Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaki Dulu Baru Mulut, Petuah Sederhana Untuk Menumbuhkan Rasa sadar Pada Anak Usia Dini

7 April 2019   20:29 Diperbarui: 7 April 2019   20:41 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah tak ada jarak lagi diantara kami, aku beri batangan coklat yang manis pada tangan mungilnya yang seketika senyum itu kembali mengembang di wajahnya.

Perbincangan ringan mulai aku mulai dengan anak itu. Kami berkenalan. Ia bernama Rafi, umurnya 7 tahun dan dia sekarang masoh duduk di kelas TK B di sebuah TK di Bantul.

Perjalanannya dari Surabaya karena menghadiri acara pernikahan kakak sepupunya. Si mbah juga sesekali bertanya pada Rafi. Hangat, suasana dingin AC gerbong kereta ekonomi yang aku naiki bahkan tak lagi menyengat di kulit.

Sebelum akhirnya terdengar teriakan seorang wanita memanggil suara Rafi, berulang-ulang dan intonasi yang kian meninggi semakin tak terdengar jawaban dari si empunya nama.

Rafi meringkuk di lenganku. Kulihat raut wajahnya takut. Kutanya siapa wanita itu, ternyata itu mamanya. Seingatku, Mama Rafi berteriak, " Rafi, ayo balik. Bersembunyi dimana kamu? Ayok tidur, besok kalau sampai di Jogja nanti kamu ngantuk". Berulang-ulang.

Tak tahan, akhirnya aku berdiri dan menyahut " Rafi ada disini tante, lagi makan cokelat" . Mama Rafi menghampiri dan secara paksa mengajak Rafi untuk kembali duduk manis di tempatnya sebelum akhirnya semua orang di gerbong itu teralihkan perhatiannya kepada mereka.

Aku melihat raut itu, raut terpaksa, sedih, campu aduk. Ada di raut wajah Rafi yang digendong oleh mamanya meninggalkan kami berdua.

Setelah keduanya menjauh, si mbah memulai perkataan yang cukup membuatku berpikir keras akan makna yang ada di dalamnya.

"Jadi ya gitu Nduk, kalo ngomong sama anak harusnya Kaki Dulu Baru Mulut. Biar si anak manut" . kepalaku masih belum bisa mencerna dengan sempurna apa makna dari hal itu, si mbah yang sadar, tanpa aku bertanya kemudian melajutkan kata-katanya " Maksudnya itu, ketika kamu butuh sesuatu untuk disampaikan kepada anak kecil atau siapapun sebenarnya kamu yang memiliki kewajiban untuk mendahulukan kakimu. Hampiri dulu siapa yang kamu butuhkan untuk diberi tahu. Baru setelah itu, giliran mulut yang kamu beri kesempatan untuk berbicara. Utarakan maksudmu atau apa yang kamu mau dengan sebaik mungkin. Pasti orang atau objek yang kamu tuju mau mendengar dan mengikuti apa yang kamu bicarakan.Kuncinya Kaki dulu, Baru Mulut."

Kagum dan tertampar akan apa yang si mbah petuahkan kala itu. Aku sebagai seseorang yang biasanya nge-gas ketika berbicara atau mendahulukan mulut sebelum kaki begitu merasa benar adanya.

Sering kali aku kelelahan ketika ingin memberi tahu sesuatu atau membutuhkan sesuatu dengan berteriak namun tidak mendapatkan tanggapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun