Mohon tunggu...
Buya Tri Harmoko
Buya Tri Harmoko Mohon Tunggu... Human Resources - Bukan Pujangga

Belajar menulis, pekerja dan belajar wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Money

Sebuah Keresahan terhadap Kebijakan Komponen Lokal

27 Februari 2018   09:12 Diperbarui: 27 Februari 2018   09:48 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada tahun 1964 Presiden, Soekarno mengemukakan prinsip Trisakti Tavip (Tahun Vivere Pericoloso), nampaknya paham benar bahwa masa depan Indonesia akan terancam karena "proses sosial yang berakibat pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma didalam kesadaran orang", yang menurut seorang ahli bernama Malcom Waters disebut Globalisasi.  Salah satu ramalan Soekarno tentang kemungkinan bahwa adanya bantuan asing atau globalisasi akan menciptakan ketidakmandirian bangsa.

Salah satu isu besar di era globalisasi dalam perdagangan internasional adalah mengenai persyaratan kandungan lokal. Persyaratan kandungan dalam negeri/lokal (TKDN) adalah ketentuan di suatu negara bahwa suatu produk hanya dapat dikatakan sebagai produk hasil dalam negeri apabila produk tersebut diproduksi dengan menggunakan sebagian besar bahan-bahan dalam negeri dibandingkan denga komponen-komponen yang didatangkan dari luar negeri. 

Ketentuan kandungan lokal telah digunakan secara luas oleh negara berkembang dalam rangka mengalihkan basis manufaktur-nya dari perakitan kepada pengolahan bahan-bahan antara (intermediate goods). TKDN dapat menjadi pondasi utama dalam menahan derasnya arus masuk barang luar negeri yang tentu berdampak pada kinerja produktivitas industri dalam negeri yang tentu berujung pada tingkat perekonomian negara misalnya menurunnya PDB (product domestic bruto).

Pemerintah sendiri telah menetapkan strategi penguatan ekonomi pada Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dimana didalamnya terdapat strategi Penguatan, pendalaman dan penumbuhan 6 (enam) klaster industri prioritas kandungan lokal, yang didalamnya tercantum strategi kebijakan kandungan lokal untuk industri.  Peraturan tersebut diperkuat dengan Undang-undang nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, dimana didalamnya terdapat syarat untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri yang besaran atau tingkatan nilai komponen secara detail dijabarkan dalam Peraturan Menteri terkait.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana penerapan di lapangan mengenai tingkatan kandungan dalam negeri tersebut ?. Seperti yang kita ketahui adalah produk-produk asing begitu massive-nya berkeliaran di Indonesia. 

Di proyek 35 ribu MW-nya PLN, Direktur Perencaan Korporat PLN saat itu yang sekarang berlabuh ke Pertamina, Nicke Widyawati, sendiri  menyatakan bahwa sebagian besar pengadaan masih didatangkan dari Jepang dengan besaran 47,5 persen. Selain itu, pengadaan peralatan juga didatangkan dari China dan beberapa negara Eropa lainnya, penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek 35 ribu megawatt (MW) masih di bawah harapan. Hingga saat ini, rata-rata capaian TKDN untuk pembangkit baru mencapai 32 persen, di bawah target 40 persen. 

Di sektor farmasi, hampir 95 % bahan baku farmasi berasal dari luar negeri dan rumah sakit masih menggunakan alat kesehatan impor. Pada Industri baja yang disebut 'mother of industries' karena memiliki peranan penting lantaran menjadi material dasar dalam berbagai sektor, saat ini produksi baja nasional berkisar 5,79 juta ton. Sayangnya, kondisi tersebut dibayangi infiltrasi impor sebesar 25 persen dari total kebutuhan nasional. Beberapa industri lain dengan TKDN rendah yaitu boiler dan heat exchanger. Di industri maritim penunjang minyak dan gas, produk dengan TKDN rendah misalnya pipa tanpa sambungan.

Yang menjadi kendala dalam penerapan aturan TKDN tersebut adalah ketersediaan produk lokal saat dibutuhkan oleh industri, kemudian harga impor sering lebih murah dibandingkan dalam negeri, dan yang sering terjadi adalah perhitungan TKDN untuk perakitan di dalam negeri dengan part yang seluruhnya impor. Dari faktor eksternal adalah adanya Paragraf l.a illustrative list dari Agreement on TRIMs melarang Negara-negara anggota WTO menerapkan kebijakan local content requirement yang dijadikan sebagai salah syarat bagi investor untuk dapat melakukan kegiatan penanaman modal. 

Local content requirement atau kebijakan kandungan lokal dilarang karena dianggap tindakan tersebut merupakan bentuk perlakuan diskriminatif terhadap barang. Perlakuan yang diskriminatif seperti ini dengan sendirinya menciptakan persaingan yang tidak adil antara barang impor dan barang buatan dalam negeri. Melalui persyaratan kandungan lokal sebenarnya Pemerintah host country telah membatasi akses pasarnya bagi barang-barang yang sama dari negara-negara anggota lain.

Dalam hal ini Pemerintah harus tegas menyikapi terkait kebijakan WTO tersebut bahwa aturan TKDN wajib diimplementasikan untuk menyelamatkan industri nasional. Diperlukan sinergi antar kementrian terkait, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merealisasikan capaian TKDN, pelaku bisnis harus mempunyai kesadaran, etika bisnis yang baik dan rasa nasionalis terkait kandungan lokal, dan regulasi pendukung seperti perlakuan pajak yang mendukung penerapan TKDN tersebut.

Menjadi motivasi kita bahwa kebijakan TKDN dapat memberikan efek domino yang positif terhadap perekonomian negara. Dengan penerapan kebijakan TKDN, Indonesia juga bakal semakin berpeluang menjadi pemain aktif dalam agenda rantai nilai dari pasar global. Atau setidaknya penerapan TKDN dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja di industri Indonesia. Oleh sebab itu perlu tata cara yang lebih inovatif agar kita tidak sangsi terhadap aturan penerapan TKDN karena derasnya globalisasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun