Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menelisik Kekerasan Terselubung terhadap Perempuan di Balik Indikator IPKM dan SDGs.

27 April 2021   11:19 Diperbarui: 27 April 2021   12:05 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data AKI menurut pulau, diolah dari Pusdatin BPS dan Profil Kesehatan Indonesia 20019.

Deskripsi goal ketiga SDGs berupa menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan untuk semua orang di segala usia dengan 13 target program, diwujudkan melalui sistem kesehatan nasional. Tiga target diantara SDGs bidang  kesehatan adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH), menurunkan angka kematian bayi serta mengakhiri dan memerangi berbagai penyakit menular; termasuk epidemi AIDS; tuberkulosis dan malaria pada tahun 2030.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan upaya kesehatan ibu. Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Dengan rata-rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja, Kemkes RI memperkirakan pada tahun 2024 AKI di Indonesia turun menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup dan di tahun 2030 turun menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup. 

Delapan tahun sebelum orde baru tumbang, AKI masih pada angka 390 dan per 100.000 KH.
Pada tahun 2015 ketika program MDGs selesai, sesuai hasil Survei Antar Sensus (SUPAS) AKI periode 2011 - 2015 di Indonesia baru tercapai 305 per 100.000 KH. Pada periode tersebut AKI menurut pulau, terbaik di Jawa tercatat 247, sedang di Nusa Tenggara; Maluku dan Papua mencapai 489 per 100.000 KH (BPS)<3>. Diperlukan waktu 17 tahun pasca-reformasi untuk menurunkan AKI sebesar 85, maka apakah kita mampu dalam waktu yang lebih pendek 9 tahun menuju 2024 menurunkan AKI sebesar 122 menjadi 183 per 100ribu KH. 

Sementara beberapa negara ASEAN sudah berhasil menekan AKI sebesar 40 - 60 per 100.000 KH, bahkan Singapura mencapai 2 - 3 per 100.000 KH. Perkembangan tatanan demokrasi ternyata tidak berbanding lurus dengan pemenuhan hak perempuan di sektor kesehatan.

Kekerasan terselubung terhadap perempuan
 
Pada tahun 2019 tercatat penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus), infeksi (207 kasus), gangguan peredaran darah (200 kasus), Gangguan metabolik (157 kasus), dan sebab lain (1311 kasus)<5 >. Untuk itu Kemenkes berupaya melakukan percepatan penurunan AKI dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas. Maka menarik untuk dicermati bagaimana kebijakan finansial telah terdistribusi menyejahterakan kesehatan perempuan dan parameter penilaian dalam IPKM.  

Distribusi pembeayaan JKN. Sejak awal diluncurkan program JKN-KIS pada tahun 2014, cakupan kepesertaan program terus meningkat. Sampai dengan akhir tahun 2019, jumlah cakupan kepesertaan JKN/KIS sudah mencapai 83,6% dari 268,07 juta penduduk. Adapun komposisi peserta BPJS adalah 43.06% merupakan peserta PBI dari APBN, 17.33% peserta PBI APBD dan 88,784,1 juta (39.61%) adalah peserta non-PBI. Dengan komposisi penerima bantuan sebesar 60% dari seluruh peserta BPJS, maka sepatutnya para perempuan dari keluarga tidak mampu telah mendapat akses pelayanan kesehatan.

Lalu mengapa AKI masih tinggi ?, atau barangkali pengguna jaminan pembeayaan justru sebagian besar adalah penderita yang bukan perempuan dengan proses kelahiran hidup ?. Kemenkes dalam profil kesehatan 2019 mengakui bahwa pelayanan kesehatan dan perlindungan finansial pada kasus penyakit  katastropis membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Biaya pengobatan penyakit katastrospik menyedot sekitar 30% anggaran JKN.  Ini adalah fakta bahwa perhatian kita sebagian besar masih lebih tertuju kepada upaya kesehatan kuratif dari pada pembinaan kesehatan preventif, termasuk pencegahan peningkatan AKI.

Penilaian parameter kesehatan IPKM. Rendahnya IPKM Provinsi Papua Barat, Papua, Maluku Utara dan NTB disumbang dari nilai subindeks pelayanan kesehatan. Subindeks pelayanan kesehatan IPKM dinilai dengan : (a). persalinan oleh tenaga kesehatan (nakes) di faskes, (b). proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk, (c). proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu per desa , (d). kepemilikan Jaminan Pelayanan Kesehatan dan (e). proporsi desa dengan kecukupan bidan per penduduk. Kecuali kecukupan dokter yang diberi bobot mutlak, indikator yang lain dari pelayanan kesehatan berbobot penting, sedang jumlah bidan desa berbobot perlu.

Data AKI menurut pulau, diolah dari Pusdatin BPS dan Profil Kesehatan Indonesia 20019.
Data AKI menurut pulau, diolah dari Pusdatin BPS dan Profil Kesehatan Indonesia 20019.
Di balik serangkaian penilaian pada subindeks pelayanan kesehatan IPKM berkelindan persoalan tentang maldistribusi tenaga kesehatan, pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata dan memadai jumlahnya.  Patutlah hal tersebut juga dihubungkan dengan kesungguhan pemerintah yang telah mencanangkan tol laut untuk menekan disparitas harga komoditas, pembangunan infrastruktur yang masif bahkan pemberian otonomi khusus di daerah tertentu. Jadi upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ditunjukkan dengan pengerahan semua sumber daya tersebut, yang hasilnya dapat dilihat dari indikator capaian IPKM. Maka ketika AKI masih tinggi, lalu dari mana lagi mengurai benang ruwetnya.  

Wasana kata.


Ketika anggaran telah didistribusikan dan serangkaian program pembangunan sektor kesehatan bagi perempuan telah dilaksanakan serta hasilnya telah dinilai dengan obyektif melalui perangkat IPKM, namun AKI masih tinggi, maka  pada situasi inilah perempuan masih mengalami kekerasan terselubung.  Suatu bentuk kekerasan tersamar yang kurang menarik perhatian masyarakat dibanding isu kekerasan seksual, atau musibah transportasi yang mengakibatkan korban massal yang dramatis dan terbungkus dalam serangkaian program yang diwariskan pada setiap pergantian pemerintah serta kodrat tugas mulia perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun