Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tenaga Kesehatan, Antara Apresiasi dan Tuduhan Manipulasi Penanggulangan Covid-19

7 Oktober 2020   04:40 Diperbarui: 8 Oktober 2020   10:04 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beredar video tentang bisnis rumah sakit dengan menetapkan pasien Covid-19, sumber foto m.liputan6.com, 3/6/2020

Seyogyanya rapid test bagi pasien praoperasi di rumah sakit dimasukkan dalam kategori testing dan tracing surveilans epidemiologi sebagai bagian dari penanganan bencana. 

Dengan demikian pembiayaan rapid tes baik yang hasilnya non reaktif maupun reaktif, swab test dan beaya operasi bila pasien ternyata berstatus konfirmasi/positif Covid-19, oleh rumah sakit diajukan sebagai klaim penggantian beaya kepada Kemkes. 

Dengan solusi tersebut cakupan peserta tes dan kegiatan surveilans akan meningkat. Dalam hal ini masyarakat akan merasa negara hadir mengatasi bencana dan rumah sakit tidak terbebani beaya operasional. 

Sebaliknya bila ternyata hasil diagnosis laboratoris pasien praoperasi adalah nonkonfirmasi (negatif) Covid-19, beaya tindakan operasi untuk pasien peserta BPJS dibebankan kepada BPJS, atau pasien membayar bila pasien berstatus pasien umum/non BPJS.

Tentang manipulasi diagnosis untuk mengcovidkan pasien, pihak pasien yang merasa dirugikan dapat mengambil langkah hukum. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sepengetahuan penulis membantu keluarga pasien mendapatkan akses pelayanan hukum. 

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berhubungan dengan ijin operaional fasilitas kesehatan dan IDI wilayah sebagai organisasi pembinaan profesi tentu juga akan melaksanakan peran sesuai diskripsi tugasnya. 

Apakah karena ada dugaan manipulasi diagnosis lalu diperlukan revisi terhadap klasifikasi diagnosis Covid-19, jelas tidak perlu karena nomenklatur diagnosis itu berlaku internasional di seluruh belahan dunia. Tidak ada alasan rumah sakit resistens terhadap investigasi penegakan hukum. 

Selain itu yang diperlukan adalah perbaikan kualitas komunikasi humas dan manajemen rumah sakit serta unsur penerangan satgas percepatan penanganan Covid-19 kepada keluarga pasien dan masyarakat .

Tentu institusi penegak hukum akan melakukan investigasi yang terkait tata kelola korporasi dan tata kelola klinik, dan rumah sakit akan terbuka terkait kebutuhan data pasien yang bersifat konfidensial untuk kepentingan penegakan hukum. 

Langkah hukum terhadap rumah sakit dan tenaga medis pelaku manipulasi penanganan Covid-19 ini merupakan tindakan tepat untuk mendapat kepastian hukum bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan, daripada membiarkan isu bergulir liar karena di Indonesia terdapat sekitar 3000 rumah sakit. 

Langkah hukum juga penting karena menyangkut kepercayaan publik kepada seluruh institusi kesehatan di tanah air yang bersama seluruh komponen masyarakat sedang berjuang menanggulangi pandemi covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun