Mohon tunggu...
Rilo PambudiS
Rilo PambudiS Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau. Pengelana yang haus kesuksesan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mensyukuri Nikmat Hujan

12 September 2019   23:29 Diperbarui: 14 September 2019   15:12 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hujan/sains.kompas.com

Lihat berita baru-baru ini di Pekanbaru tentang kebakaran lahan? Begitulah gambaran susahnya tinggal di tanah gambut. Ketika musim kemarau percikan api sekecil apapun bisa berbahaya. 

Ladang garapan keluarga saya juga pernah terkena dampaknya. Tinggal nunggu panen, eh malah ludes kebakaran. Penyebabnya puntung rokok yang dibuang sembarangan. Asap, debu, dan panas adalah teman keseharian selama musim kemarau datang.

Asap kebakaran yang menyelimuti Pekanbaru telah menjangkau Pulau Burung. Sumber: riau1.com
Asap kebakaran yang menyelimuti Pekanbaru telah menjangkau Pulau Burung. Sumber: riau1.com

Soal ketersediaan air, di Pulau Burung memang lebih melimpah. Hal ini juga menjadi karakteristik gambut yang terkenal menyimpan banyak kandungan air. Gali saja satu meter, air sudah mengalir dari sela-sela tanah. Meski demikian, tidak lantas menjadi kebahagiaan.

Menurut penelitian, konsumsi air gambut dapat berdampak pada kesehatan. Pasalnya, karakteristik yang dimiliki tidak sesuai untuk keperluan mendasar sehari-hari. Karakteristik yang paling ketara  adalah bau, rasa, dan warnanya. Contohnya saja di tempat tinggal saya. Warna air pekat dan rasanya asam. Anda tahu bagaimana kalau dedaunan atau zat organik lainnya dibiarkan membusuk dalam tanah? Ya begitulah kira-kira baunya.

Pada dasarnya, air gambut tidak memenuhi standar untuk digunakan dalam beberapa keperluan. Hal ini dapat dipahami bila menilik perbandingan antara ketentuan Permenkes Nomor 32 Tahun 2017 jo. Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 dengan beberapa penelitian. Nggak percaya? Simak saja infografis di bawah ini!

kompasiana-5d7a6dfa0d82300682037902.jpg
kompasiana-5d7a6dfa0d82300682037902.jpg
Belum lagi membahas permasalahan di kala musim penghujan datang. Di tambah pula tempat tinggal saya datarannya sangat rendah. Bila curah hujan tinggi, air sungai-kami menyebutnya kanal-akan dengan segera memenuhi areal sekitar. Air sumur pun tak bisa digunakan. Soalnya, genangan air bercampur lumpur akan masuk ke dalam sumur.  Akibatnya, air menjadi kotor dan bau menyengat.

Harus diakui-di tempat saya-air gambut mudah ditemukan. Akan tetapi, tak pula menjadi jaminan layak digunakan. Setidaknya itulah kesaksian atas apa yang saya dan keluarga alami hingga detik ini. Sehingga menjadi dalih untuk menggunakan air hujan.

Menampung Hujan: Kebiasaan Sederhana, Manfaat Luar Biasa

Berbeda dengan Jawa, masayarakat Kabupaten Indragiri Hilir adalah masyarakat yang gemar menggunakan air hujan untuk kehidupan. Rilis Beritagar.id membuktikan, 85,62% rumah tangga di kabupaten ini telah menyadari bahwa air hujan dapat menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan air minum. Bangganya, keluarga saya adalah bagian dari 85,62% tersebut.

Kesadaran itu diwujudkan dalam sebuah kebiasaan sederhana. Ya, sesederhana membuka empat tong besar ketika hujan turun untuk menampungnya. Setahu saya, kebiasaan ini telah dilakukan sejak awal transmigrasi ke Pulau Burung pada tahun 1996. Menariknya, usia tong penampung itu sama dengan lamanya kami hidup di daerah trans ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun