua PI adalah Mohammad Hatta. Ini lah salah satu bekal yang telah disiapkan oleh para pendahulu negeri. Tekad dan semangat yang mereka miliki akan menjadi ruh yang menggerakkan jiwa pemuda Indonesia untuk terus memperjuangkan hak-haknya.

Untuk kata merdeka sendiri, memiliki ambiguitas yang tinggi khususnya untuk masyarakat Indonesia. Kita memperoleh kemeredekaan pada tanggal tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima. Pasca kemerdekaan kita semua tahu bahwa bangsa ini mulai menata dari awal tentang struktur pemerintahan, Undang-undang dan dasar negara. Ternyata proklamasi pada saat itu baru sebatas deklarasi. Tapi para pahlawan tak tinggal diam. Para pemuda Indonesia memilih untuk melawan baik dengan fisik maupun ideologi demi mempertahankan kemerdekaan yang sebelumnya sudah diraih dengan darah dan keringat para pejuang di medan perang. Sampai disini pun kita ternyata masih belum merdeka. Kebebasan untuk memperoleh pendidikan masih sebatas kalangan kelas atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun