Mohon tunggu...
Putri AyuAnjani
Putri AyuAnjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mari bersama berubah

Jangan takut jalan lambat tapi takutlah jalan di tempat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengukur Peran Pemerintah dalam Pemenuhan Hak Pekerja di Masa Pandemi

28 Maret 2022   19:50 Diperbarui: 29 Maret 2022   10:25 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengukur Peran Pemerintah dalam Memenuhi Hak Pekerja Di Masa Pandemi
Pandemi COVID-19 yang tak berkesudahan memberikan dampak multidimensi bagi seluruh sektor penting kehidupan masyarakat. Ekonomi adalah sektor yang paling terdampak, melemahnya sektor ini tentu berimbas pada nasib para pekerja. Kebangkrutan yang dialami banyak pengusaha berbuntut pada pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji pekerja, hingga sulitnya mencari pekerjaan. Dampak pandemi ini memang sangat merugikan buruh, terlebih lagi dari fenomena tersebut hak pekerja tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Ketimpangan ini tentunya tidak dapat dibenarkan, maka campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk tercapainnya keadilan pada pekerja.
Buruh dalam dari masa ke masa telah melewati proses panjang dengan sistem yang terus berganti, serta situasi yang fluktuatif. Hak buruh kembali hilang di tengah situasi yang tidak normal ini, banyaknya kepentingan negara berakibat pada terkikisnya hak buruh. Pada masa pandemi, pemerintah mengeluarkan peraturan yang menuai kontroversi seperti Permenaker Nomor (2) Tahun 2022, salah salah satu isinya mengatur mengenai Jaminan Hari Tua yang dinilai merenggut hak-hak buruh pada aspek pemberian upah.
Hak Asasi Manusia dipahami sebagai suatu hak yang sudah melekat sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Negara berkewajiban melindungi HAM, salah satunya telah dilakukan dengan membuat aturan tentang perlindungan dan penegakanHAM. Namun sayangnya, masih marak ditemukan pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum terselesaikan oleh negara.
Pandemi yang tak berkesudahan didapuk menjadi biang kerok pelanggaran terhadap pekerja. Pandemi dijadikan narasi oleh para pengusaha untuk mengurangi hak buruh, fenomena ini mulai disadari ketika maraknya terjadi pemutusan kontrak kerja. Membuat kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak berpihak kepada buruh, serta sulitnya meminta kenaikan gaji di tengah perekonomian yang sedang kacau. Selain itu, ada pula hak-hak pekerja yang tidak dipenuhi seperti dalam aspek kesehatan, misalnya beberapa perusahaan tidak menerapkan protokol kesehatan di tengah buruknya kondisi penyakit fenomena tersebut pastinya akan membahayakan kesehatan pekerja.  
Tentang buruh, maka kita akan berbicara tentang penderitaan dan penindasan. Melihat dari sejarah, buruh memang selalu menjadi korban dari penindasan dan eksploitasi. Fenomena itu menjadi salah satu bukti mudahnya para buruh menjadi korban penindasan, mereka dikekang dan dieksploitasi dengan berbagai macam aturan yang merugikan mereka. Tak ayal, banyak dari buruh yang kehilangan haknya, baik sebagai buruh maupun sebagai manusia. Pentingnya penegakan HAM terhadap buruh menjadi perhatian yang perlu dikritisi masyarakat, perhatian ini tentu berlanjut dengan pertanyaan, bagaimana peran negara menanggapi pelanggaran HAM yang kerap menimpa buruh di Indonesia?
Setiap pekerja, memiliki haknya masing-masing. Para buruh memiliki hak dalam mendapatkan perlindungan, keadilan, dan sebaginya. Hal itu telah diatur dalam Instrumen HAM Pasal 7 ayat (1) UU No. 11 2005 yang mengatur tentang hak buruh dalam mendapatkan upah, yang berbunyi, “Setiap negara harus mengakui hak setiap individu dalam kondisi atau keadaan kerja yang adil serta menyenangkan. Serta dapat menjamin pemberian upah kepada para pekerja dengan, Gaji atau upah yang sama adilnya, baik pria maupun wanita tidak dibedakan dalam mendapatkan upah dengan pekerjaannya yang sama”.
Selain pada No. 11 aturan mengenai hak buruh dalam pemberian upah pun kembali dipertegas pada aturan bagian II pasal 7 No. 18 terkait Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Menghormati hak-hak fundamental milik seseorang, yaitu dapat berupa hak para pekerja baik dalam hal kondisi keamanan kerja serta upah. Selain itu, perlu memberikan upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya serta keluarganya yang sudah ditekankan pada pasal 7 konvenan. Hak lainnya yaitu, mendapatkan penghormatan dalam melaksanakan pekerjaannya. Ada aturan mengenai hak miliki pekerja dan buruh dalam pekerjaannya, di mana haknya dapat mendapatkan pemasukan yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya, dan keluarganya kemudian menghormati pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
Aturan terkait Hak Asasi juga mengatur aturan mengenai perlindungan pekerja dalam aspek kesehatan seperti yang diatur pada Pasal 12 terntang Kovenan Internasional Hak Ekonmi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi dalam Undang-undang No. 11 tahun 2005. Yang dalam instrument tersebut berbunyi, “Setiap negara tersebut mengakui hak setiap orang untuk dapat merasakan standar paling tinggi dalam kesehatan jasmani dan rohani”.
Dalam regulasi yang telah disebutkan tadi, negara dituntut perannya sebagai wadah mediasi yang solutif. Tindakan itu harus dilakukan pemerintah sebagai respons terhadap kondisi tertentu dari buruh. Dengan iu, pengusaha, pekerja, dan pemerintah harus mampu menjalin kerja sama yang dapat mengantisipasi terjadinya suatu tindakan sewenang-wenang yang kerap kali menimpa buruh. Setidaknya, pemerintah melakukan upaya berikut guna menciptakan kondisi yang lebih baik antara pengusaha dan buruh.
Lemahnya Pengawasan di Bidang Ketenagakerjaan
Pertama, melakukan pengawasan ketenagakerjaan. Pengawasan ini penting dilakukan guna mempermudah pemerintah dalam merumuskan kebijakan berdasarkan dengan apa yang terjadi di lapangan. Bentuk kegiatannya seperti memberikan informasi terkait kebijakan untuk pekerja dalam bekerja serta melakukan tinjauan secara berkala. Seperti yang sudah diterapkan beberapa perusahaan, seperti pengurangan hari dan lamanya jam kerja, meliburkan pekerja dengan catatan tidak putus kerja. Mitigasi ketenagakerjaan pun dilakukan dalam menghadapai keadaan situasi para pekerja yang semakin memburuk karena krisis ekonomi dampak dari Pandemi Covid-19.
Kurang Melakukan PPHI
Kedua, melakukan mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Peran pemerintah dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan kerja adalah sebagai Tripartite. Tripartite  merupakan dialog tiga arah, dengan memberikan sebuah opsi insentif untuk pengusaha serta pekerja. Peran pemerintah sebagai penengah serta mencari solusi, nantinya tidak merugikan salah satu pihak antar pengusaha dan pekerja, yang harus disepakati kedua belah pihak terutama terkait pemenuhan hak-hak pekerja.
Kurang Responsif dengan Masalah Pekerja
Ketiga, membuat kebijakan terkait permasalahan yang terjadi. Upaya ini ditujukan untuk mengurangi konflik yang terjadi antara pengusaha dan pekerja. Agar hak pekerja terpenuhi, pemerintah membuat aturan intensif seperti, bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja serta pemotongan biaya kebutuhan utama masyarakat yaitu air dan listrik. Dengan implementasi paket yang diberikan oleh pemerintah ini, merupakan bentuk respons pemerintah menangani siatuasi yang semakin buruk, khususnya masalah ekonomi para pekerja.
Referensi
Sirait.dkk.(2021).Buruh di Cekik Pandemi.Jakarta:LBH Jakarta.
Romlah, S.(2020).Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Buruh di Indonesia, 4(1), 213-222.
Sirait Silvia Yenny, S.H., M.H,dkk. (2020). Buruh Dicekik Pandemi. Jakarta. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun