Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN

Seorang pembelajar yang Ingin terus mengasah diri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Kita Masih Suka yang Gratisan?

20 September 2018   15:53 Diperbarui: 20 September 2018   16:04 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nih bulik, ada sedikit rejeki untuk bulik, mohon diterima ya" ujarku sambil menyodorkan sebuah amplop yang berisi beberapa lembaran uang kertas. Bulik itu adiknya ibuku.

Saat itu aku sedang  ke rumahnya dalam rangka bersilaturahmi. Sudah lama rasanya aku tidak mengunjungi beliau. Satu hal yang selalu aku kangen dari bulikku yang satu ini adalah cerita-cerita  yang selalu disampaikan secara antusias  dan  berapi-api. 

Ada kalanya beliau cerita tentang anak-anaknya yang tempat tinggalnya jauh dan beliau tidak bisa mengunjungi karena kalau naik kendaraan selalu mabuk perjalanan.

Baru saja kendaraan berjalan beliau sudah pusing dan muntah-muntah hingga pernah suatu hari pingsan di bus. Sang sopir tidak mau mengambil resiko sehingga menurunkan bulikku di jalan dengan menitipkan pada rumah  yang terdekat untuk dirawat. 

Satu hal yang paling aku ingat dari bulikku ini adalah beliau tidak mau gratisan. Seperti saat dikasih sekedar uang pembeli sabun semacam tadi, beliau akan membawakanku oleh-oleh apa yang dia punya di rumahnya.

Beliau ini memang bukan orang kaya, cenderung dimasukan pada golongan kurang mampu. Janda beranak 8 dengan 6 anak yang hidup, 2 meninggal dunia yang satu ketika masih bayi dan  satu lagi menjelang remaja.

Paklik sendiri meninggal ketika anak yang terkecil masih bayi. Dengan penuh keprihatinan beliau merawat dan mengasuh  anak-anaknya. Dalam kondisi penuh kekurangan, tidak mempunyai penghasilan yang tetap, beliau rawat dan asuh anak-anaknya dengan baik.

 Kembali pada pada sifat beliau yang tidak suka gratisan, dalam artian kalau diberi sesuatu beliau tidak mau menerima begitu saja. Ada saja yang harus kami bawa kalau memberikan sesuatu kepada beliau.

Entah itu buah dari hasil kebun, gula yang mungkin beliau juga dikasih dari orang, cemilan yang biasanya beliau bikin untuk makanan kecil sehari-hari. Sifat inilah yang membuat beliau  disegani.

Walau kekurangan namun tidak mau merendahkan harga dirinya. Jangankan meminta, hutang saja beliau sungkan untuk melakukan. Kalau tidak karena terpaksa jarang sekali berhutang. 

Aku bersyukur bisa belajar dari bulikku. Awalnya aku tidak mengerti kenapa bulik dalam kondisi penuh keprihatinan semacam itu, namun  hidupnya bisa dikatakan damai dan tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun