Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguak Tabir: Apakah Masyarakat dan Aparat Tak Dapat Bertengkar Sehat?

15 Oktober 2020   13:07 Diperbarui: 15 Oktober 2020   13:10 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baku hantam antara aparat kepolisian dengan masyarakat (Sumber: Pinterest)

Ini sering kali kita temukan bukan, tersulutnya amarah aparat adalah ketika massa yang sudah dianggap kelewat batas. Dibuktikan dengan kejadian Menteng Berdarah malam itu yang mana aparat terprovokasi oleh massa yang mulai membakar ban. Dampaknya tak hanya sepele, namun setelahnya terjadi hal yang lebih fatal yaitu penangkapan yang tak beralasan. 

Antara masyarakat dan aparat, perlu kiranya bertengkar secara sehat dan konstruktif, dimana tekanan itu bisa berguna untuk membawa perubahan dan perbaikan. Membuat kita dan orang lain menjadi versi diri yang lebih baik.

Hal ini, dapat diwujudkan apabila antar keduanya, menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Ketika aparat menganggap masyarakat membuat kesal, maka biasanya masyarakat  juga akan melakukan hal yang membuat kesal aparat. Musuh dari pertengkaran sehat adalah ketika seseorang merasa dirinya selalu paling benar tanpa cela. Sadar bahwa seseorang akan lebih kooperatif dan lebih mau mengakui kekurangan atau kesalahannya, ketika dia merasa tidak sedang dibenci, serang, dan dipojokkan. 

Kritik itu baik untuk perbaikan, namun kritik akan lebih mudah diterima ketika berbalut kata dan nada yang penuh pengertian. Ketika seseorang sudah mengakui kekurangan atau kesalahannya, jangan pernah gunakan kejujuran ini sebagai sebuah senjata untuk memukulnya lebih lanjut. Sadar bahwa dua orang yang bertengkar itu sesungguhnya adalah dua orang yang sedang sedih namun dalam pertengkaran seringkali hal terakhir yang kita ungkapkan adalah mengakui kita sedang sedih dan terluka. Kita bisa akui ini dengan bermartabat. Kita tidak marah-marah atau memohon, tidak kuat dan tidak lemah. Kita hanya berdiri dan mengungkapkan kesedihan dan kerapuhan kita dengan tenang. Sadar bahwa kita semua memiliki bagasi emosi yang terkumpul sejak kecil. Reaksi manusia terhadap apapun, memliliki akar yang dapat ditelusuri dari masa kecil atau masa lalu. Sadar, bahwa manusia yang kurang tidur, pasti lelah.

 Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur membuat kita sulit mengontrol emosi jadi cepat tersulut. Aku yakin, saat malam hari itu, baik aparat maupun masyarakat yang melakukan aksi masing-masing merasakan kelelahan. Pertengkaran itu bukan kompetisi debat, tidak ada piala. Tujuan akhir pertengkaran sehat adalah untuk menciptakan hubungan dan hidup yang lebih baik dengan orang yang kita sayangi. Bagaimana antara masyarakat dan aparat bisa hidup bersahabat. 

Terdapat beberapa kiat yang dapat diterapkan, agar pertengkaran yang terjadi adalah sebuah pertengkaran yang sehat, di antaranya:
Pertama, Dengarkan diri. Ketika anda merasakan emosi mengganggu, cari tahu dulu sumber perasaan ini. Apakah kita sedang merasa tidak dimengerti, dipedulikan, dihormati, dihargai, dicintai atau  mungkin kurang tidur.

Kedua, Dengarkan orang lain. Ketika cekcok biasanya kita hanya membahas perilaku lawan bertengkar kita yang kita anggap mengganggu bukan malah mengungkit apa yang yang salah pada karakter orang tersebut. karena, tak ada manusia yang suka karakternya di cap jelek.

Ketiga, Ungkapkan apa yang anda rasakan dengan hati-hati memilih kata, pakai pula nada yang tenang. Ketika dua orang bertukar kalimat seperti ini, mereka akan bisa memahami dan dipahami satu sama lain lebih baik

Keempat, Hindari menggunakan kata, "kamu selalu," atau "kamu enggak pernah," karena kita tahu kenyataannya tidak demikian

Kelima, Berusaha mendengar lebih baik untuk mengurangi kesalahpahaman. Saat dalam situasi konflik dan ketegangan meningkat, kita hanya mampu mendengar selama 10 detik saja alias tiga kalimat kemudian berhenti mendengarkan untuk menyiapkan kalimat balasan.

Keenam, Ketika ketegangan meningkat, ambil jeda untuk dinginkan kepala sebelum menyesal terlanjur mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Katakan pada lawan bicara kita, "Kamu butuh jeda dan memisahkan diri ke tempat lain untuk sementara tapi kamu janji akan kembali dengan tujuan memperbaiki situasi dengan kepala dingin. Jika perlu gunakan surat, menulis surat bisa jadi salah satu cara untuk memperbaiki kesalahpahaman dan menjadi momen reflektif bagi diri sendiri dan bagi orang yang membacanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun