Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Belum Sepenuhnya "Merdeka", Saat Pembelajaran Kembali dengan Tatap Muka

25 November 2020   06:31 Diperbarui: 25 November 2020   06:33 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: konsultanoendidikan.com

"Ayo Dek, dikerjakan dulu tugasnya, nanti main lagi ya,"
"Nanti aja ya Nda, kan tinggal kirim foto ke Ibu Guru,"

Kalimat ini benar adanya spontan diucapkan  oleh seorang anak usia lima tahun saat aku sedang melakukan wawancara dengan salah satu narasumber penelitianku. Ia adalah seorang guru sekolah dasar yang memiliki anak usia dini. Kebetulan memang, tugas penelitianku berkaitan dengan adanya kebijakan study from home. 

Tanpa aku bertanya, narasumberku membenarkan bahwa yang paling susah adalah membangun kembali kebiasaan. Aku ingat sekali, aku pernah menyinggung mengenai susahnya membangun kebiasaan baru pada anak ataupun siswa. 

Ini pernah aku singgung sebelumnya di salah satu artikelku berkaitan dengan dopamine detox, kalau kamu belum membacanya, bisa kamu baca disana agar mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap.

Kembali membahas terkait membangun kebiasaan baru kepada anak itu susah, terlebih kaitannya dengan sistem belajar. Barangkali, di awal hal ini dianggap menyusahkan bagi anak, namun dalam adanya jangka waktu 8 bulan tadi, bukan tidak mungkin, anak sudah terlanjur nyaman. 

Baiknya, memang anak memiliki jangka waktu lebih banyak untuk bermain dan mengeksplorasi apa saja untuk membantu perkembangannya. Tapi buruknya, akan menjadi seperti anak dari salah satu narasumberku tadi, dimana tak akan segan meremehkan 'belajar' yang seharusnya hanya karena pembelajaran yang lama tidak mendapatkan penegasan dari guru bila dilakukan dengan setengah hati.

Sadar atau tidak, guru akan segera menghadapi hal ini kembali. Adanya publikasi mengenai ditetapkannya kebijakan tadi, adalah sebuah alarm terbaru teruntuk para guru untuk kembali memutar otak, mengolah rasa, mencari strategi bagaimana cara yang tepat untuk bisa mengembalikan semangat belajar anak yang mulai terbiasa dengan pembelajaran yang 'santai' saat dilakukan dengan tidak tatap muka. 

Terlebih, pada guru yang mengajar di desa. Beruntung sekali aku melakukan penelitian mengenai hal ini, dari sini aku juga baru mengetahui fakta baru bahwa pembelajaran daring pada anak yang bersekolah di pendidikan anak usia dini serta pendidikan dasar sepenuhnya dilakukan melalui media Whatsapp orangtua, dimana guru benar-benar tidak menjelaskan sama sekali. 

Guru hanya meneruskan tugas-tugas kepada anak. Bila pada anak narasumberku ini, beruntung sekalinya Bundanya adalah seorang guru sekolah dasar juga, sehingga cukup telaten untuk memahamkan anak atau mengerjakan tugas sekolah anak. 

Tapi, bagaimana dengan anak yang orangtuanya sama sekali berasal dari latarbelakang pendidikan yang kurang? Atau orangtua yang sedikit sekali memiliki waktu untuk menemani anak mengerjakan tugas sekolahnya? Disini, adalah tanggung jawab lebih guru dipaksa untuk dihadirkan.

Tepat hari ini, setiap tanggal 25 November ditetapkan sebagai seremonial hari guru nasional. Namun, sebenarnya peringatan hari guru seharusnya diperingati setiap hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun