Mohon tunggu...
Puspita Sari
Puspita Sari Mohon Tunggu... Model - Mahasiswi

Sedang menempuh studi manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Modal Sosial dalam Konsep Keislaman

4 Desember 2019   20:09 Diperbarui: 4 Desember 2019   20:22 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: uswarwatch.org

Oleh Puspitasari

Human Development Report
Menurut data dari United Nations Development Progamme (UNDP)[1], nilai Human Development Report (HDR) atau biasa disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2018 ada diurutan ke 116 dari 189 negara yang ada, dengan nilai Index IPM berkisar 0.694, atau stagnan dari tahun 2017 yang lalu.

Index IPM ini, menggambarkan kondisi kesejahteraan dalam suatu Negara, karena IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu[2] Umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Dengan demikian, rendahnya peringkat IPM Indonesia menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan manusia Indonesia masih berada di tingkat yang rendah.

Padahal, index IPM ini merujuk kepada konsep basic human capabilities, dapat dikatakan bahwa kemampuan masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya saja masih sangat susah. Dengan kata lain, bukannya hidup berkecukupan, masyarakat Indonesia masih belum dapat terbebas dari lilitan kemiskinan.

Hal menarik yang dapat dicermati adalah, dari hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 239,89 juta jiwa, dimana 87,17% atau 209,12 juta jiwa diantaranya adalah penduduk beragama muslim.

Selain Indonesia, Negara-negara muslim lainnya pun index IPM nya masih dibawah Negara-negara Eropa, Latin Amerika, dan juga Asia Timur dan Pasifik.

Apakah potret rendahnya IPM di Negara-negara muslim ini serta merta menggambarkan bahwa ada korelasi antara islam dan kemiskinan? Tentu kita perul hati-hati dengan fallacy of dramatic instance seperti ini. Selain secara teologis Islam tidak mengajarkan umatnya untuk miskin, banyak juga Negara non- muslim lainnya yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Namun, kita sebagai umat muslim juga jangan sampai terjebak dalam pembelaan diri yang berlebihan. Sambil terus mempelajari secara otentik ajaran-ajaran Islam yang mendorong kemajuan, umat Islam, khusunya yang ada di Indonesia harus terus berupaya untuk mengindentifikasi faktor-faktor pemacu peningkatan indeks IPM Indonesia itu sendiri.

Social Capital
Dapat kita setujui bahwa pembangunan tidak hanya berkaitan dengan modal ekonomi saja. Telah banyak studi yang menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya saja dilandasi oleh model ekonomi saja, namun juga memiliki keterkaitan dengan modal sosial.

Menurut Fukuyama dalam bukunya yaitu Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity (1995), ia berhasil meyakini bahwa modal sosial memiliki kekuatan un tuk mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial suatu negara.

Negara-negara yang dikategorikan sebagai high trust societies, menurut Fukuyama, cenderung memiliki keberhasilan ekonomi yang mengagumkan. Sebaliknya, low trust societies cenderung memiliki kemajuan dan perilaku ekonomi yang lebih lamban dan inferior.

Fukuyama (1995; 1999) mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat norma atau nilai informal yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka.

Kunci dari modal sosial adalah trust atau kepercayaan. Dengan trust, lanjut Fukuyama, orang-orang bisa bekerjasama dengan baik. Karena ada kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Trust bagaikan energi yang dapat membuat kelompok masyarakat atau organisasi dapat bertahan. Trust yang rendah mengakibatkan banyak energi terbuang karena dipergunakan untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan.

Terdapat dua aspek yang dapat dilihat dalam Modal Sosial dan kaitannya dengan islam menurut Suharto dalam jurnalnya, yaitu secara das sollen dan das sein.[3]

 Modal Sosial Dalam Islam secara Das Sollen
Islam memiliki landasan kuat untuk membangun masyarakat yang committed terhadap modal sosial. Menurut Mintarti (2003), Islam memiliki komitmen terhadap kontrak sosial dan norma yang telah disepakati bersama; dan bangunan masyarakat Muslim ciri dasarnya adalah ta'awun (tolong menolong), takaful (saling menanggung), dan tadhomun (memiliki solidaritas). 

Postulat naqliyah ajaran Islam yang koheren dengan modal sosial terdokumentasikan dengan baik 15 abad silam (Mintarti, 2003). Saat itu, masyarakat di Kota Madinah diajarkan untuk membangun dan menjunjung masyarakat ideal yang kerap kita kenal dengan sebutan masyarakat madani atau civil society(Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban).

Masyarakat ini, memiliki tantanan sosial yang baik, berasas pada nilai moral yang menjamin adanya kesimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial. Implementasinya antara lain dengan terbentuknya good governance yang tunduk pada sistem dan perundang-undangan yang akuntabel dan transparan.

Dalam Islam dikenal doktrin fitrah yang sejalan dengan makna trust. Setiap bayi yang terlahir adalah laksana kertas putih bersih. Islam tidak mengenal dosa turunan. Manusia pada dasarnya adalah baik.

Maka, dalam konteks relasi sosial, Islam menganjuran untuk berprasangka baik (husn al-dzan) dan melarang ghibah dan fitnah. Ajaran filosofis tersebut dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, khususnya dalam berdagang sehingga beliau dikenal dengan sebutan al-Amin (orang yang terpercaya).

Bila dicermati, banyak sekali ayat Al-Quran yang membahas ibadah mahdhah seperti shalat berjamaah, zakat, qurban, puasa, haji, maupun muamallah seperti silaturahim, anjuran mengucapkan salam, menengok orang sakit dan seterusnya yang pada hakikatnya menjunjung tinggi dan sekaligus merupakan instrumen modal sosial.

Tidak sedikit hadits nabi yang menekankan pentingnya modal sosial, baik diantara sesama Muslim maupun sesama manusia (lihat Mintarti, 2003). Anas ra. menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, "Tiada sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai sesama Muslim, sebagaimana ia telah mencintai dirinya sendiri."

An-Nu'man Basyir ra. berkata: bersabda Rasulullah SAW, "Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam cinta mencintai, kasih mengasihi dan rahmat merahmati adalah bagaikan satu badan, apabila salah satu anggota badannya menderita sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan, hingga terasa panas dan tidak dapat tidur."

 Modal Sosial Dalam Islam secara Das Sein
Pertanyaannya, jika secara das sollen Islam merupakan agama yang memiliki ajaran dan perangkat modal sosial, apakah secara das sein umat Islam saat ini menunjukkan perilaku yang kental dengan trust?

Pertanyaan ini cukup penting mengingat pembangunan manusia melibatkan proses menggali dan memunculkan modal sosial yang bersifat das sollen (keharusan) menjadi das sein (kenyataan), yang diwujudkan oleh perilaku aktual umatnya dalam sebuah komunitas.

Menurut Syamsul Arifin (2003), masyarakat Islam tampaknya kurang memberi perhatian terhadap modal sosial, meskipun human capital yang dimiliki melimpah. Dalam kehidupan keagamaan, umat Islam tidak mudah disatukan dalam banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan, seperti yang selalu terjadi dalam menentukan Idul Fitri dan Idul Adha.

Rendahnya IPM dan problema kemiskinan masih merupakan tantangan serius yang dihadapi umat Islam, khususnya di Indonesia. Ini memberi pesan bahwa dalam pengentasan kemiskinan, peran lembaga-lembaga sosial keagaamaan (misalnya LAZNAS, BAZIS, Dompet Dhuafa) bisa memfokuskan pada penguatan aspek pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Program-program seperti Rumah Sakit gratis, Rumah Bersalin gratis, dan sekolah untuk kaum dhuafa yang selama ini telah dijalankan perlu terus dikembangkan dan diperluas baik flatforms maupun jumlah sasaran garapannya.  

[1] http://www.hdr.undp.org/en/countries/profiles/IDN

[1] https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html#subjekViewTab1

[1] http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ModalSosialIslamDompetDhuafa.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun