Oleh : Pudji Widodo
Mereka yang ikhlas terpencil
Pada awal studi sebagai mahasiswa, saat liburan semester, saya menyempatkan melakukan kegiatan di alam bebas. Berdua bersama teman SMA, kami mengunjungi Taman Nasional Baluran di Banyuwangi dan kawah Gunung Ijen. Saya juga sempat bermalam di pos pengamat Gunung Raung.
Di pos pengamat Gunung Raung saya terkesan dengan petugas yang mengawaki pos tersebut. Saat saya singgah, petugas tersebut hanya sendiri dan beliau mengaku sudah berstatus pensiun. Namun karena belum ada pengganti, maka beliau masih diminta bertugas. Saya lupa nama beliau, sebut saja Pak Raung.
Kehangatan sup jamur yang Pak Raung sajikan saat makan malam saya kenang sampai sekarang. Saya menumpang menginap malah mendapat bonus makan malam gratis. Kebaikan beliau saya ceritakan kembali kepada isteri, saat kami berdua mengunjungi kawah Ijen pada Januari 2020.
Bertugas di lokasi terpencil yang saat itu jauh dari akses informasi menyebabkan tidak bisa menikmati keseharian seperti keluarga yang normal. Banyak pekerja dan berbagai pelaku profesi yang mengalami situasi seperti ini sebagai risiko tugas. Mereka dapat kita jumpai pada berbagai kesempatan dan pemberitaan media.
Di Pulau Marore Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara, pada September 2015 saya bertemu dengan sekelompok orang muda yang terpanggil mengabdi melalui program Nusantara Sehat. Yang menarik para tenaga kesehatan peserta program Nusantara Sehat di pulau yang berbatasan dengan Filipina ini sebagian besar wanita. Program Nusantara Sehat adalah penempatan tenaga kesehatan berbagai profesi di Puskesmas yang berbasis tim.
Setelah uji coba pada tahun 2014, Kemkes mulai 2015 melaksanakan program Nusantara Sehat untuk mengatasi pemerataan pelayanan kesehatan di Daerah Pedalaman, Terpencil dan Kepulauan (DPTK) (kemkes.go.id, 29/8/2021). Di jajaran Kemendes PDTT dikenal kriteria daerah tertinggal, sedang Kemdikbud menggunakan istilah 3-T (terdepan, tertinggal dan terluar). Tentu akan lebih memprihatinkan bila ada yang menggunakan istilah "terbelakang."
Pada Pebruari 2016, dalam pelayaran kembali dari melaksanakan tugas bantuan kemanusiaan di Timor Leste, ada perintah dari Panglima TNI agar kami melaksanakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat di pulau Lakor, Moa, Leti, Kisar dan Wetar. Rute KRI dr. Soeharso-990 (SHS) yang semula singgah di Kupang sebelum melanjutkan kembali ke pangkalan Surabaya berubah. Kami berbalik arah kembali ke timur.
Kapal tetap singgah di Kupang untuk debarkasi sebagian personel. Sisa material kesehatan pelayanan di Timor Leste tidak cukup untuk melayani warga di lima pulau yang termasuk wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Untuk itu KRI SHS-990 melakukan bekal ulang logistik kesehatan yang dikirim dari Surabaya dengan pesawat TNI AU. Kami hanya punya waktu sehari untuk menyusun rencana rinci operasi bakti di wilayah MBD.
