Bayangan Masa Lalu
Oleh : Purida
Kuselusuri jalanan disepanjang Malioboro sore ini , setiap langkah kujajaki dengan seksama, sudah beberapa sore aku melakukan rutinitas yang sama aku mencari sesuatu milikku yang telah lama hilang, Dia yang telah aku sia-siakan karena egoku waktu itu, tapi kini aku mencarinya bahkan keujung duniapun akan kucari. Jika Dia sudah tidak ada di dunia ini akan aku cari makamnya, dua puluh tahun aku telah melepasnya kepada orang yang tak kukenal.
Bayangannya selalu menghantui hidupku, dalam mimpi malamku dia selalu hadir menyapaku. Semula aku tak mempedulikannya kuanggap Dia adalah masa laluku yang kelam, tapi seiring waktu aku sangat menyesal telah mensia-siakannya, kini aku setengah mati merindukannya. Sebetulnya ini adalah pencarian yang kesekian kalinya di Yogya dimana aku pernah menorehkan sejarah kelam di kota ini menjadi perempuan yang paling kejam dan tega membuang darah dagingku sendiri.
Duapuluh tahun yang lalu dengan restu keluarga aku gadis dari daerah merantau menimba ilmu, kuliah dikota pelajar berharap mendapatkan gelar sarjana untuk menjadi anak kebanggan keluarga. Sesampai diperantauan kota Yogya amanah tidak kujalankan, di Yogya aku menikmati euphoria kebebasan yang selama ini dikota asalku tidak aku dapat. Aku masuk lingkungan pergaulan yang salah aku tergiur oleh pesona lampu-lampu kehidupan malam, sehingga mengantarku ke jurang kenistaan, waktu itu aku bangga karena diantara kami teman satu kost akulah yang tercantik dan punya pacar bule dari Belgia yang kutemui disalah satu night club, kujalani hidup satu rumah tanpa ikatan dengannya, kulayani dia bagai suami istri, hingga pada saatnya perutku membuncit si bule kesayanganku itu pergi meninggalkanku tanpa jejak.
Drama kehidupanku dimulai dari situ, kebohongan-kebohongan kuciptakan untuk menutupi kehamilanku dari keluarga dan teman-teman kuliahku. Nasib jelek aku tanggung sendiri, kawan yang dulu dekat denganku perlahan menjauh setelah mengetahui keadaanku, untung saja orang tua masih rutin mengirim wesel karena dianggap aku masih kuliah, padahal aku sudah lama tidak menginjak kampus lagi.
“Mir. Gugurkan saja kandunganmu! Kata Sita temanku satu kos dengan entengnya
“Tidak !” jawabku tegas . Sejelek-jeleknya aku. sama sekali aku tidak pernah berpikiran untuk menggugurkan kandungan. Sita mendengar jawabanku hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Risiko tanggung sendiri Mir, berat tau punya anak tanpa suami!”. Kilah Sita dengan berang, setelah usulannya aku tolak.
Benar kata Sita, sangat berat berbadan dua tanpa suami , kehamilan yang selama ini bisa aku tutupi lama-lama ketahuan juga, terpaksa aku pindah-pindah kos karena statusku yang tidak jelas, aku sangat nelangsa menanggung beban sendiri, pikiranku sering kalut perasaan berdosa kepada orangtua menghantuiku. Untung saja janin yang ada dikandungannku kuat sehingga pada saatnya tiba dengan pertolongan bidan aku bisa melahirkan anakku dengan selamat.