Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Krisis dan Kritis dalam Self-Diagnosis

17 Oktober 2020   16:23 Diperbarui: 17 Oktober 2020   17:13 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.designscene.net/2013/11/james-franco-dazed-confused.html

Empat, pergi ke psikolog atau psikiater. Nah, kalau ini adalah opsi paling aman, terutama kalau kamu merasa gejala-gejala yang kamu alami itu sudah menggangu keseharian kamu. Dan kamu juga memiliki akses untuk bisa menemui psikolog atau tenaga kesehatan itu. Coba saja kamu datang dan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater itu tadi.

Well, kalau bisa kamu hindari terlebih dahulu untuk melabel diri kamu sendiri sebelum kamu memang didiagnosis oleh psikolog atau psikiater itu tadi. Dan, coba kamu pergunakan informasi yang kamu dapatkan secara bijak. Sebenarnya tak ada salahnya untuk membaca lebih banyak mengenai kesehatan mental, sebab dengan ini wawasan dan pengetahuan kamu menjadi luas. 

So, menurut aku sendiri, proses memanajemen diri sendiri ini sifatnya menjadi urgent di negara berkembang seperti Indonesia. Karena infrastruktur serta sumber dayanya masih kurang. Kita di Indonesia yang hanya memiliki jumlah ribuan psikolog dan psikiater tidak mampu menampung 5% orang dari sekian juta penduduk indonesia yang barangkali mengalami gangguan pada kesehatan mentalnya dimana notabene kita juga belum mengetahui kualitas dari psikolog dan psikiater itu tadi. 

Makanya, solusinya adalah self-management yang baik sejak dini. Dimana alih-alih kita pergi ke psikolog atau psikiater ketika sudah memiliki gangguan, lebih baik kita yang masih sehat ini belajar supaya kita sendiri siap untuk menghadapi banyak tantangan di hidup kita. Supaya, kita juga menjadi keren dalam mewujudkan mimpi kita. Jadi, jangan Cuma berpikir masalah mengobati, tapi juga perlu melihat aspek promotif dan preventif. Jadi mencegah dan mempromosikannya itu yang harus siap. 

Dan sebenarnya, hal ini sudah ada wacananya dari tahun 2014 dimana UU Kesehatan Jiwa yang diperjuangkan oleh Nova Riyanti untuk bisa lolos di DPR adalah sebuah bentuk gebrakan yang positif. Karena disana dijabarkan mengenai pentingnya promosi dan prevensi kesehatan mental. Itulah hal yang barangkali landasan dari berdirinya banyak komunitas atau organisasi yang aktif dalam kampanye mengenai pentingnya belajar dan menjaga kesehatan mental agar terhindar dari yang namanya mental illness.

Hal itu semua adalah sebuah langkah promotif dan preventif yang dilakukan untuk menciptakan lebih banyak manusia yang keren, sehat mental, serta tahan banting menghadapi semua tantangan dalam hidup. Dengan belajar, kita juga barangkali bisa menjadi support system bagi mereka-mereka yang memang mengalami mental illness, seperti kata pepatah bijak yaitu.

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jangan tunggu kena Mentall illness dulu baru mau berobat, tapi harus pastikan bahwa keadaan jiwa dan diri meski masih muda tetap dalam keadaan sehat.

Semoga tulisan ini bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun