Mohon tunggu...
Puja Pramudya
Puja Pramudya Mohon Tunggu... Programmer - Memajukan Bangsa Melalui Pendidikan, Praktisi IT

Penulis adalah penggiat dan praktisi IT sejak tahun 2010. Memenangi berbagai lomba IT mulai dari GEMASTIK 2009, Imagine Cup 2010, Hackhaton DailySocial, Hackhaton TechinAsia, Hackhaton Educode hingga Hackhaton Open Data Asia. Saat ini bergelut dengan masalah-masalah di dunia pendidikan dan teknologi hingga membentuk Radya Foundation (Yayasan Alkademi Karya Bangsa) bersama beberapa rekan. Pertanyaan yang belum terjawab adalah: Bagaimana mendesain pembelaran yang cocok untuk sekolah vokasi agar lulusannya siap kerja, bukan siap nganggur.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Salah Kaprah Digitalisasi Pendidikan dan Tablet Merah Putih

1 Desember 2021   12:58 Diperbarui: 4 Desember 2021   07:58 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI menggagas program digitalisasi pendidikan sejak 2019. Program ini tentu saja membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, seperti akses internet dan perangkat teknologi. 

Atas dasar hal tersebut, pemerintah kemudian menjadikan pemenuhan dukungan digitalisasi pendidikan sebagai salah satu kegiatan strategis dalam APBN 2021, baik itu dalam anggaran pendidikan maupun pembangunan bidang Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK). Kegiatan ini direncanakan akan menelan anggaran Rp 17,42 triliun hingga 2024, dimana Rp 3.7 triliun akan digunakan pada tahun 2021. 

Kali ini kami tidak akan membahas mengenai apakah program ini prioritasnya cukup tinggi atau tidak. Jika membahas tentang itu maka infrastruktur sekolah yang rusak/tidak layak, keterbatasan ruang kelas, keterbatasan jumlah bangku sekolah negeri, tingginya angka anak putus sekolah, pemerataan dan kapasitas guru dan kebutuhan di tengah pandemi COVID-19 jelas lebih mendesak dibandingkan pemerintah membeli ratusan ribu tablet dan dibagikan secara gratis ke sekolah-sekolah. 

Belum lagi  berdasarkan penelusuran secara elektronik, menurut ICW dan KOPEL Indonesia, tidak ditemukan publikasi rincian dan lokasi atau sekolah penerima perangkat TIK tersebut pada website Kemendikbud. Selain itu, belum ada juga regulasi yang mengatur mekanisme pengawasan dan transparansi dalam proses penyeleksian sekolah penerima belanja DAK pendidikan. 

Dan terakhir, jika salah satu tujuan laptop ini diadakan adalah untuk digitalisasi sementara masih banyak di daerah pelosok yang belum sempat tersentuh internet (sebagai salah satu prasyarat akses konten pendidikan) maka apakah pengadaan laptop ini menjadi tepat guna ketimbang misalnya menyelesaikan pemerataan akses internet terlebih dahulu ?

Anggaplah digitalisasi pendidikan ini memang menjadi kebutuhan hari-hari ini. Maka muncul pula polemik baru. Untuk tahun 2021, telah dianggarkan untuk pengadaan laptop sejumlah 473.987. Dan yang menarik adalah pemilihan penyedia dan spesifikasi laptop yang akan dibelanjakan adalah pemilihan sistem operasi ChromeOS sebagai spesifikasi dasar pengadaan perangkat laptop. 

Pada tahun 2015, ketika pemerintah bekerja sama dengan Microsoft, pakar teknologi informasi Pak Onno W Purbo mengkhawatirkan bertambahnya ketergantungan Indonesia jika pemerintah bekerja sama dengan perusahaan penyedia software dari negeri Paman Sam tersebut. 

Penggunaan sistem operasi milik luar negeri dikhawatirkan dapat menambah ketergantungan kita kepada perusahaan asing. Lalu apa bedanya rencana digitalisasi pendidikan hari-hari ini dibandingkan dengan 6 tahun yang lalu, jika akhirnya kita hanya mengganti ketergantungan dari Microsoft ke Google ?

Apakah Indonesia mampu menghasilkan sistem operasi dalam negeri ? Pada tahun 2008, 4 mahasiswa ITB sempat meluncurkan OSGX, sistem operasi yang dikhususkan untuk pendidikan, khususnya untuk tingkat mahasiswa. Sistem operasi ini berbasis linux, sistem operasi open source yang dikembangkan secara terbuka dan kolaborasi oleh ribuan pengembang perangkat lunak di seluruh dunia. 

Apakah OSGX ini mampu menjadi jawaban atas ketergantungan bangsa ini terhadap kebutuhan sistem operasi bukan menjadi bagian dari cakupan tulisan ini. Namun, jika pertanyaannya adalah ada sistem operasi apa saja diluar sana yang dapat digunakan untuk digitalisasi pendidikan, jawabannya ada 3 : Windows (oleh Microsoft), ChromeOS (oleh Google) dan Linux.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun