Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Plus Minus Bagasi Berbayar

29 Januari 2019   22:05 Diperbarui: 30 Januari 2019   02:07 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahan Grafis dari escape.com.au

Setelah Air Asia, maskapai Lion dan Wings menerapkan aturan bagasi berbayar bagi penumpangnya, terhitung 22 Januari. Kini penumpang tidak bisa lagi menitipkan barang secara gratis.

Kompetitornya, Citilink juga akan mengekornya pada 8 Februari nanti. Ketentuan ini memang menjadi hak pihak maskapai karena menurut aturan pemerintah, maskapai LCC (Low Cost Carrier) memang tidak wajib menyediakan bagasi gratis.

Tampaknya maskapai LCC melihat adanya peluang bisnis di bidang kargo seiring dengan maraknya belanja daring (online). Pesatnya pengguna handphone di Indonesia melahirkan tata-niaga baru yaitu penjualan melalui dunia maya.

Antara penjual dan pembeli tidak perlu saling ketemu. Mereka bertemu di pasar-maya. Setelah transaksi selesai, maka barang dikirim menggunakan layanan hantaran. Bisnis di bidang kurir ini rupanya menggiurkan pihak maskapai juga.

Dalam kalkulasi maskapai, bisnis kargo ini sangat menguntungkan karena biaya operasional penerbangan sudah dibebankan kepada penumpang saat membayar tiket. Karena itu, uang yang didapatkan dari pembayaran kargo dapat langsung dicatatkan sebagai keuntungan bersih karena praktis maskapai sudah tidak perlu keluar biaya apa-apa lagi.

Keuntungan lain dari bisnis kargo ini adalah risikonya lebih kecil daripada mengangkut penumpang. Barang-barang di kargo tidak akan protes kalau terjadi delay.

Pihak maskapai tidak perlu menyediakan kompensasi kalau penerbangannya terlambat. Jika terjadi kecelakaan maka santunan/ganti rugi untuk kehilangan barang jauh lebih sedikit daripada kehilangan nyawa.

Karena itulah, pengenaan bagasi berbayar ini adalah bagian dari strategi menjalankan bisnis di bidang kargo. Selama ini, bisnis kargo menjadi pemasukan sampingan dari pihak maskapai.

Jika ada sisa ruang di ruang bagasi, barulah diisi dengan muatan kargo. Kini, dengan tingginya lalu-lintas pengiriman barang, maka maskapai memutar otak untuk mengurangi barang-barang bagasi agar ruang untuk kargo ini bisa bertambah. Caranya? Dengan memaksa konsumen untuk membayar bagasi. Kebijaksanaan ini akan menimbulkan dua keuntungan: Pertama, maskapai mendapat pemasukan dari pembayaran bagasi oleh penumpang. Kedua, jika volume bagasi berkurang maka ruang untuk kargo akan lebih banyak.

Nah di sinilah terjadi ketidakadilan pada konsumen. Dengan pengenaan biaya bagasi itu semestinya tarif tiket pesawat untuk penumpang turun karena ada komponen yang dihilangan. Yang terjadi, tiket tidak turun.

Di sini ada potensi kenaikan biaya terselubung. Jika konsumen terpaksa harus membayar bagasi, maka nilai total antara tiket dengan biaya bagasi bisa menyamai harga tiket maskapai kelas premium atau full service. Dengan demikian kategori maskapai LCC tidak berlaku bagi maskapai ini. Ketidakadilan lainnya adalah konsumen dipaksa membayar biaya angkutan untuk kargo, padahal itu bukan barang-barang milik konsumen.

Sisi Baiknya
Meski demikian ada sisi baik dari pengenaan bagasi berbayar ini. Karena konsumen terbiasa dengan bagasi gratis, maka konsumen cenderung untuk membawa barang sebanyak-banyaknya ketika pergi menggunakan pesawat. Mereka seolah-olah ingin memindahkan seluruh isi lemari ke dalam koper. Saat packing, calon penumpang terkadang memasukkan benda yang sebenarnya tidak esensial dan tidak dibutuhkan selama perjalanan. 

"Untuk berjaga-jaga, siapa tahu nanti dibutuhkan. Mumpung bagasinya gratis 10 kg," begitu pikirnya. Kita sering melihat penumpang yang barang bawaannya sangat rempong seperti mau pindahan rumah saja.

Namun yang tidak disadari oleh konsumen bahwa setiap pergerakan barang selalu menimbulkan jejak karbon. Setiap perpindahan barang selalu membutuhkan energi.

Semakin berat barang yang dipindahkan, semakin besar energi yang dibutuhkan. Dan selama ini, kita banyak menggunakan energi fosil sebagai alat transportasi. Padahal energi ini  menghasilkan gas buangan yang mencemari udara. Ini yang disebut dengan jejak karbon. Tidak hanya selama penerbangan, perjalanan di darat saat berangkat dan pulang ke bandara juga meninggalkan jejak karbon.

Dengan adanya pengenaan tarif bagasi berbayar, konsumen mulai berhitung. Mereka hanya membawa barang-barang yang dibutuhkan saja supaya tidak melebihi berat 7 kg dari berat barang yang bisa dibawa ke kabin. Dengan membawa barang yang seperlunya, secara tidak sadar mereka telah mengurangi pontensi jejak karbon.

Siapkan Dulu
Jika maskapai menerapkan kebijaksanaan bagasi berbayar, maka pihak pemerintah harus mengawasinya dengan ketat. Hal ini untuk mencegah munculnya biaya-biaya siluman yang menyebabkan konsumen LCC membayar sama dengan tiket kelas premium atau full service, tapi mendapat layanan LCC. 

Selain itu, maskapai LCC juga harus membuat standar pelayanan minimum yang lebih tinggi dalam pelayanan baggage handling. Karena konsumen telah membayar untuk bagasi, maka mereka harus mendapat layanan yang lebih baik jika kerusakan bagasi, kehilangan bagasi, atau bagasi nyasar. Jadi bagian bagage handling tidak bisa diperlakukan sebagai business as usual. Ingat, dalam UU Perlindungan Konsumen 8/1999, konsumen mendapat hak untuk mendapatkan ganti rugi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun