Mohon tunggu...
Putri HasnaFakhira
Putri HasnaFakhira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mempunyai hobi di bidang hiburan seperti menonton film atau mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Judi Online di Kalangan Remaja

1 Oktober 2022   19:27 Diperbarui: 1 Oktober 2022   19:29 6506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena judi yang sering dijumpai di kalangan masyarakat dewasa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan zaman. Dari yang memakai kartu dari kayu hingga memakai kartu dari kertas, dari yang dilakukan secara langsung sampai yang dilakukan secara tidak langsung. Di era konvensional, games taruhan ini mulai dikembangkan secara legal dengan cara yang lebih modern. Dengan adanya perkembangan teknologi internet yang membuat semua hal dapat diakses dengan mudah dimana saja dan kapan saja membuat angka perjudian di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Kemunculan judi online membuat para pemain judi lebih mudah mengakses permainan ini melalui situs-situs judi. Menurut KOMINFO, sejak 2018 hingga 18 Mei 2022 pihaknya telah memutus 499.645 konten judi di berbagai platform digital. Tetapi disamping itu situs dan aplikasi judi online trus bermunculan dengan nama yang baru walaupun aksesnya telah diputus.

Perjudian merupakan salah satu penyimpangan sosial yang pada hakikatnya bertantangan dangan aturan agama, kesusilaan serta moral Pancasila dan dapat membahayakan masyarakat. Hukum judi menurut peraturan yang belaku di Indonesia tertulis pada Pasal 303 KUHP dan Pasal 303bis KUHP sebagai dasar pengaturan larangan perjudian menurut sistem hukum pidana di Indonesia, ditegaskan hukuman yang berkaitan dengan pelaksanaan judi tersebut adalah hukuman atas mereka yang menjadi fasilitator, yang menyiapkan sarana dan mengajak orang untuk melakukannya. Pasal 303 dan Pasal 303bis KUHP berintikan pada pelarangan perjudian oleh karena diancam dengan pidana penjara maupun pidana dendanya. Adapun hukum judi menurut aturan islam yang sama-sama menganggap bahwa judi merupakan hal yang tidak boleh dilakukan bahkan diharamkan.

Dalam perkembangannya, perjudian tidak hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa, akan tetapi praktek tersebut dilakukan juga oleh anak-anak dan remaja serta tidak memandang jenis kelamin laki-laki ataupun wanita. Menurut Zakiah Daradjat dalam Soetjiningsih (2004 : 58) mengemukakan bahwa pengertian remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Namun pada kenyataannya, justru perjudian berkembang pesat dan semakin marak dilakukan, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara transparan dengan cara sederhana maupun secara modern.

Dengan berbagai macam dan bentuk perjudian yang sudah begitu demikian meluas di kalangan remaja sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara bersembunyi sembunyi maka sebagian remaja sudah cenderung acuh dan seolah-olah memandang perjudian sebagai suatu hal yang wajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Perubahan sosial dan budaya akibat perjudian yang terjadi di masyarakat mengakibatkan pergeseran nilai-nilai agama. Agama hanya di jadikan simbol-simbol identitas diri. Pola perilaku ini, lebih cenderung pada pembentukan imitasi diri. Sehingga terjadi ketimpangan ketimpangan sosial dan perubahan nilai-nilai agama, sosial dan budaya pada umumnya. Walaupun pertimbangan soal-soal kemasyarakatan tentang etika sudah ada sejak dahulu kala, namun upaya untuk meninggikan akhlak mulia sulit untuk tumbuh dari masing-masing masyarakat.

Disamping itu, ada beberapa faktor pendorong terjadnya perjudian dikalangan remaja:

1. Faktor Kebutuhan

Pelaku judi kebanyakan berasal dari masyarakat menengah kebawah dengan keterbatasan kodisi ekonomi dan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Mereka berfikir dengan berjudi mereka akan memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan modal yang sangat kecil mereka akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan mendapatkan uang yang lebih dalam sekejap tanpa usaha yang besar, tanpa memperhatikan dampak dari judi itu sendiri. Keadaan yang mendesak para pemain, juga kurangnya  pengetahuan terhadap dampak dan hukum judi, menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk melakukan hal ini.

Para remaja biasanya menggunakan uang sakunya untuk modal awal untuk berjudi. Kemudian hasilnya dipakai untuk sekedar jalan-jalan atau bermain bersama teman-teman, ada pula yang dipakai untuk membeli kebutuhan atau dipakai untuk berjudi lagi.

Walaupun rata-rata para pelaku judi berasal dari masyarakat menengah kebawah, mereka tetap bisa memainkan judi dengan menggunakan gadget yang mereka punya. Karena pada dasarnya di zaman yang serba digital ini, alat komunikasi elektronik seperti gadget sudah menjadi kebutuhan primer.

2. Faktor Pergaulan

Situasi lingkungan dan solidaritas dapat memicu terjadinya judi. Karna judi bisa saja dianggap suatu kebiasaan dalam suatu lingkungan yang awalnya hanya sebagai kegiatan hiburan atau sekedar menambah keramaian, tanpa disadari permainan itu dapat menjadi hal yang biasa dilakukan tanpa melihat dampak buruk dari permainan itu sendiri. Tekanan kelompok juga dapat memicu orang untuk melakukan judi dengan alasan merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan kelompok.

Selain itu, judi dianggap menjadi suatu permainan yang dapat meningkatkan kedekatan satu sama lain bahkan menumbuhkan rasa kekeluargaan. Mereka bisa berkumpul ataupun mengobrol dengan guna bertukar pikiran mengenai cara bermain judi atau hanya sekedar menambah teman. Kesenangan seperti ini belum tentu diperoleh apabila melakukan kegiatan lainnya.

Judi merupakan salah satu penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Sedangkan, penyimpangan sosial merupakan segala tindakan atau perilaku (individu, kelompok, atau lembaga) yang bertentangan dengan nilai dan norma sosial. Penyimpangan sosial disebabkan oleh beberapa hal, salahsatunya adalah sosialisasi tidak sempurna yaitu keadaan dimana nilai dan norma sosial gagal ditanamkan.

Menurut teori asosiasi diferensial (Differential Association Theory) yang dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland, perilaku menyimpang adalah perilaku yang bisa dipelajari melalui interkasi dengan orang lain yang berperilaku menyimpang dan terjadi karena adanya perbedaan atau diferensiasi penyampaian nilai dan norma dari setiap asosiasi yang ada di masyarakat. Perilaku menyimpang ini disebut juga belajar menyimpang, sama halnya dengan pelaku judi yang melakukan tindakannya karena berinteraksi dengan kelompok para penjudi.

Adapun menurut konsep anomie yang dikemukakan oleh Robbert.K.Merton, para pelaku judi tidak dapat mencapai tujuan hidupnya sebagai orang sukses atau kaya, sehingga melakukan perilaku menyimpang seperti berjudi untuk mencapainya.

Selain itu, perjudian dapat memberikan dampak yang buruk, diantaranya rusaknya moral dan memberikan efek addict atau kecanduan terhadap para pemain. Efek kecanduan ini yang sangat berbahaya bagi seseorang yang mencoba permainan judi. Dalam perjudian yang kalah akan merasa penasaran dan akan berusaha mengejar jumlah uang yang hilang dengan cara bertaruh judi lagi dengan jumlah uang yang sama untuk dipertaruhkan atau lebih untuk mendapatkan keuntungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun