Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peka dan Rasa, Kunci Sukses Penanggulangan Bencana

26 Januari 2021   15:01 Diperbarui: 26 Januari 2021   15:10 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar mengirimkan bantuan untuk penanganan gempa bumi di Sulawesi Barat. Dok merdeka.com

Ibu Pertiwi sedang berduka. Belum tuntas penanganan Covid-19, beragam cobaan lain terus melanda. Ada pesawat jatuh, gempa bumi yang memporak-porandakan Sulawesi Barat, longsor di Jawa Barat, banjir bandang di Kalimantan Selatan dan beragam bencana lain terus bergantian mendera.

Selain peristiwa pesawat jatuh yang menghilangkan puluhan korban jiwa, kejadian yang cukup parah memang gempa bumi di Sulawesi Barat. 

Gempa berkekuatan Magnitudo 6,2 itu memporak-porandakan sejumlah wilayah, terparah adalah Majene-Mamuju. Sedikitnya 91 orang meninggal dan ratusan orang terluka. Belum lagi, ribuan orang terpaksa mengungsi akibat bencana yang terjadi.

Sakit Sulawesi Barat adalah sakit kita semua, tangis mereka adalah luka mendalam bagi kita. Ibarat satu badan, jika ada satu bagian yang terluka, seluruh bagian merasakan sakitnya.

Judul di atas kemudian menjadi menarik untuk dibahas. Peka, rasa dan bencana, adalah satu kesatuan dari pikiran, pernyataan dan perbuatan manusia. Ketiganya adalah kunci sukses penanggulangan bencana di Indonesia. Kau tanya mengapa, inilah jawabannya.

Ketika melihat ada bencana, orang yang memiliki kepekaan akan langsung bertindak. Rasa kemanusiaan yang dimiliki bergejolak, dan tak sabar ingin mengulurkan tangannya guna membantu. 

Jika tak bisa secara langsung, minimal ikut prihatin dan mendoakan. Bukan justru nyinyir dan menggunakannya sebagai bahan olokan. Yang terparah, menjadikan bencana itu sebagai bahan candaan.

Memupuk diri untuk peka memang bukan perkara gampang. Masih ingat di benak penulis belasan tahun silam. Saat masih gagah dengan seragam mahasiswa, penulis rela berpanas-panasan di perempatan jalan raya dengan membawa bendera pergerakan dan kardus di tangan. 

Seribu, dua ribu, lima ribu bahkan ada yang dermawan memberikan pecahan ratusan ribu kami kumpulkan untuk membantu saudara nan jauh di sana, yang sedang kesulitan akibat bencana. Tujuannya hanya satu, demi kemanusiaan.

Di satu sisi, banyak kawan-kawan lain yang duduk manis di kafe sambil menertawakan aksi kami. Mereka bilang, "mau-maunya mereka ngemis di jalanan seperti itu", atau " apa sih yang didapatkan dari aksi itu, bikin malu kampus saja". Ada juga yang nyeletuk "makan saja susah, sok-sok an membantu orang lain". Begitu kata mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun