Gunung merupakan tempat yang sakral bagi kehidupan orang Jawa. Gunung merupakan tempat yang tingginya berbeda dengan tanah yang lain atau lebih tinggi. Sebagai orang Jawa tanah yang tinggi disedut juga sebagai sitinggil berasala dari kata siti inggil atau tanah tinggi.
Area Kraton baik Kraton Kasunanan Surakarta atau Kasultanan Yogyakarta terdapat sitiggil atau tanah tinggi. Orang Jawa percaya bahwa tanah yang tinggi atau gunung digunakan untuk bersemyam para leluhur (Purwoko, 2013: 51).
Masyarakat prasejarah memiliki keyakinan bahwa segala yang terdapat di dunia inimemiliki nyawa dan kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Gunung dan hutan diyakini sebagai tempat bersemayam para dewa sekaligus tempat hidup roh nenek moyang atau orang yang sudah meninggal, sehingga gunung dan hutan sianggap sebagai tempat yang suci (Purwoko, 2013: 51).
Itu semua dibuktikan dengan makam para Raja-Raja Mataram Kuna sampai dengan sekarang yang dimakamkan didaerah Gunung di Imogiri, Bantul Yogyakarta. Serta dalam konsepsi kerajaan Mataram terdapat arti khusus tentang Gunung yang dijadikan sebagai papat kiblat lima pancer disana Kraton dijadikan sebagai pusat dan dilindungi oleh empat sudut, yaitu Gunung Merapi disebelah Utara, Segara Kidul disebelah selatan, Gunung Lawu dan Tawangmangu disebalah Timur, dan disebelah Barat Hutan Krendhawahana (Minsarwati dalam Sumadi, 2004: 47).
Gunung oleh orang Jawa juga disebut sebagai wukir yang mempunyai pengertian arga, giri, dan redi. Orang Jawa yang mempunyai pandangan memayu hayuning bawana selalu menekankan untuk dapat menjaga keseimbangan dengan dunia.
Keseimbangan dengan dunia ini salah satunya dengan menjaga dan dapat bersanding dengan alam secara teratur. Persandingan dengan alam, mereka menjaga dan bersanding dengan hutan dan gunung sebagai pemberi kehidupan yang akan memberikan air dan juga tanaman yang berguna bagi kehidupan.
Gunung sebagai tempat yang suci dan sakral sebagai temapat bersemayam para dewa dan leluhur biasanya disana didrikan tempat pemujaan. Pandangan itu dikarena gunung tempat yang tinggi yang akan dekat dengan Tuhan Sang Pencipta Alam. Gunung tempat para dewa dibuktikan dengan janturan yang sering terdengar pada saat pagelaran wayang.
Pada janturan disebutkan bahwa banyak dewa yang bersemayam dan digambarkan bahwa gunungan pada wayang merupakan gambaran dari Gunung Mahameru.
Gunung Mahameru merupakan gunung yang sangat sakral bagi orang Hindhu (Purwoko, 2004: 52-53). Gunung yang digambarkan dalam pagelaran wayang juga mempunyai beberapa tataran, yaitu makro-kosmos dan mikro-kosmos.
Makro-kosmos adalah perwujudan alam semesta beserta sifat-sifatnya, sedangkan mikro-kosmos terlihat dalam gambaran segala sesuatu yang ada pada manusia yang digambarkan secara utuh melalui simbol-simbol (Sunato dkk, 2004: 588-589).
Referensi