Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN

Seorang pembelajar yang Ingin terus mengasah diri

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bisakah Negara Terbebas dari Utang ?

22 September 2018   05:18 Diperbarui: 22 September 2018   05:44 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kebutuhan hidup semakin meningkat. Penghasilan tetap ataupun sedikit meingkat. Keinginan memiliki barang-barang di luar jangkauan penghasilan selalu muncul. Godaan iklan untuk memiliki barang-barang tersebut hampir selalu bersliveran baik melalui media sosial maupun televisi. Jalan hutang menjadi solusi dari berbagai keinginan.

Hutang, hutang dan hutang lagi. Dalam skala kecil semacam kebutuhan rumah tangga yang saya hadapi, sering kali hutang menjadi jalan keluar dari permasalahan ini. Awalnya saya pribadi tidak begitu suka dengan menghutang. Kalau memang tidak ada uang lebih baik tidak punya barang.

Namun pola pikir yang ditanamkan suami cukup membuatku berpikir kalau itu adalah hal  yang rasional. Suami mengatakan bahwa kalau kita tidak hutang sekarang, kapan lagi kita mempunyai barang. Rata-rata pegawai negeri menjaminkan SK Pegawainya ke lembaga yang melayani simpan pinjam semacam bank dan koperasi.

Akhirnya kalau kami memiliki berbagai macam kebutuhan baik sifatnya konsumtif maupun investasi, bank selalu menjadi solusi. Bisa dikatakan selama berpuluh tahun menjadi pegawai  negeri, nyaris SK tidak pernah menyimpan sendiri. Selalu dijaminkan untuk hutang-hutang yang kami ambil. Kalau istilah yang populer adalah "disekolahkan".

Ada rekan yang menawarkan tanah misalnya, padahal kami tidak memiliki tabungan untuk membelinya. 

Kalaupun punya tabungan  masih sangat kurang untuk membayarnya. Selama ini nyaris kami tidak bisa menabung, karena penghasilan yang didapatkan dengan pengeluaran untuk membayar kebutuhan sehari-hari dan hutang yang sebelumnya aja kadang-kadang minus. Lebih banyak pengeluaran daripada gaji bulanan yang kami dapatkan.  

Karena keinginan memiliki tanah tersebut, akhirnya kami merestrukturisasi hutang yang sebelumnya. 

Berapa banyak  harus menutup hutang sebelumnya jika  kami ingin mendapatkan sejumlah uang untuk kebutuhan pembayaran tanah tersebut? Alhasil hutang yang sebelumnya tinggal beberapa setoran lagi, menjadi hutang baru dan semakin panjang waktu pembayarannya.

Butuh kendaraan baru contohnya, bukan baru dalam arti mobil baru turun dari dealer, namun mobil bekas dengan tahun yang lebih muda. Karena kalau beli mobil yang baru, rasa-rasanya belum terjangkau.  Lagi-lagi hutang menjadi solusi.

Kali ini kami membuka lubang hutang baru ke lembaga lain yaitu koperasi. Koperasi pegawai yang kami ikuti memang cukup mudah prosedurnya untuk simpan pinjam. Hanya cukup dengan jaminan keanggotaan sebagai PNS kami bisa menhutang hingga ratusan juta rupiah. Cukup menggiurkan bukan?

Begitulah, lubang demi lubang hutang selalu digali dan digali. Cerita hutang tersebut merupakan hutang yang cukup lumayan besar jumlahnya.  Bisa menyentuh angka puluhan bahkan hampir ratusan juta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun