Oleh. Wira D. Purwalodra
Menjadi seorang pendengar yang bijak ketika berhadapan dengan anak yang beranjak dewasa adalah seni yang memerlukan kebijaksanaan, kesabaran, dan pemahaman yang mendalam. Dalam Islam, kita diajarkan untuk menjadi pendengar yang baik melalui konsep mendengarkan secara aktif dengan hati yang penuh kasih dan pikiran yang terbuka.Â
Banyak orang tua merasa cemas ketika anak-anak mereka mulai menunjukkan tanda-tanda kedewasaan; ini adalah masa transisi yang melibatkan perubahan emosional dan psikologis yang signifikan.Â
Ajaran Islam mengenai hubungan antara orang tua dan anak, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an, mengingatkan kita untuk memperlakukan anak dengan hormat dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan teori psikologi modern yang menekankan pentingnya komunikasi positif dan validasi perasaan anak.
Mendengarkan dengan bijak bukan hanya soal mendengarkan kata-kata, tetapi juga memahami emosi di baliknya. Carl Rogers, seorang psikolog humanis terkenal, mengatakan bahwa "mendengarkan aktif" adalah dasar dari hubungan yang sehat.
 Mendengarkan aktif melibatkan perhatian penuh terhadap pembicara, tidak hanya menanggapi dengan diam-diam, tetapi juga mengakui dan mengerti perasaan mereka. Dalam konteks parenting, ini berarti menyediakan ruang bagi anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya tanpa takut dihakimi.
Tantangan terbesar dalam mendengarkan adalah menahan dorongan untuk segera memberi nasihat atau memecahkan masalah yang dihadapi anak. Filosof terkenal, Epictetus, mengingatkan kita bahwa, "Kita memiliki dua telinga dan satu mulut sehingga kita dapat mendengarkan dua kali lebih banyak daripada kita berbicara."Â
Dalam Islam, sabar adalah kunci untuk berinteraksi dengan sesama, termasuk anak yang sedang beranjak dewasa. Sabar dalam konteks ini berarti menahan diri dari memberikan reaksi instan dan mencoba memahami perspektif anak sepenuhnya.
Teori psikologi perkembangan menjelaskan bahwa remaja dan dewasa muda sedang dalam fase mencari identitas dan kemandirian. Ini adalah periode kritis di mana mereka membutuhkan dukungan orang tua, bukan sebagai figur otoriter, tetapi sebagai pendengar dan mitra sejajar dalam perjalanan mereka menuju kedewasaan.Â
Carl Jung pernah berkata, "Satu-satunya orang tua yang benar-benar dapat membantu anak muda adalah orang yang tetap memahami anak muda tersebut." Menjadi pendengar yang bijak memerlukan kemampuan untuk membedakan kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan.