Mohon tunggu...
Purwanto Putra
Purwanto Putra Mohon Tunggu... Dosen - Penulis

Penulis Blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potensi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Berbasis Masyarakat Adat

7 September 2020   19:55 Diperbarui: 4 Oktober 2020   21:48 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebutuhan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan perlu disegerakan. Hal ini sebagai upaya mengurangi ketergantungan dan antisipasi terhadap keterbatasan energi fosil yang sudah menuju akhir. 

Energi yang berasal dari batu bara dan minyak bumi tersebut sudah semakin menipis jumlah dan cadangannya. Selain itu yang kita tidak boleh lupa yaitu kebutuhan untuk menjaga alam ini,  merawat lingkungan ini agar tetap lestari sebagai bentuk pertanggungjawaban dan jaminan kelak kita dapat mengembalikan kepada anak-cucu secara utuh. 

Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga think-tank yang aktif melakukan advokasi dan kampanye pemenuhan kebutuhan energi berbasis masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan. 

Dalam hal energi IESR telah menyampaikan rekomendasinya agar Indonesia secepat mungkin mengurangi jumlah pembangkit listrik tenaga batubara dan mengupayakan peningkatan kontribusi energi terbarukan bahkan jika bisa hingga tiga kali lipat pada 2030. 

Dengan ini harapannya Indonesia sudah tidak lagi menggunakan batubara di tahun 2040. Ini mesti dilakukan, demi keberlanjutan ekologi dan menjaga suhu bumi agar tetap berada dibatas aman, 1,5 derajat celcius.

Energi dari Komunitas Adat

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di wilayah Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Merupakan perkampungan adat diketinggian 800-1.200 mdpl yang memegang teguh nilai dan prinsip adat.  

Masyarakat Adat Ciptagelar saat ini dipimpin  generasi kesebelas kasepuhan,Abah Ugi. Usianya masih terbilang muda belum lepas kepala tiga. Namun, seluruh masyarakat di sana menaruh hormat dan mempercayainya sebagai representasi leluhur yang membawa kehidupan ke atas dunia ini.

Menyoal tentang penghidupan masyarakat utamanya bersumber dari sektor pertanian. Dalam kesehariaan Masyarakat Adat Ciptagelar masih menerapkan sistem cocok tanam tradisional, organik tanpa menggunakan pupuk. Upaya tersebut terbukti berhasil, sesuatu yang mengejutkan saat ini Masyarakat Ciptagelar memiliki cadangan pangan setidaknya untuk 95 tahun ke depan. Mengherankan ketika masa tanam di sana ternyata hanya berlangsung sekali setahun bahkan nyaris tak pernah gagal. 

Dari berbagai sumber literatur, keberhasilan itu datang berkat dukungan kebijakan adat dan pengetahuan lokal yang secara konsisten telah diwariskan  secara turun-temurun. Hasil panen mereka disimpan dalam leuit (lumbung padi) yang dapat kita saksikan berjejeran apik memenuhi seputaran wilayah desa. Di sana setiap satu keluarga minimal punya satu leuit, belum lagi ditambah dengan kepemilikan komunal. 

Dalam aturan Adat Masyarakat Ciptagelar juga tidak membolehkan untuk menjual padi atau beras. Demikianlah penuturan yang disampaikan Yoyok Yogasmana, Tetua Adat Ciptagelar yang bertugas serupa humas kasepuhan, untuk menjembatani hubungan antara kasepuhan dengan orang luar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun