Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Mencipta dari Kado Airmata di Penghujung Mei

20 Oktober 2020   07:55 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay.com

"Kak, ini kado dari kami, maaf kalau jelek kak,"

Kuterima sebuah kotak pensil sederhana dari tangan mereka. Sebuah kotak pensil yang aku tahu sendiri terbuat dari kardus sisa dan kertas kado merah muda yang terlihat lama, usang warnanya. Sejatinya, yang kuterima bukan sebuah kotak pensil saja, tapi sebuah kado airmata.

Untuk mengawali tulisan aku kali ini, aku akan menceritakan sedikit sebuah tentang aku masih berusia dini. Sejak kecil, aku selalu dicecoki oleh orangtua mengenai indahnya berbagi. Berbagi dalam hal apapun, baik berbagi sedikit dari hidupku, atau sedikit dari waktu milikku. 

Cukup sedikit, sebab hakikat berbagi bukan dari sedikit banyaknya, tapi berkah di setiap niat dan keikhlasannya. Aku meyakini itu semua, berbarengan dengan aku sendiri yang memang percaya akan sebuah kalimat bijak yang isinya, "Barangsiapa menuai benih, maka ia akan menuai hasilnya," aku percaya setiap kebaikan yang aku bagikan, suatu saat akan kembali padaku dengan cara yang tak akan aku sangka-sangka.

Karena hal ini, sejak sekolah menengah pertama, aku suka sekali mengikuti kegiatan berbau filantropi. Dari yang awalnya mengikuti sebab mau, hingga sampai di keadaan aku harus ikut mau-tak-mau. Entah mengapa, ada kenikmatan dan sensasi tersendiri melihat sebuah kebahagiaan terpancar sebab diri sendiri. 

Waktu berjalan, sejak sekolah menengah pertama hingga sekarang kuliah, aku candu akan sensasi berbagi. Berbagi dengan mereka yang menurutku tak seberuntung aku. 

Pindah dari Madura ke Kota Malang memunculkan kekhawatiran tersendiri pada awalnya, aku harus meninggalkan beberapa Panti di dekat tempat aku tinggal dan biasa aku menghabiskan waktu untuk berbagi ilmu dan waktu dengan anak-anak disana, dan aku harus meninggalkan. Ternyata pikiran burukku tak diamini oleh keadaan. Pada semester 1 kuliah di tahun 2018, biasanya berselang akhir pekan aku meluangkan diri untuk berkunjung ke salah satu Panti Asuhan yang ada di Kota Malang. 

Awalnya, aku mengenal panti ini sebab komunitasku mengadakan acara bakti sosial, dan berujung pada aku yang memberanikan diri untuk mengajukan mengajar di tempat itu. Tak banyak, hanya dua jam setiap dua kali akhir pekan, dan disetujui oleh pemilik panti.  

Hari berganti tak terasa terhitung sudah enam bulan aku berbagi disana. Panti ini, menurutku cukup berbeda. Sebab, anak-anak yang ada disana rata-rata berasal dari Indonesia Timur, bukan asli Jawa. Mereka kebanyakan adalah anak-anak yang awalnya bukan beragama Islam, namun menjadi Muallaf dan ditampung disana. Aku tak terlalu memahami awal mulanya, tapi menghabiskan akhir pekan disana menjadi healing tersendiri sambil melarikan diri sebentar dari riuh beban perkuliahan semester awal.

Tak banyak yang aku bagikan ke adik-adik yang berada disana, biasanya aku mengajarkan mereka untuk membaca, berhitung, dan menghasilkan karya. Sebab, aku tahu bahwa mereka berbeda dengan anak-anak lain yang memiliki orangtua. Bila anak-anak lain ingin menginginkan sesuatu, mereka mungkin tinggal meminta pada orangtuanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun