Mohon tunggu...
pungkaspung
pungkaspung Mohon Tunggu... Buruh - Hanya buruh yang butuh nulis

Hanya peminum kopi tanpa disertai senja, karena dominasi kopi dan senja akan membuat saya tidak kerja.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Antara Negara Oppa dan Bekas Penjajahnya

12 Juli 2019   16:12 Diperbarui: 12 Juli 2019   16:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : AP Photo - Eugene Hoshiko

Perang dagang antar negara maju kini mulai marak dilakukan. Sebabnya pun beragam, mulai dari tit for tat (pembatasan ini dibalas dengan pembatasan itu) atau alasan-alasan mendasar lain yang menyebabkan pemboikotan berlangsung.

Sebetulnya perang dagang ini sah-sah saja di dalam era ekonomi yang mulai kapital ini. Penjual berhak menentukan siapa pembelinya, pun juga pembeli juga berhak membeli dari mana saja. Menjadi dampak yang berlanjut bila main boikot ini diselenggarakan oleh negara. Seperti pada perang dagang Amerika dan Cina akhir-akhir ini. Kedua negara tersebut menyiapkan regulasi untuk menghajar kubu lawan. Seperti menaikan pajak untuk negara lawan.

Efeknya sangatlah besar bagi kedua belah pihak. Ibarat perang yang sesungguhnya, pasti yang menyerang dan yang diserang akan sama-sama rugi. Bila sang penyerang adalah pembeli pastilah akan kesulitan dalam mencari barang, pun juga bila yang diserang adalah penjual pasti akan susah menjajakan dagangannya, analogi ini dapat berlaku kebalikannya. Intinya perang dagang ini sangat menyusahkan kedua belah pihak ataupun pihak lain.

Tak jarang dalam perang dagang ini ada negara yang terdampak. Seperti dalam hal investasi, bila ada sebuah negara yang menyatakan berperang secara terbuka, pasti investor akan memindahkan instrumen investasi di negara tersebut. Karena sekali lagi bila kedua belah pihak berperang, kalah atau menang keduanya akan sama-sama merugi. Ketidak pastian ini lah yang membuat para investor takut untuk menginvestasikan uangnya. Bila sewaktu-waktu industri yang diinvestasi terdampak perang pasti akan musnah uangnya.

Korsel Versus Jepang

Perang dagang Amerika dan Cina beberapa bulan lalu yang sempat menghangat, kini rupanya sudah gencatan senjata. Terhitung sejak pertemuan G-20 di Osaka kemarin, kedua belah pihak bertemu dan rupanya hasil pertemuan tersebut membuahkan hasil yang lebih condong untuk berdamai. Sehingga dapat dipastikan saling serang dengan regulasi ekspor impor sudah tidak ada.

Ketika kedua negara adidaya tersebut mulai mendinginkan suasana, tiba-tiba terhembus kabar bahwa Korea Selatan dan Jepang sedang gencar-gencarnya saling serang. Memang kedua negara ini dapat dipastikan bukan negara dengan pengaruh ekonomi kuat. Bila dibandingkan dengan perang dagang Cina dan Amerika masih belum ada apa-apanya. Tapi perang dagang Jepang dan Korsel ini dapat berdampak pada industri elektronik dan otomotif. Kedua negara ini rasanya masih terlalu kuat di industri perangkat keras.

Sebut saja perangkat bermerk LG dan Samsung. Kedua merk bikinan Korea Selatan ini sepertinya sudah bercokol kuat di benak kita. Pun juga pasaran dunia rasanya juga sudah mereka kuasai, dengan kuatnya merk tersebut dan beredar di pasaran hampir satu dekade terakhir. Pun juga dengan Jepang, mereka mempunyai sejumlah kendaraan otomotif. Sebut saja Honda dan Yamaha, kedua merk tersebut juga sudah menguasai pasaran Asia lebih lama lagi.

Sebab Perang Dagang

Sebab musabab dari perang dagang kedua negara ini sebetulnya lebih pelik dari hanya tit for tat. Korea Selatan yang merupakan bekas jajahan Jepang, menuntut atas perlakuan Jepang saat masa penjajahan tersebut. Seperti lumrahnya negara jajahan Jepang lainnya, masyarakat Korea Selatan pada saat itu ada yang dijadikan budak seks. Mereka memilih untuk menuntut perlakuan tidak senonoh penjajah mereka dahulu kepada pengadilan negara Korea Selatan.

Para pengacara pun memiliki akal cerdik. Bukan hanya tuntutan non materiil yang biasanya ditujukan kepada negara penjajah, tapi juga menuntut materiil kepada perusahaan Jepang yang ada di Korea Selatan. Dengan berlandaskan pada keadilan, majelis hakim pun mengabulkan tuntutan ini. Dan berbondong-bondonglah budak seks dahulu yang masih hidup ke pengadilan untuk menuntut perusahaan Jepang yang ada di Korea Selatan dengan berkelompok ataupun individual.

Otomatis perusahaan Jepang yang ada di Korea Selatan berkeluh kesah kepada pemerintahan Jepang. Lama-lama seperti ini akan bangkrut perusahaan yang berada di Korea Selatan ataupun hanya menjual barangnya di Korea Selatan. Lambat laun muncullah peringatan dari Jepang kepada bekas jajahannya tersebut. Bahwa bila ini tidak dihentikan, pemerintahan Jepang akan melakukan sesuatu. Pemerintah Korea pun tidak dapat melakukan intervensi, karena negaranya kini sudah menjunjung tinggi negara demokrasi. Sehingga tidak dapat mengintervensi hukum seperti negara tetangganya Korea Utara.

Manuver Perang Keduanya

Di sini sebetulnya Jepang memiliki kartu As dari Korea Selatan. Yaitu ketiga bahan kimia yang menjadi dasar pembuatan alat elektronik Korea Selatan. Ketiga bahan kimia ini merupakan nyawa bagi perusahaan elektronik milik korea. Karena bahan kimia ini adalah bahan untuk membuat chip semi konduktor yang diproduksi Korea Selatan. Mulai dari LG, Samsung, Huawei, dan vendor Iphone pun pasti terdampak. Perlu diketahui beberapa merk Amerika juga membeli sebagian onderdilnya dari Korsel. Jadi dampaknya pasti akan meluas kepada pelanggan perusahaan elektronik Korea Selatan.

Selagi Jepang melancarkan serangan, Korea Selatan pun tidak dapat bertindak apa-apa selain memberikan subsidi kepada perusahaan elektronik yang terdampak. Dilansir Tempo, pemerintah Korea sudah mengucurkan bantuan kepada perusahaan terdampak sebesar 300 milyar won. Tentunya ini akan memukul telak pemerintahan Korea Selatan. Selain itu juga Menlu Korea Selatan mengadukan hal ini ke Menlu Amerika. Beliau menyampaikan keprihatinannya kepada Jepang atas pembatasan ekspor bahan tersebut.

Lain halnya dengan publik Korea Selatan. Publik langsung bereaksi dengan membuka petisi pemboikotan produk Jepang. Mulai dari kendaraan, bir, pakaian dan produk-produk lainnya. Reaksi ini terjadi tiga hari setelah pengumuman pembatasan ekspor bahan kimia oleh Jepang. Mungkin pukulan ini masih belum menohok sampai di ulu hati. Karena memang tidak semua produk Jepang menyematkan kalimat Jepang atau Tokyo di kemasan. Sehingga banyak produk Jepang yang masih belum menelan kerugian yang berarti.

Sumber rujukan [1] [2] [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun