Mohon tunggu...
Pter Tukan
Pter Tukan Mohon Tunggu... Seniman - Menyukai Musik. Penulis lepas

Sosiolog Muda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taman Seribu Lilin

27 Februari 2018   22:44 Diperbarui: 27 Februari 2018   23:03 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


     Remuk hati Dinda saat melihat isi dompet Aryo. Sehelai foto gadis yang tak asing lagi. Ya, Rini. Teman sekolahnya waktu SMA Negeri Kita. Kok bisa fotonya sampai ada di dalam dompet Aryo. Sungguh tak disangka Aryo berkhianat. Yang lebih disesali lagi, tak ada satu penjelasanpun dari Aryo. Meski hujan terpaan sore itu terus mengguyur namun kilat perseteruan pagi tadi sunguh lebih pedih dari hujan es yang belum pernah dirasakannya.


    Benda pintar  kembali berdering. Kini nada whatsapp  yang berdering. Panggilan vc dari Aryo. Dengan mata berapi Dinda menolak panggilan tersebut. Namun semenit kemudian berdering lagi. Seolah tak tak tahu malu nada itu. Dinda menarik nafas panjang dan memejamkan mata. Namun hatinya masih terlalu tergores dengan keadian pagi tadi. Di biarkanya sakit menjalar secepat goresan gurita mengakar. Dia pun menonaktifkan Handponenya.  Dia merebahkan tubuhnyanya di atas kasur empuk dan mulai tidur. Baginya dengan sedikit menutup matanya mungkin akan menjauh dan sendiri. Patah hatinya seperti bongkahan batu. Remuk.


     19:30. Waktu mulai berdetak. Berlahan Dinda bangun dan membuka whatsapp nya. Sebuah pesan dari kekasihnya.
"Dinda, aku tahu kamu marah padaku. Sesungguhnya aku ingin mengatakan dengan sejujurnya tadi. Namun aku tak ingin engkau menangis dan aku tahu, kau tak akan mendengarkan. Rini. Dia adalah mantan kekasihku waktu SMA. Aku pun tahu dia adalah teman sebangkumu. Akupun tahu kalian adalah sahabat karibmu dan kalian berpisah sejak kamu ke Jepang . 

Hingga aku tak mau engkau tahu tentang Dia.  Kami menjalin cinta sejak beberapa tahun lalu. Hubungan kami sudah sangat akrab seperti saat saat kita sekarang. Sayangnya naas menimpah kisah cinta kami. Rini meninggal karena kanker yang tak pernah dia ceritakan pada saya. Aku senantiasa merawatnya saat dia mulai masuk rumah sakit dan mengisi hari -hari terakhirnya. 

Hingga suatu waktu Dia menunjukkan fotomu bahwa suatu saat jika engkau kembali maka aku harus bertemu denganmu dan mengizinkan aku mencintaimu. Sungguh sangat menyakitkan apa yang terjadi kala itu. Hingga akhirnya aku bertemu denganmu dan menjadi bagian dari hidupmu. Dinda, maafkan aku jika tak pernah menceritakannya. Aku tak ingin melukaimu. 

Sejujurnya akupun tak ingin kehilangan Rini dan lebih parahnhya lagi aku tak ingin kehilanganmu sekarang. Datanglah kembali ke taman kemarin tempat kita bertemu. Aku ingin bertemu". Tulis Aryo.


     Gusar hati Dinda membacanya. Ibarat sakit namun tak berdarah. Seperti disambar arus listrik yang koslet.  Namun sambaran itu tak menghanguskan hati dan jiwannya. Matanya yang bengkak karena tangisan di sapunya bersih. Bergegas keluar kamar dan menuju kamar mandi. Melucuti pakaian helai demi helai dan menyiram tubuhnya. Menggosok bersih hingga titik terdalam.

 Titik sanubarinya. Seakan mampus tapi tak mati, semangatnya menggebu. Dengan seheai handuknya, dia menuju kamarnya dan menutup pintu rapat. Melepas handuknya dan membiarkan kosong. Sejurus kemudian dia mencari helaian pakaian yang ingin dipakainya. Semua pakaian dikibasnya. Dibiarkan berantakan di atas tempat tidur dan lantai. Ya, tak heran. Dinda sang biduan kampus.


Setelah mencari yang cocok untuk dipakai, dia membalas surat elektronik dari Aryo katanya, " Aryo, aku sungguh sangat kecewa atas sikapmu padamu selama ini. Sungguh akupun tak tahu kisah cinta lamamu yang tak pernah engkau ceritakan. Kalau pun engkau tahu tentang sahabat karibku, ceritakanlah. Sejak kembali ke Indonesia Rini tak pernah memberi kabar. Dan sekarang aku tahu dia telah pergi utuk selama-lamanya. Kenapa, kenapa Aryo kau tak pernah menceritakannya? 

Aku tak bisa menerima keadaan ini. Namun, akupun sungguh tak ingin berpisah denganmu. Kematian hanyalah akhir dari sejarah hidup seseorang yang ditentukan oleh Tuhan. Namun Cinta kita yang masih hidup akan terus berlanjut hingga maut memisahkan kita. Tunggulah aku  besok pukul 15.30 di taman Seribu Lilin".
****
     15:35 TAMAN SERIBU LILIN.
     Sungguh tak asing jika engkau berada di sana. Di sanalah tempat semua orang berjumpa. Menceritakan kisah --kisahnya. Menyuaraan keadilan cintannya. Keadilan cinta yang tanpa pamrih. Taman yang dikelilingi lilin-lilin yang tak berhenti menyala. Jikalau mati sekalipun masih hidup lagi dengan lilin yang baru. 

Taman itu bukanlah tempat wisata. Bukan tempat parkir pedagang kaki lima, penjual salome goreng ataupun pasar malam. Taman seribu lilin adalah taman ciptaan orang-orang kesepian, orang-orang yang jatuh cinta, orang --orang patah hati, orang --orang bahagia-dan semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun